Hari berlalu, setelah bel pulang sekolah berdering, aku dan Dafa berjalan bersisian keluar dari kelas. Sedari tadi Dafa memperhatikanku membuatku bingung sendiri.
"Kenapa Fafa lihatin Yaya?"
Dafa terdiam, berdeham kecil, "Lo nggak minta gendong lagi?"
Aku pun hanya menggeleng saja. Karena memang aku sedang tak ingin digendong. "Tapi, main ke mall ya, yayaya?" kataku bersemangat.
Dafa lengos begitu saja. Meninggalkanku jauh dibelakangnya. Aku langsung terduduk di atas lantai, meluruskan kedua kakiku kedepan dan menendangnya tak jelas. Iya, aku sedang merajuk.
Dafa menoleh ke arahku, melebarkan kedua matanya. "Kenapa masih diem disitu? Ayo, katanya mau main ke mall."
Aku segera berdiri dan berlari menghantam tubuh tegapnya. Memegang lengannya kuat. Menariknya berlari keluar dari kelas. "Iya, ayo-ayo pergi."
Ditengah lapangan, aku bersenandung ria. Sedangkan Dafa hanya berjalan diam disampingku. Aku menggoyang-goyangkan pautan tangan kita.
"Kalo berdua ke mall pasti seru," gumamku. "Tapi, lebih seruan bertiga. Jadi, ajak Kak Gavin ya?"
Aku menoleh ke arah Dafa. Dan dia seperti biasa, masih diam tak mau meresponku. "Ya?"
Dafa masih diam saja. "Fafa diem berarti boleh. Sip, boleh ajak Kak Gavin. Hore!"
######
Akhirnya kita bertiga sampai di mall. Sekarang kita sedang berdiri di atas exkalator. Capek juga jalan, padahal cuma jalan dari parkiran sampai exkalator doang. Aku segera jongkok, menginstirahatkan kakiku. Saat aku sedang asyik jongkok, tiba-tiba sebuah usapan lembut hinggap di kepalaku. Aku mendongak, tersenyum lebar saat menyadari jika itu tangan milik Kak Gavin.
"Kenapa jongkok? Capek?" tanya Kak Gavin yang masih mengusap rambut panjangku.
Aku mengangguk dan tersenyum, "Iy- eh eh."
Seseorang menyerobot dari belakangku. Saat aku akan mendongak ke atas untuk mengintip siapa yang telah menyerobot, tiba-tiba saja aku bisa merasakan tubuhku terangkat. Dan tak lama kemudian pandanganku sudah bertubrukan dengan pandanganya milik Dafa. Membuatku terdiam sejenak.
Hei, Dafa emang mau Raya bunuh ya. Seenaknya aja gendong Raya di exkalator gini. Apalagi Raya digendong kayak koala, digendong didepan bukan dibelakang seperti biasa. Dan yang membuatku malu adalah, beberapa orang menoleh ke arahku. Aku tak kuasa lagi, menenggelamkan wajahku di lekukan lehernya.
"Daf, kenapa Raya digendong? Dia kan bisa berdiri sendiri?" tanya Kak Gavin membuat aku dan Dafa menoleh kompak.
"Kenapa? Yaya kan tunangan gue," balasnya dingin membuat pipiku merona seketika. Plaese, ini kenapa Dafa jadi so sweet gini. Kan Raya yang kecanduan hehehe.
####
"Udah seneng kan? Sekarang kita pulang."
Ajakan dari Kak Gavin membuatkku menganggukkan kepala berkali-kali. Hari ini aku senang sekali dengan berbagai permaian di mall ini.
Saat sedang dilantai satu, Dafa ijin ke toilet sebentar. Aku dan Kak Gavin menunggu diluar. Saat menunggu aku bermain menghitung langkah kakiku. Tak kusangka beberapa anak kecil berlari ke arahku, membuatku terjatuh di atas lantai. Aku mengaduh kesakitan membuat Kak Gavin langsung berlari ke arahku.
"Raya, ada yang sakit nggak? Makanya kalo main hati-hati," omel Kak Gavin kemudian menggendongku di depan. Bukan seperti menggendong koala, tapi menggendong seperti di film-film roman picisan.
Digendong Kak Gavin seperti ini tak membuatku senang. Aku masih merasa keskitan. Aku menoleh ke belakang, mencari Dafa. Saat itu juga aku terkajut melihat dirinya yang sedang memeluk gadis lain. Huh, nyebelin Raya lagi sakit Dafa malah enak-enakan meluk cewek lain. Seketika itu, rasa sakit dilututku semakin menjadi-jadi. Ditambah dengan rasa sakit di ulu hatiku.
"Kak, ayo pulang, hiks," ajakku kepada Kak Gavin.
"Loh, Dafa gimana?"
"Bodo. Dafa ditinggal aja."
"Oke."
Aku melirik ke belakang lagi, huh itu cewek ular banget sih. Masih aja meluk-meluk Dafa. Kalo lututku nggak sakit, udah aku cakar-cakar tuh mukanya. Huh, Dafa juga sama aja nyebelin. Mau aja bales pelukan cewek itu.
Aku dan Kak Gavin segera naik ke mobilnya. Untung saja, tadi Dafa memakai motor, jadi sekarang nggak papa kalo ninggalin dia sendirian.
###
Di rumah, Kak Gavin sedang mengobati luka di lututku. Tak berapa lama, dia sudah menyelesaikan pekerjaannya.
"Bagaimana perasaanmu?"
"So bad," jawabku kemudian memajukan bibir bawahku, menahan agar aku tak menangis.
Kak Gavin tersenyum kemudian menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut. Lah, emang bener kok, Raya ngerasain buruk, bukan karena lutut Raya tapi karena hati Raya. Hua, pengen neriakin Dafa, maunya meluk Dafa. Eh, tapi kan Dafa lagi peluk-pelukan sama cewek lain. Huuaaa... Pami Mami, tolongin Yaya!
KAMU SEDANG MEMBACA
CIELO [TERBIT]
Novela Juvenil"Cinta tak selalu dilambangkan dengan bunga mawar, tetapi bisa juga dengan langit" CIELO diambil dari bahasa Italia yang berarti "langit". Memiliki banyak makna termasuk keabadian cinta didalamnya. Warnanya yang menenangkan ternyata berefek member...