Hari minggu, aku sudah mandi dan sarapan pagi. Saat ini kedua orang tuaku sedang mendatangi acara kantor papa.
Dafa lagi apa ya? Ngomong-ngomong soal Dafa, ih aku jadi kesel. Kan kemarin Dafa pelukan sama cewek lain. Mana tinggi lagi ceweknya. Tapi kan, aku tunangannya Dafa. Huh, pokoknya aku nggak boleh kalah sama cewek itu. Pokoknya Dafa cuma punya Raya seorang.
Biasanya kalau malam minggu Dafa pasti main ke rumah. Tapi tadi malam Dafa nggak dateng. Apa jangan-jangan Dafa main sama cewek itu sampai malam.
"Aarghh.... nggak-nggak, Dafa nggak boleh main sama cewek uler itu. Raya harus cek ke rumahnya," ujarku kesal setelah melempar sisir warna merah muda milikku.
Aku segera bergegas keluar dari kamar. Menuruni tangga dengan cepat, hingga tak lama kemudian aku sudah sampai di rumahnya Dafa. Ya, rumahku dengan rumahnya Dafa tetanggaan. Jadi aku hanya butuh berjalan beberapa langkah saja. Dan sampai deh.
"Eh, Raya. Ada apa? Pagi-pagi ke sini?" tanya Kak Gavin membuatku yang ingin menaiki tangga untuk menuju kamarnya Dafa terhenti.
"Eh? Ada Kak Gavin? Belum berangkat ke tempat les kak?" ujarku malu juga, ketahuan Kak Gavin yang masuk tanpa mengucapkan salam.
"Ini, lagi siap-siap, mau berangkat juga sih," balas Kak Gavin. "Mau ikut?"
"Nggak!" tolakku cepat. Kak Gavin hanya terkekeh.
"Ya udah, kalo gitu Kak Gavin pergi dulu ya. Kamu nonton TV aja, entar Dafa-nya juga bangun."
Perkataan dari kak Gavin membuatku menoleh cepat ke arahnya.
"Dafa belum bangun, Kak?"
"Belum. Tumben tuh anak, jam segini belum bangun. Gara-gara nongkrong sama temen kali tadi malem."
Nah kan bener, apa dugaanku. Huh, jadi makin kesel kan.
"Ya udah, Kakak pergi dulu."
Aku mengangguk dengan senyum lebar, "Hati-hati di jalan, Kak."
#####
Udah bosen ditambah kesel, argh Raya pengen gigit orang. Raya pengen marah, pengen bakar rumah orang. Eh, tapi sayang sih, rumah kok dibakar.
Saat ini aku sedang duduk di depan televisi sembari menonton acara kartun kesukaanku, Nusa. Tiba-tiba terdengar langkah kaki yang turun dari lantai atas.
"Udah dari tadi?" tanya Dafa setelah menginjak anak tangga terakhir.
Aku mengangguk sembari tersenyum, kemudian berlari menubruk tubuhnya. Memeluk erat agar dia tak pergi lagi. Tapi tunggu dulu, aku baru teringat sesuatu. Dengan segera kulepaskan pelukanku di tubuhnya. Membalikkan tubuhku membelakanginya kemudian bersedekap dada.
"Nggak usah ngomong sama Yaya. Kemarin Fafa ninggalin Yaya. Yaya ngambek sama Fafa, titik!"
Tak berapa lama terdengar suara orang yang sedang menahan tawa. Aku tahu dia adalah Dafa, cowok yang membuatku kesal.
"Dasar bocil," cibir Dafa kemudian pergi melaluiku begitu saja. Aku pun terkejut saat dirinya berjalan begitu saja. Jangan-jangan Dafa mau pergi lagi. Dengan segera aku mencekal lengan kanannya.
"Jangan pergi lagi. Jangan tinggalin Yaya. Yaya janji, Yaya nggak ngambek lagi. Tapi Fafa jangan tinggalin Yaya. Hiks."
"Ck, gue cuma mau ke dapur."
Aku menggeleng kuat, "Nggak mau, jangan tinggalin Yaya, hiks hiks."
Tak kurasakan perlawanan dari Dafa. Namun tiba-tiba tubuhku terasa terangkat ke udara. Ya, Dafa menggendongku di depan. Kemudian Dafa melangkah pergi ke dapur.
Mendudukkan tubuhku di atas pantry. Sedangkan Dafa mengambil sesuatu dari kulkas. Setelah itu kembali lagi ke hadapanku, mengukung tubuhku di antara kedua tangannya. Kedua matanya menatap ke arahku dengan tajam. Sumpah demi apapun, Raya melting ditatap seperti itu.
"Gue cuma mau ambil ini buat elo," ujar Dafa kemudian menyodorkan sepotong cheesecake kesukaanku.
"Eh? Beneran buat Yaya?" tanyaku dan Dafa pun mengangguk.
Aku tersenyum dan segera merebut sepotong cheesecake itu. Aku berusaha mendorong tubuhnya agar aku bisa makan di meja makan. Nggak baik anak perempuan duduk di atas pantry, bener kan?
Namun Dafa tak goyah. Tetap berdiri di depanku yang masih menatapku dalam diam. Ya sudahlah, terserah dia. Aku akhirnya memakan cheesecake itu. Memakannya dengan penuh nikmat.
Tak butuh waktu lama, sepotong cheesecake itupun habis aku lahap. Hanya ada sepotong kecil yang ada di sendok yang aku genggam ini. Saat aku akan memakannya, dengan gesit Dafa melahap potongan cheesecake itu. Membuatku ingin menangis karena itu adalah potongan terkahir.
"Huaa... Fafa jahat. Itu kan potongan terkahir cheesecake milik Yaya. Papi, mami, Yaya mau cheesecake. Huaa...."
"Cengeng," ujarnya tega.
####
Setelah acara makan cheescake tadi, aku duduk menunggu Dafa di ruang televisi. Tak berapa lama Dafa turun dengan pakaian kerennya. Dia juga bawa kunci mobil. Eh? Dafa mau kemana?
"Fafa.... jangan tinggalin Yaya. Yaya janji, nggak akan pelit lagi sama Fafa. Jangan pergi."
"Gue mau ngumpul sama temen. Yaya di sini ya, entar Kak Gavin juga pulang."
"Nggak mau, Fafa nggak boleh pergi. Pasti Fafa pergi ada ceweknya kan?"
"Enggak Yaya, temen gue cowok semua."
"Ya udah kalo gitu biarin Yaya ikut sama Fafa."
Setelah ultimatumku itu, kedua mata Dafa membulat dengan sempurna. Membuatku langsung curiga.
"Nggak bisa Yaya. Nurut ya."
Aku segera berlari ke arahnya. Dan mendudukkan diriku di depannya sembari memegang kedua kakinya agar dia tak jadi pergi.
"Kalo Yaya nggak boleh ikut, Fafa nggak boleh pergi."
Dafa pun menghela napas, saat menghadapi Raya yang rewel seperti ini. Apa apa akan serba salah.
####
"Hai semua teman-temannya Dafa, kenalin aku Yaya, pacarnya Dafa hehehe. Salam kenal."
Semua cowok yang ada di sana terpesona dengan kecantikan wajahnya Raya. Apalagi saat melihat Raya yang tersenyum lebar.
"Wah cakep banget pacar lo Daf-. Woy Dafa! Lo mau pergi kemana? Ini nggak jadi ngumpul?!" teriak seorang teman laki-lakinya Dafa.
Dafa tak menoleh dan tak menjawab. Dirinya terus menyeret Raya keluar dari rumah temannya itu. Sedangkan Raya cemberut, baru saja sampai di rumah temannya Dafa, Dafa langsung nyeretnya pergi dari sana.
Ini Fafa lagi ngambek atau gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
CIELO [TERBIT]
Fiksi Remaja"Cinta tak selalu dilambangkan dengan bunga mawar, tetapi bisa juga dengan langit" CIELO diambil dari bahasa Italia yang berarti "langit". Memiliki banyak makna termasuk keabadian cinta didalamnya. Warnanya yang menenangkan ternyata berefek member...