NOL

40 8 1
                                    

Aku ingin menjadi pensil yang dapat menulis cerita tentang kita, dari pandangan pertama hingga hari tua, sampai aku sependek pensil kamu.

***

Pagi menjelang siang yang sejuk seusai hujan, duduklah seorang pria di teras rumahnya, dia sudah mengenakan helm. Dia tampak mengenakan setelan jaket kulit tua, kaus berwarna biru gelap, dan celana jeans hitam, tak lupa dengan sandal kulit kesayangannya. Dia sedang mengakses ponselnya. Tak lama, dia pun beranjak menuju sepeda motor matiknya dan pergi.

Taman kota yang indah dengan pohon-pohon rindang yang masih meneteskan sisa-sisa air hujan yang mendarat pada batang dan dedaunannya. Semua serba basah, tak terkecuali kursi taman yang panjang, yang salah satunya tengah diduduki seorang wanita dengan tas kecil di sebelahnya. Rambutnya yang terurai sesekali melambai tertiup angin, dia terlihat sedang menunggu lantaran wajahnya menatap ponsel dan sekeliling taman berulang kali.

Hingga akhirnya, suara sepeda motor yang dikenalinya pun datang, memarkirkan diri di area parkir yang tersedia. Turunlah seorang pria dari sepeda motornya, melepas helm, dan menghampirnya.

"Lama gak?" Tanya pria tersebut, sembari duduk di sebelah wanita itu.

"Hmm... nggak juga sih."

Pria itu membawa sekantong plastik makanan, dia pun memberikannya kepada wanita tersebut, "nih."

"Eh, apa nih?"

"Tadi aku sekalian ke tempatku, sekalian lewat."

"Repot banget kamu, aku bayar ya?" Wanita itu merasa telah merepotkannya.

"Gak usah, buat kamu. Terserah, makan di sini boleh, makan di rumah juga boleh."

Wanita tersebut pun terkekeh, "heh, lagian aku gak nanya." Dia akhirnya menerima pemberian itu, "makasih, ya."

Lalu, mereka pun berbincang penuh dengan rasa bahagia. Tak terasa, senda gurau mereka memakan waktu hingga menjelang sore dan mereka pun bersiap untuk pulang. Namun, satu hal terakhir pun disampaikan oleh sang pria.

"Hmm... ada satu hal lagi nih."

Sang wanita pun penasaran, "apa tuh?"

Tanpa basa-basi, pria tersebut mengambil posisi berlutut, menengadahkan tangan dengan sebuah kotak kecil di atasnya. Dia membukanya, sebuah cincin yang berkilaulah isinya.

"Will you marry me?"

Terkejut bukan main, wanita itu menahan ekspresinya dengan mendekap mulutnya. Jawabannya pun tertahan di sana, ditunggu oleh pria yang tak mengubah posisinya sedikitpun sembari tersenyum menatapnya.

Apapun jawabannya, hari itu tetap tidak akan terlupakan oleh siapapun, termasuk pria tersebut.

Pensil PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang