DUA PULUH DUA

6 2 2
                                    

Ujian akhir semester tiga pun dimulai setelah pergantian tahun. Hari pertama saja sudah terasa berat bagi Farel karena dimulai dengan mata kuliah yang cukup membutuhkan pemikiran ekstra. Beberapa mahasiswa juga menggunakan sistem berserah diri lantaran ingatan mereka terusik oleh soal-soal yang diberikan.

Bagaimana dengan komunikasi antara Farel dan Inka? Farel sama sekali tidak membalas pesan Inka sejak hari itu. Dia tidak memblokir nomor Inka, hanya mengaktifkan mode senyap khusus untuknya. Sesekali Inka mengiriminya pesan, sehingga sudah terkumpul kurang dari dua puluh pesan selama dua minggu terakhir. Di antara pesan-pesan tersebut, sebenarnya Inka sempat menjelaskan sesuatu. Namun, karena Farel tidak membaca pesannya sama sekali, dia pun tidak mengetahui penjelasan tersebut. Dia memilih untuk menghindari risiko yang lebih besar, karena ancaman Brandon di hari itu terdengar serius walaupun sesederhana itu.

Ujian di hari pertama pun selesai dilewati oleh Farel. Di luar kelas, dia sedang berbincang dan bergurau dengan teman-temannya, bercerita tentang ujian hari ini, menanyakan jawaban masing-masing terkait soal tertentu, dan lain-lain sembari menunggu teman-temannya yang masih berkutat dengan lembar soal dan jawaban. Begitupun dengan Hannah, yang melakukan hal yang sama seperti Farel dengan teman-temannya.

"Si itu lama banget ngerjainnya."

"Haha, emang susah, tapi dia kan pintar. Jadi... gitu lah."

"Gue aja gak tahan sama soalnya tadi."

"Iya, sama."

"Lo nomor dua gimana?"

"Cara yang dikasih terakhir kemarin. Gue pakai rumus yang itu."

"Oh, bukannya itu ada di presentasi minggu kesebelas?"

"Gak tau, gue lupa. Pokoknya soalnya sama persis polanya."

Setelah cukup lama, Farel meminta waktu sebentar untuk ke toilet yang berada tak jauh dari ruang ujian yang ditempati Farel. Dia juga mengatakannya kepada Hannah, "Han, gue ke toilet."

Lalu, setelah Farel selesai dengan panggilan alamnya, dia pun melangkah keluar dari toilet dan terkejut saat dirinya berpapasan dengan Inka.

"Eh?" Farel bingung.

Inka bertanya, "udah selesai ujian?"

"Umm... udah, lo udah? Di ruang mana lo, kok...?"

"Udah kelar. Gue di ruang 2-C, jauh dari sini. Lo di sini ya?"

"Iya, noh, Hannah ada di sana kalo mau ketemu."

"Nggak, gue emang pengen nemuin lo, ternyata lo di sini ujiannya."

Farel semakin bingung, bukan bingung seputar tujuan Inka menemuinya, tetapi bingung harus bagaimana menanggapinya. Terlebih lagi, Farel masih terbayang dengan kejadian hari itu, yang membuatnya tidak ingin melewati masalah yang lebih serius.

"Lo kenapa gak baca pesan gue sih?" Inka bertanya dengan nada kesal.

"Emangnya si Hannah gak bilang apa-apa sama—"

"Gue udah chat elo," potong Inka, "lo buka deh, jangan gak jelas gitu jadi orang!"

Farel melakukan yang dikatakan Inka, dia pun membaca sejenak pesan yang berisi penjelasan Inka. Di sana, dia menjelaskan bahwa dia tidak nyaman dengan pacarnya tersebut lantaran akhir-akhir ini, pacarnya mulai menyentuh dunia alkohol dan sebagainya.

Inka pun berkata, "kalo gue aduin ke rektor bakalan di DO itu orang, cuma gue kasihan aja."

Farel pun menarik napas sejenak, "oke, maafin gue. Tapi, gue juga kena masalah, Ka, kalo kita masih... gimana ya..."

"Gue udah jelasin ke dia kalo gue lebih milih lo dibanding dia, Rel."

"Oh, shit, yah, itu dia yang bikin gue kena masalah," Farel tepuk jidat mendengar hal tersebut. "Kenapa lo segala bilang gitu coba?"

"Gue pikir dengan begitu dia bakalan berubah lagi, ternyata dia bodoamat, tapi pengen pertahanin gue. Gila, kan?"

"Ya... lo putusin aja, emang kenapa sih?"

"Gue udah mutusin dia, tapi dia bersikeras banget kalo gue masih pacarnya dia, makanya—"

"Lo jadiin gue pelampiasan gitu?"

Inka pun membantah, "ih, nggak! Nggak gitu, Rel, nggak. Gue—"

"Ya udah, lo udah ninggalin dia bukan berarti harus ke gue dong? Kalo gue nantinya jadi kena masalah, ya... jangan ke gue. Awalnya gue emang pengen dekatin lo, jujur aja. Tapi, kenapa lo gak langsung kasih tau masalah lo? Gue cowok, Ka. Dan gue tipe orang yang lebih baik orang tersebut terbuka, apalagi kalo cuma hal begini."

Inka terdiam, dia tak tahu ingin berkata apa. Untuk mencegah keheningan yang terlalu lama, Inka pun berbicara lagi, "gue mungkin terlalu... gue tuh... oke, gue ke kantin dulu deh. Barangkali lo sama teman-teman lo mau nyusul nanti, nyusul aja, oke?" Inka pun berlalu, meninggalkan Farel yang setelahnya pun berjalan kembali ke kerumunan teman-temannya.

Satu hal yang membuatnya beralih perhatian adalah seseorang yang ternyata sedang mengamatinya dari jauh dan pergi, sepertinya sejak dia berpapasan dengan Inka tadi.

Tidak lain dan tidak bukan, orang itu adalah Brandon.

Pensil PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang