"Nih, orangnya begini," kata Farel yang sedang menunjukkan foto seorang gadis di laman Facebooknya kepada Rudi. Gadis tersebut mengunggah foto dirinya dan muncul di layar laptop kesayangan Farel. Rudi sedang berada di rumah Farel, dan kini berada di kamar tidur Farel. Semester kedua mereka di SMA sudah berjalan setengahnya.
"Kelas berapa?"
"Setahun di bawah kita katanya."
"Lumayan, cakep sih."
"Serius?"
"Lah, lo gimana? Emangnya biasa aja?"
"Iya..."
"Yah, belum, Rel, hahaha, gak usah munafik lah."
"Lo mau? Dari pada gerah lo sendirian mulu."
"Nggak, ah. Oh iya, orang mana dia?"
"Nih," Farel membuka ruang obrolannya, ingin menunjukkan asal tempat gadis tersebut, "tuh, dia bilang itu."
"Hmm... gak tau sih gue, tapi jauh gak sih?"
"Gue sempat cari petunjuk arahnya, ternyata lumayan jauh, dua jam dari sini."
"Gokil sih, lo kenal dari mana?"
"Gue join ke grup gitu, terus dia minta pertemanan ke gue. Habis gue konfirmasi, ternyata asik ngobrolnya."
"Berarti, kemarin Keyla mutusin lo karena dia?"
Farel sempat diam sejenak, lalu menjawabnya, "iya... katanya sih gitu. Padahal, udah gue jelasin, gue gak ada apa-apa sama orang ini. Ya udah, hak dia sih itu."
Ya, Farel dan Keyla telah usai. Pada awalnya, hubungan mereka berjalan dengan baik-baik saja. Memang, selama ponsel Keyla rusak, mereka jarang berkirim pesan karena fasilitas yang tidak memadai dari Keyla. Sedangkan, Farel sudah memiliki laptop bila dia ingin berkirim pesan lewat Facebook. Farel dapat mengakses internet karena dia menggunakan modem yang akan dipasang ke laptop bila dibutuhkan. Ketika Farel sedang asyik-asyiknya berinteraksi di dalam media sosial dengan warna biru khasnya, bertemulah dia dengan seseorang yang sebenarnya memang sekadar teman virtual, namanya Mia. Namun, ketika Farel menceritakannya kepada Keyla, dia menjadi sedikit posesif dan Farel tidak merasa nyaman akan hal itu.
Saat itu...
"Key, aku kenal teman dari Facebook nih," Farel menunjukkan layar ponselnya, menggunakan sisa pulsa yang dia miliki untuk membuka media sosial tersebut.
"Oh, oke, jadi... ?"
"Gak apa-apa, aku ngasih tau, gak kenapa-napa dong? Bagus dong aku kasih tau?"
"Ah, dia mah gitu," Keyla perlahan melangkah menjauh.
"Mau kemana kamu?"
"Gak apa-apa, aku mau ke kantin. Awas tuh, nanti malah gantiin aku, hehehe."
Farel hanya diam, dia bingung. Lalu, di hari-hari setelahnya, hal inilah yang sering dilontarkan oleh Keyla...
"Gimana persahabatan kamu tuh? Boleh tau dong?"
Lalu... "Cie, masih akrab aja."
Terakhir, "ya udah, deh, kayaknya lebih asik dia." Dan Farel menjawabnya, "lah, kenapa sih? Aku balas seperlunya. Lagian, aku buka Facebook cuma lihat-lihat beranda, loh."
Farel berpikir bahwa Keyla dapat memercayainya. Alhasil, hubungan mereka hanya bisa bertahan selama tiga bulan.
...
"Tiga bulan ya, Rel?"
"Ya, begitulah..."
"Lo gak bilang sama orang ini... siapa sih namanya?" Rudi pun melihat layar Farel, "ya... Mia ya, gak bilang gitu?"
"Bilang apa? Bilang gue putus sama Keyla gara-gara dia? Ya, nggaklah, ngaco."
"Emang lo udah tau persis gimana orangnya? Siapa tau dia biasa aja, kan dia juga gak salah."
"Nah, justru itu, karena gue belum tau orangnya... ya... ya, iya sih. Ya udah, lah! Pusing," gerutu Farel, Rudi pun tertawa renyah.
***
"Lagi-lagi kamu gak nyaman," kata Dinda.
Ya, sekarang beralih ke rumah Dinda. Keyla sedang bertamu ke rumahnya, dia akan diantar pulang oleh Dinda nantinya.
"Iya... gimana ya, emang aku benar-benar gak dapat feel-nya. Apa emang aku gak cocok buat pacaran ya?"
"Mungkin belum waktunya, Key. Gimana? Mau balikan?"
Keyla langsung menggeleng pelan, "nggak, aku gak nyaman banget pacaran. Aku juga ngerasa kalo aku sama dia itu gak cocok, kayak lebih enak pas masih jadi teman dekat."
"Oh, jadi kamu ngerasa kalo dia malah dekatnya bukan jadi pacar ya?"
"Iya, maksud aku, lebih baik kayak malah sahabatan gitu. Sedih sih ya, cuma menurut aku ya gitu."
Dinda pun mengangguk, "ya... kalo emang itu prinsip kamu, terserah. Ikutin kata hati kamu. Pokoknya, kalo ada hal yang kamu rasa gak mampu, jangan dipaksain, gak baik buat ke depannya."
Dari keduanya, antara Farel dan Keyla, sebenarnya masih terdapat rasa-rasa yang tersisa. Namun, keduanya sama-sama membiarkan rasa tersebut lenyap perlahan.
Farel, yang masih duduk bersandar pada lemari pakaiannya sambil menggulirkan layar laptopnya yang masih menampilkan beranda Facebooknya, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah pensil yang tergeletak di meja belajar.
Rudi menyadarinya, "kenapa? Lo belum balikin tuh pensil anjir?"
Farel pun cengar-cengir, "hehehe, ya... belum. Udah lah, ntar gue taruh tempat pensil aja, gak bakal gue pakai juga sih, udah pendek gitu."
Ya, pensil itu tidak akan kemana-mana, Farel hanya malas mengembalikan benda kecil tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pensil Pendek
Novela JuvenilSeorang siswa kelas sepuluh bernama Farel menemukan seseorang yang memikat hatinya ketika baru saja mengawali masa SMA-nya. Mereka memang saling mencintai, namun pada akhirnya tak bertahan lama dan justru menjadi sahabat dekat yang saling mendengark...