"Ada yang bisa jemput gue di stasiun gak?" Farel membacakan pesan dari Devan di grup WhatsApp milik Sengklek Squad.
Danu pun bertanya, "habis dari mana dia?" Sebagian anggota Sengklek Squad masih sering berkumpul di masa kuliah mereka, yakni Danu sebagai tuan rumah, Devan, Farel, Rudi, Ersan, dan Yosan. Namun, kali ini Devan baru saja pulang dari kampungnya, entah apa yang dilakukannya di sana.
"Kampungnya," Ersan yang menjawab pertanyaan Danu.
"Oh iya. Ya udah, jam berapa dia sampai stasiunnya?"
"Ya... lo pada buka grup juga dong, tanyain," gerutu Farel.
Mereka pun menunggu balasan dari Devan sambil berbincang-bincang. Lalu, tiba-tiba saja ada nomor asing yang menghubungi Farel lewat panggilan telepon WhatsApp.
"Dih, ini nomor siapa dah?" Farel menunjukkan layar ponsel pintarnya.
Dari foto profilnya saja, tidak ada satupun dari mereka yang mengenalnya. Semua orang menggeleng, dan Farel menolak panggilan itu. Tetapi, nomor itu menghubunginya lagi, "dih, dia nelpon lagi!"
"Ya... angkat aja, tapi gak usah nyebutin nama lo," saran Rudi.
"Hati-hati, diculik lo ntar!" Yosan menakut-nakuti, ditinjulah lengannya oleh Ersan, "gak jelas, Yos, kurang!"
Farel pun mengangkatnya, mengaktifkan mode loudspeaker, dan menunggu suara di sana untuk berbicara lebih dulu. Suara dari ujung telepon pun akhirnya muncul, "halo, Rel? Gue pakai nomor teman gue, nih. Soalnya, baterai hape gue habis, gue Devan, Rel."
Semua yang mendengarkan pun berseru kecewa, "yah..."
"Kirain siapa, anjir!"
Farel bertanya kepada Devan, "mana lo? Jam berapa sampainya?"
"Ini udah mau nyampe, sini dong, tolong..."
"Yah, sekarang cuy?" Farel beralih kepada teman-temannya, "gimana?"
Danu mengambil ancang-ancang untuk berdiri dan masuk ke dalam rumahnya, "bentar deh, gue siap-siap dulu. Gue cuma ada tiga nih helmnya."
"Ya udah, gampang, nanti gue sama Rudi pakai helm dari gue aja."
"Si Devan bawa helm?"
"Oh iya," Farel pun bertanya pada Devan, panggilan itu masih terhubung, "woy, kucrut! Bawa helm gak lo?"
Devan menjawabnya, "kagak lah, cepetan nih, udah nyampe stasiun."
"Ya udah, diam dulu di sana, kan lo aja ada temannya," Farel pun mengakhiri panggilan tersebut.
***
Macetnya jalan membuat Farel dan teman-temannya merasa lelah, bahkan mereka belum sampai juga di stasiun, tempat Devan dan temannya menunggu. Bermacam-macam wajah tampak di setiap kendaraan, ada yang emosi, mengantuk, semangat, hingga datar dan sabar.
"Ini dikit lagi nyampe, lho, padahal," keluh Rudi yang dibonceng oleh Farel.
"Ya... mau gimana?" Sahut Farel, memilih untuk tidak ikut mengeluh.
Kemacetan bertambah padat dengan banyaknya angkot dan ojek online yang bertarung mencari penumpang.
Setelah cukup lama, mereka pun terbebas dari kemacetan dan berbelok menuju stasiun, mereka hanya menunggu di tepi dan tidak berniat memasuki kawasan stasiun tersebut.
"Mana dia?"
"Coba telepon."
"Kan baterai hape dia habis."
"Lo telepon nomor temannya yang tadi lah."
"Betul juga," Farel pun menghubungi nomor asing milik teman Devan yang sebelumnya menghubunginya.
"Halo, lo udah sampai?" Ya, Devan lagi yang menjawabnya.
"Ini udah di depan. Lo di mana, gila?"
"Oh, hahaha, sabar. Teman gue lagi di toilet."
"Cepetan!"
"Marah-marah mulu, hahaha. Sabar, coy!" Lalu, mungkin temannya sudah keluar dari toilet, karena Devan berkata di ujung telepon, "oh, udah? Woy, Rel, otewe keluar nih!"
"Oke," Farel pun menutup panggilan dan beralih kepada teman-temannya, "baru mau keluar sini dia, gak jelas."
Sambil menunggu, Farel pun mengambil air mineral dalam kemasan botol yang dia simpan di dasbor sepeda motornya, isinya masih tersisa setengah botol.
"Woy, guys!"
Farel pun tersedak di tengah nikmatnya tenggakan air tersebut, karena ternyata temannya adalah perempuan.
"Ngapa lo, Rel?" Rudi menepuk-nepuk pundak Farel.
"Uhuk, uhuk, foto profilnya cowok dah," kata Farel setelah agak lega. Gadis tersebut tidak berbicara sepatah kata pun, dia sibuk dengan ponsel pintarnya. "Hati-hati, Mbak, main hape di tempat umum gini bahaya," celetuk Farel, dia bermaksud baik.
Hal tersebut langsung mengundang olokan teman-temannya, "woahhh... Farel modus!"
"Bisa aja nih si Farel!"
"Jangan mau sama Farel, Mbak! Gak mandi tiga tahun!"
Gadis tersebut hanya tertawa kecil. Devan pun menjelaskan, "itu foto pacarnya." Semua pun terdiam, berpikir keras.
"Pacarnya?"
"Loh, terus, lo...? Wah, lo PHO ya, Dev?" Danu menunjuk-nunjuk Devan.
"Nggak lah, anjrit, gila lo! Dia saudara gue!"
"Dih?" Hal ini bertentangan dengan perkataan Devan sebelum-sebelumnya.
"Kata lo teman, gimana sih?" Rudi protes, menuntut kejelasan dari ucapan Devan.
"Iya, iya, ini saudara gue. Gue ke kampung tuh jemput anak ini, biar sekalian bareng pulangnya. Dia ke arah sana pulangnya," Devan menunjuk ke arah yang jauh, berlawanan dengan arah pulang mereka.
"Dia pulang sama siapa?"
"Nanti teman rumahnya jemput." Lalu, Devan bertanya kepada gadis tersebut, "udah sampai mana?" Dia menanyakan keberadaan teman gadis yang akan menjemputnya.
Gadis tersebut menjawab, sambil menunjuk arah yang tepat, "udah di palang sana, nunggu kereta lewat doang."
"Ya udah, nanti kita nungguin dia dulu," Farel memasuki obrolan dua bersaudara itu, Devan mengiyakannya.
"Kapan-kapan ajak ke kampung lo lah," kata Ersan.
"Sengklek Squad jalan-jalan aja dulu ini, kapan? Udah mau tahun baru," sahut Yosan yang diboncengnya.
"Ya udah, gue sama Rudi udah libur nih minggu besok," kata Farel.
"Oh iya, Rel, gue beli dagangan lo dong nanti," kata Devan, "buat di rumah."
"Boleh, ntar ke rumah gue dulu nih berarti?"
"Iya."
Akhirnya, teman dari saudara Devan itu pun tiba di tempat itu. Temannya terlihat bertanya-tanya tentang siapakah Farel dan teman-temannya, lalu gadis tersebut menjawabnya. Temannya memberikan helm kepada gadis itu.
"Cindy balik duluan ya, Pan?" Gadis itu menyebut dirinya dengan namanya ketika berbicara kepada Devan, dia pun pamit bersama temannya dengan sepeda motor.
"Eh, ya udah, hati-hati," jawab Devan, gadis tersebut pun berlalu.
"Dia manggil lo apa tadi?"
"Pan. Gue dipanggil Epan sama dia."
"Wahahaha, Epan, najis banget," celetukan Ersan mengundang tawa. Devan menghampiri Danu dan naik ke belakang sepeda motornya. Mereka pun mulai tancap gas, mengantar Devan ke rumahnya.
Ketika Farel tersedak saat minum, itu bukan saja karena ternyata yang bersama Devan adalah perempuan, tetapi juga karena saat pertama kali melihatnya, dia merasa bahwa sekilas ada kemiripan antara Cindy dengan gadis masa lalunya.
Bukan, bukan Keyla, dan wajah itu muncul kembali di pikiran Farel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pensil Pendek
Teen FictionSeorang siswa kelas sepuluh bernama Farel menemukan seseorang yang memikat hatinya ketika baru saja mengawali masa SMA-nya. Mereka memang saling mencintai, namun pada akhirnya tak bertahan lama dan justru menjadi sahabat dekat yang saling mendengark...