EMPAT

11 4 0
                                    

"Jangan, ih!" Omel salah satu siswi X IPA 2 di depan pintu kelasnya saat disodorkan jasad kecoak oleh Dika yang hendak membuangnya. Dia memegang antena hewan mengerikan tersebut dengan telunjuk dan ibu jarinya, lalu membuangnya ke tong sampah.

Sementara itu, berada tak jauh dari sana, Farel dan Rudi tengah duduk santai seperti kemarin di teras koridor, memandangi lapangan sebelum pulang. Ya, ini sudah waktunya pulang.

Menggendong tas masing-masing, mereka masih membicarakan hal yang sama.

"Gimana cara minta nomornya?" Tanya Farel.

"Tinggal minta aja, emang kenapa?" Jawab Rudi sekenanya.

"Ya malu lah! Nanti dicie-ciein sama teman-temannya."

"Dari pada galau lo, gak bisa tidur ampe pagi." Setelah diam sejenak, Rudi memberikan usul, "nih, gue banyak cara yang bisa lo pilih buat dapetin nomor dia!"

"Apa aja? Coba, coba."

"Nih, cara pertama, lo tulis surat, kertas gorengan kek, apa kek, terus lo lempar ke dia, dari jendela aja, Rel. Habis itu, lo kabur kek kemana gitu, pura-pura dari toilet juga gak apa-apa, lo basahin tangan sama sepatu lo biar terkesan beneran dari toilet, kan kena air tuh? Nah..."

"Apaan sih? Kok ngasih surat aja ribet banget."

"Nih, cara kedua deh, ikutin aja dia pulangnya kemana. Tapi, lo jalan kaki, Rel, biar gak ada yang curiga kalo lo ngikutin dia. Terus—"

"Lah, motor guenya gimana?"

"Gue jagain, gue tungguin di tempat yang bakal gue tentuin."

"Dih, ya masa gitu sih?"

"Gue belum selesai ngomong nih, cuy! Nih, lo ikutin, jaraknya jangan terlalu jauh, lo pura-pura lagi SMS-an aja. Habis itu, lo ambil tasnya, lo bawa lari, tapi gak usah jauh-jauh, capek lo pasti. Nah, dari situ kan dia minta balikin tasnya dong? Lo bilang gini, 'kalo mau tas lo balik, lo serahkan nomor hape lo!' Pasti habis itu lo langsung dapat nomor dia, Rel!"

"Yah, gila lo, Rud! Kalo gue digebukin warga gimana, anjrit?"

"Ya..." Rudi memanjangkan satu kata tersebut, "itu risiko sih," lanjutnya.

Farel pun tersenyum kesal, "aduh... lo tuh kalo ngasih saran yang sehat dikit gitu, ada gak sih?"

"Oh! Ini nih, cara ketiga nih! Lo ikutin dia lagi, biar tau rumahnya doang. Habis itu, malam-malam lo kerumahnya, diam-diam—"

"Mau nyopet?"

"Bukan! Ntar dulu dong! Gue lagi jelasin. Gini, lo diam-diam ke pintunya, pastiin orang rumahnya masih pada bangun. Dengan begitu, lo langsung ceklek, buka pintunya, langsung ngomong, 'Keyla, minta nomor lo dong!' Gitu, Rel, cobain deh!"

"Lo kebayang gak sih muka orangtuanya pas tiba-tiba gue masuk kayak gitu? Hahaha, gila lo, ah!"

"Oh, mau minta nomor gue? Bilang aja sih, kenapa harus kayak gitu? Hahaha."

Farel pun menyahut, "iya nih, Rudi gak jelas... eh?" Dia menyadari sesuatu, lalu melihat ke arah Rudi. Namun, dari ekspresinya, Rudi sudah terkejut lebih dulu dari Farel. Yap, Keyla menyimak perbincangan mereka sejak Rudi memberikan trik pertamanya.

Farel kebingungan dan langsung bertingkah sejadinya, "oh... ini... Keyla yang anak kompleknya Rudi ini mah, Key, ya gak sih, Rud? Yang belakang rumah lo, Rud, nah iya!" Sedangkan Rudi hanya bisa tepok jidat, "udah lah, Rel, gue yang malu nih."

"Hahaha, kenapa sih lo? Lo Farel, kan?"

"Umm... iya, siapa lagi, hehehe," wajahnya sedang memasang ekspresi yang menyebalkan.

"Tadi dia ngasih tau gue kalo lo mau minta nomor gue," kata Keyla sembari menunjuk Rudi.

Farel memasang wajah malas lagi kepada Rudi, "ah, elo, Rud."

"Sengklek Squad harus saling membantu, cuy!"

"Tapi kan..." Farel tidak tahu lagi harus berkata apa, dia langsung mengambil tindakan cepat, "oke, boleh minta?" Sedangkan Rudi berseru, "yes!"

Tamparan halus Farel segera menimpa pundak Rudi, "bodo amat!"

"Apa sih?" Gerutu Rudi, sedangkan Keyla hanya tertawa kecil.

"Sini hape lo," Keyla pun mengetikkan nomor teleponnya di ponsel Farel dan memberikannya kembali.

"Oke, makasih. Punya Facebook gak?"

"Waktu itu pernah buat, cuma, dibajak orang, nanti gue bikin lagi deh," jawab Keyla.

Rudi kembali ikut campur, "masih kurang apa gimana nih, Rel?"

"Udah napa, diam, ah elah!" Lalu, dia beralih berbicara kepada Keyla, "pulang sama siapa lo?"

"Sama adik gue, dijemput."

"Oh? Punya adik?"

"Hahaha, iya, dia cowok, kelas... berapa ya? Kalo gak salah masih kelas dua."

"SMP?"

"Iya dong, Farel..." malah Rudi yang menjawab, namun, Keyla mengiyakan.

"Ya, siapa tau SD, kan?"

"Serah lo!"

"Kok dia bawa motor? Bukannya belum boleh ya?"

"Oh, nggak. Iya emang, tapi dia kalo udah pulang duluan, gue suruh jemput, motornya mah di rumah."

"Parah lo, Key," Rudi turut berbicara.

"Hahaha, nggak ah, biasa aja. Kalo dia gak jemput, ya... gue jalan."

"Di mana emang?"

"Hmm?"

"Rumah lo."

"Situ..." Keyla menunjuk ke arah jalan pulangnya, "Komplek Sukasuka."

"Oh, serius? Gue belakang komplek lo, di Majumaju."

"Dekat juga, ya... Kalo lo di mana, Rud?"

"Jayajaya, pulang naik angkot, tapi mending sama Farel sih."

"Dih," sahut Farel dengan nada sinis.

Rudi pun menggoda lagi, "asik nih, kompleknya sebelahan. Untung squad kita belum pada tau nih."

Farel mencoba se-natural mungkin agar hari-hari ke depannya tidak 'kacau' oleh Rudi, "apaan sih? Emang gue mau ngapain?"

Keyla hanya tertawa dan pamit setelah melihat layar ponselnya, "eh, gue duluan ya? Gue di-SMS adek gue nih, udah di depan soalnya dia."

"Oke, hati-hati, Key."

Sesaat kemudian, Rudi berulah lagi, menunjuk-nunjuk Farel sembari cengar-cengir, "cie..."

"Berisik! Ayo bangun, mau pulang gak lo?" Farel menyeret Rudi untuk berdiri.

"Gue bisa bangun sendiri kali..."

Suasana sekolah semakin sepi, tersisa orang-orang yang tidak berkepentingan, anggota organisasi ataupun kegiatan ekskul lainnya, maupun siswa yang sedang piket kelas.

Sebelum pulang, mereka mengintip dahulu ke dalam kelas, masih ada siswa laki-laki yang belum pulang—Jodi, Frans, dan Yosan, mungkin mereka piket atau sekadar menahan diri sebentar lagi. Kemudian, mereka pamit kepada teman-temannya, "woy, duluan ya?" Farel melambaikan tangan.

"Lah, kirain udah balik lo!"

"Hati-hati, coy!"

Kemudian, Farel berbalik mendekati tong sampah. Di sana, dia melihat-lihat sejenak, lalu mengambil dan melempar kecoak yang berada di atas tumpukan sampah kertas ke arah Rudi.

Jelas Rudi teriak kelabakan, "WAH, GAK JELAS LO!"

Pensil PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang