"Udah, Pak! Minggir, minggir!" Perintah salah satu warga yang membawa sopir tersebut untuk menepi, berusaha melindunginya dari amukan beberapa korban dan juga warga sekitar.
Pak Ogah melanjutkan tugasnya untuk mengendalikan lalu lintas pasca terjadinya tabrakan yang dilakukan oleh sebuah mobil terhadap beberapa unit sepeda motor yang hendak melintas. Salah satu warga yang mampu mengendarai mobil pun menepikan mobil tersebut ke halaman parkir toko terdekat karena sang sopir telah ditahan oleh warga karena berusaha kabur.
"Jangan nontonin woy! Udah jalan aja!" Pak Ogah menegur para pengguna jalan yang teralihkan perhatiannya dari jalan hingga membuat arus lalu lintas di tempat itu terhambat.
"Motor saya bagaimana ini?!"
"Aduh, ada-ada aja nyetirnya nih orang."
"Itu patahan siapa, Pak? Ambil dulu, bahaya itu," tunjuk salah seorang dari kerumunan itu terhadap patahan dari bagian sepeda motor yang tergeletak di tengah jalan.
"Remnya blong atau gimana sih?"
"Bukan rem, bukan. Salah dia itu, Pak! Dia nyetir sambil buka hape, kok!" Ujar salah satu saksi mata yang merupakan pengendara sepeda motor yang berada di samping kanan mobil saat kejadian berlangsung. Sang sopir hanya bisa diam karena hal tersebut benar akibat kelalaiannya.
"Nah, kan, pantesan!"
"Ya ampun, bahaya banget, lagi rame juga jalanannya, lho!"
"Maaf, tolong, mana aja ini motornya yang rusak kira-kira?" Salah satu warga memeriksa berbagai sepeda motor yang terkena dampak tabrakan tersebut. Beberapa mengacungkan tangan, meminta ganti rugi dari sang sopir.
"Tuh, spion saya pecah sih satu."
"Sebelah kanan motor saya ada yang patah."
"Ini ibu saya lecet gitu lututnya, gimana, Pak?" Salah seorang pengemudi sedang membonceng ibunya saat kejadian berlangsung.
Warga yang bertanya tadi pun berbicara kepada sang sopir yang tidak membawa penumpang itu, "nanti sanggup gantinya, kan, Pak? Ditanggungjawabin ya?" Sang sopir pun mengangguk pelan, matanya tetap konsisten menatap tanah di depannya.
"Lagian, kau ngapain buka hape di jalan? Sambil nyetir pula. Kalo ada hal penting, berhentilah dulu ke pinggir. Atau jangan-jangan kau terbiasa buka hape kayak gitu selama ini, ya? Yang benar aja kau!" Tegur salah satu korban.
Sementara itu, Farel masih di sana, membelikan Keyla air mineral yang ada di sebuah warung kecil, tepat di belakangnya.
"Nih, Key."
Keyla pun meminumnya.
"Udah baikan?"
Keyla pun menjawab pelan, "udah, cuma kaki aku masih sakit."
"Ya udah, gak apa-apa, lanjut jalan aja, nanti sampai rumah diurut."
Farel pun membantu Keyla berdiri dan menuntunnya, namun Keyla menolak, "udah, Rel, aku masih bisa kok," walaupun masih agak pincang cara berjalannya.
Salah seorang warga menghampiri Farel, "Mas, jangan pergi dulu, ini mau dinegosiasi buat ganti rugi."
"Oh, nggak usah, Bang, biar yang lain aja. Ini saya cuma kesenggol sama yang lain, kok, motor saya gak kenapa-napa, saya bawa teman saya juga ini soalnya," Farel menunjuk Keyla.
"Mas sama Mbaknya benar gak kenapa-napa?"
"Iya, Bang, baik-baik aja, kok, dia perlu diurut doang di rumah nanti."
"Oke, Mas. Hati-hati di jalan."
Farel dan Keyla pun melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah Keyla, Farel menceritakan kejadian yang mereka alami apa adanya. Lalu, Farel pamit untuk pulang dan ibu Keyla mempersilakannya.
"Hati-hati, Dik."
"Iya, Tante."
Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya, kaki Farel masih terasa bergetar sejak insiden petang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pensil Pendek
JugendliteraturSeorang siswa kelas sepuluh bernama Farel menemukan seseorang yang memikat hatinya ketika baru saja mengawali masa SMA-nya. Mereka memang saling mencintai, namun pada akhirnya tak bertahan lama dan justru menjadi sahabat dekat yang saling mendengark...