[2] After 6 year

6K 745 135
                                    

"akhirnya selesai juga beres-beres nya," Giandra menyeka keringat yang turun di dahinya, tersenyum puas atas hasil kerja kerasnya saat ini. "Udah pukul 22 aja, konbini masih buka gak ya?"

Berpikir sejenak, Giandra akhirnya memilih untuk berjalan di kombini. Lagipula, jarak apartemen nya dan konbini terdekat tidak jauh. Hanya butuh 10 menit jalan kaki menurut perkiraan.

Tetapi saat di taman ia melihat sekumpulan anak remaja mengganggu anak kecil, seorang laki-laki sekolah dasar. Giandra yang ingin menolong mengurungkan niat, ia kalah cepat dengan remaja pria berambut kuning.

"Kok gak asing ya?" Gumam Giandra, memasang pose berpikir. Ia seperti pernah melihat remaja tersebut tapi dimana?.

Remaja itu mengambil botol kaca, kemudian memecahkan nya. Mengarahkan botol kaca yang tinggal setengah itu, pada gerombolan penindas. "Saat ini kekesalan ku sedang berada di puncak, pergilah atau ku bunuh kalian."

Para penindas itu langsung ketakutan, pergi sambil memapah teman nya yang berambut kuning dan berkulit hitam. Pingsan dengan bekas tinju di wajah.

Giandra kembali mengingat, tapi otak nya sama sekali tidak konek. Efek lapar, menggaruk kepala kesal, membuat rambutnya sedikit' berantakan. Giandra memilih untuk memenuhi tujuan awal, ke konbini guna mencari makanan dan mengisi perut.

Di sini gak kayak di indo soalnya, nengok keluar rumah udah ada warung. Kan gampang tinggal beli mie instan, jadi terbayang mie rasa kari dengan toping telur dan sawi. Akibatnya sekarang perut Giandra berbunyi.

"Akhirnya sampai," Giandra langsung memasuki konbini, menuju rak berisi makanan. Mengambil beberapa mie instan, lalu membawa nya ke kasir. Tapi ada yang aneh, konbini ini sepi, terlalu sepi padahal masih pukul 22:00.

Semakin aneh, kala ia melihat penjaga kasir yang gemetaran bahkan berkeringat. Ketika melayani dua orang pria berambut pirang, satu pendek satu tinggi bagai tiang listrik. Memakai baju hitam, dengan aksen abu-abu.

'siapa mereka?' Mengangkat satu alisnya, Giandra lebih memilih untuk tak mengidahkan dua orang itu. Antri dengan santai, menunggu kedua orang di depannya selesai.

"Hei kenchin, setelah ini kita mau kemana?" Pria yang bertubuh pendek memulai pembicaraan.

"Entah lah, mungkin pulang." Jawab pria tinggi yang di panggil kenchin.

"Temani aku beli dorayaki terlebih dulu ya."

"Hah?, Kau masih mau makan dorayaki?" Pembicaraan itu terus berlanjut, sampai belanjaan mereka selesai dan keluar dari konbini.

Si penjaga kasir bernapas lega, menyeka keringat, menetralkan ritme jantung. Sungguh ia seperti habis lari maraton 20km.

"Siapa mereka pak?" Giandra meletakkan keranjang belanjaan pada meja kasir, bertanya penasaran karena ekspresi si penjaga kasir yang ketakutan.

"Kau tidak tahu siapa mereka?" Si penjaga kasir bertanya tidak percaya, dan Giandra menjawab dengan gelengan kepala di sertai wajah kebingungan. "Mereka dari geng Tokyo Manji, sangat berbahaya lebih baik tak mencari masalah dengan mereka."

Giandra mengangguk paham, jadi itu sebabnya wajar. Di Tokyo memang banyak geng seperti itu, menurut informasi dari sang kakak. Setiap geng menguasai satu daerah, pantas saja si penjaga toko ketakutan.

"Semua nya jadi 200¥" Giandra menyerahkan uang pas, lalu keluar dari toko sebari mengucapakan terima kasih.

Sepanjang perjalanan giandra tersenyum, sedikit terkikik pelan. Untung gak ada orang, kalau iya bisa-bisa di kira orgil yang lepas dari RSJ.

"Hee, geng berbahaya kah?" Bergumam, ia menatap langit berbintang. "Bagaimana jadinya kalau penjaga tadi tau, aku mantan mafia ya?"

- - - - - - - - - - -

"Kau tunggu sebentar." seorang guru memasuki kelas bertuliskan 2-2. Sementara Giandra menunggu di luar kelas, sampai sang guru yang tak lain walas nya itu menyuruhnya masuk dan memperkenalkan diri.

Dari surat yang kakak nya kirimkan tadi pagi pagi buta, tanpa ada angin dan hujan. Ia diberitahu bahwa harus masuk sekolah, sebuah SMP di shibuya. Membuat Giandra kesal saat itu juga, bayangkan saja! Pagi pagi niat mau maraton anime malah di suruh sekolah.

Memang di umurnya yang masih muda seharusnya ia sekolah, untung dia pintar jadi bisa lompat kelas langsung kelas 2 SMP. Jam masuk sekolah juga cukup siang pukul 8, gak kayak di indo pukul 06:30 udah masuk.

"Silahkan masuk." Sang walas mempersilahkan masuk, melangkahkan kaki. Giandra berdiri di depan papan tulis, menatap calon teman-teman sekelasnya yang menatap nya. Beberapa pria sedikit merona.

"Namaku Giandra, Giandra Hiroki Thorvald. Salam kenal semuanya." Ia menundukkan sedikit badannya, lalu kembali tegak. Dari sekian banyak wajah, ada satu anak perempuan yang ia kenali. Tetangga sekaligus teman masa kecil walau sesaat.

"DRA-CHAN!!!!" Hinata Tachibana memeluk erat Giandra, sementara yang di peluk membalas sambil tersenyum maklum.

Sekarang waktu istirahat, para siswa dan siswi yang tadi penasaran dengan nya kini sudah pergi. Entah kemana, Giandra tak peduli. Tapi kalau ada yang gelud, patut buat di tonton.

"Sudah lama ya Hina-chan, bagaimana kabar mu adik mu juga?" Tanya Giandra, enam tahun gak ada kabar tiba-tiba balik. Sesaat Giandra merasa dirinya ini jelangkung.

"Aku baik-baik saja, Naoto juga. Kau kenapa lama sekali?!" Hinata dalam mode ngambek sekaligus marah. Membuat ia imut, memang kalau udah good looking apa aja cakep.

"Maaf, kukira cuman 3 tahun tau nya sampai 6 tahun hehehehe" Giandra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kau sudah punya pacar belom?"

Hinata langsung merona, memainkan jarinya lalu tersenyum malu sambil mengangguk. "Siapa?"

"Hanagaki Takemichi." Otak Giandra langsung konek, remaja pria kemarin. Baru ia ingat namanya, anak yang pernah ia tolong waktu kecil dulu. Hanagaki Takemichi.

"Kau menyukainya karena dia menolong mu ya?" Hinata langsung terkejut dengan ucapan Giandra.

"Bagaimana kau tahu?!"

"Hanya menebak Hina-chan."

Hinata mempoutka pipinya, mendengus gusar. Kalau adu mulut sama teman nya satu ini gak akan selesai, pasti selalu kalah. "Ayo ku ajak keliling sekolah."

Hinata membawa ralat, tapi menyeret Giandra keluar kelas. Karena orang terkait sebenarnya mau tidur siang, sambil mendengarkan musik. "Eh, pelan-pelan!"

Mereka berkeliling sekolah, sampai keributan menarik perhatian kedua gadis itu. "Eh?, Mereka kan-"

• ÷ • ÷ • ÷ • ÷ • ÷ • ÷

Meringis ku melihat ketikan sendiri, serasa gaje banget tapi kemampuan ku untuk saat ini mentok sampai sini.

Silahkan vote dan coment, jika ada kesalahan mohon maaf

See you next chapter

Cʜᴀɴɢᴇ Tʜᴇ Fᴜᴛᴜʀᴇ { ᵗᵒᵏʸᵒ ʳᵉᵛᵉⁿᵍᵉʳˢ }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang