1

18 4 0
                                    

Derasnya intikan hujan terdengar dari atap rumahku, teringat beberapa tahun lalu hujan adalah pertanda kehaangatan akan datang. Hujan juga selalu menjadi pertanda baik untukku. Karena semua pertanda yang dibawa hujan itulah aku selalu merasa bahwa selama hujan terus turun dan datang aku akan selalu bisa merasakan kehangatan dan aku akan baik baik saja.

Itu hanyalah deksripsi lama yang aku buat tanpa pemikiran panjang. Sekarang hujan sudah tidak membawa pertanda apapun lagi bahkan aku berharap hujan tidak pernah turun lagi. Terkadang aku merasa hidupku ini begitu menyedihkan. Aku, gadis yang harus terus mampu hidup berdampingan dengan rasa 'kemandirian' dalam segala hal. Dan juga aku yang hebat dalam mengatasi berbagai hal sendirian.

.............................

Hari ini hujan turun lagi sama seperti hari hari sebelumnya. Bau khas yang ditimbulkan hujan mulai menyeruak. Tak usah diragukan lagi segala hal dapat dibawa oleh hujan mulai dari hal baik seperti kenangan hingga bencana. Sudah bertahun-tahun rumah ini terasa kosong dan hanya akulah penghuninya namun, aku tidak tahu jika mungin ada makhluk lain yang tinggal di rumah ini selain manusia seperti diriku.

Mungkin kalian bertanya-tanya dimana orangtua ku. Aku juga terkadang suka memikirkan pertanyaan itu namun, itu dulu saat aku belum lupa apa, bagaimana dan siapa orang tuaku. Mereka sudah pergi entah kemana, aku juga tidak menanyakannya, lagipula aku tidak tahu harus bertanya pada siapa.

Kejadian itu masih teringat samar-samar di kepalaku, mungkin sekitar 5 atau 6 tahun yang lalu. Saat itu hujan tengah turun sangat deras, sangking derasnya suara tv tidak terdengar, ayah dan ibuku bead di ruang tengah sementara aku sendiri di kamar sibuk mengerjakan pr ku. Jam menunjukkan pukul 4 sore, di menit awal suasana masih hening diiringi dengan suara hujan yang turun namun, saat aku ke dapur untuk mengambil air suasana sudah berubah 180 derajat.

Aku mencoba mengintip dan mencuri dengar apa yang tengah terjadi. Tidak, bukan piring terbang ataupun bom gelas. Hanya adu mulut biasa dengan intonasi yang tinngi dan perkataan yang terbilang kasar. Namun, ada satu kalimat yang membuat hati dan perasaanku mati seketika.

"Anak itu selalu saja menyusahkan! Kau bahkan tidak bisa mengajarinya dengan benar!" itu adalah suara ayahku.

"... Aku bahkan tidak sudi punya anak, kau sendiri yang memaksaku untuk mempunyai anak!" dan itu adalah ibuku.

Suatu pendapat dan pemikiran yang sangat bagus. Aku bahkan sampai tidak pernah mempunyai pendapat mengapa orang tua ku adalah mereka. Mungkin karena aku masih kecil saat itu, lagipula apa yang bisa dipikirkan oleh seorang anak keci kelas 5 SD, selain bermain dan belajar. Setelah aku mendengar kalimat itu, aku kembali ke kamarku dan kembali mengerjakan pr ku.

Tak butuh waktu lama, mereka pun pergi dalam hitungan menit bertepatan dengan meredanya hujan. Setelah kepergian mereka, aku pergi ke ruang tv, menyalakan speaker besar dan memutar lagu-lagu yang sangat berisik. Aku duduk di sofa yang empuk sambil menikmati lagu yang hampir membuat gendang telingaku pecah.

Jam menujukkan pukul 6 sore, seseorang membuka pintu dengan kasar dan meneriakkan namaku. Itu pasti bukan ayah ataupun ibu, pikirku. Untuk apa mereka memanggilku, aku tidak terlibat dalam masalah mereka.

"Syukurlah kamu baik baik saja"

Ternyata itu adalah bibiku – pembantu sekaligus pengasuhku – ia langsung memelukku erat. Aneh, tentu saja aku tidak apa-apa, memangnya apa yang terjadi padaku. Ia lalu menggendongku dan membawaku ke teras depan. Ia juga menyuguhiku dengan coklat panas buatannya.

" Kenapa tidak telfon bibi?" tanyanya

"Telfon bibi? Untuk apa? Bibi kan sedang libur. Oh iya bibi kenapa kemari? Bibi tidak jadi libur?"

Thank youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang