Sesampainya di rumah , ku rebahkan diriku di sofa ruang tengah lalu menyalakan tv. Aku tidak peduli apa yang ditayangkan di tv asal aku mendengar suara berisik dari tv, aku merasa bisa menumpahkan segala kekesalanku atas kejadian yang terjadi hari ini.
"Kak, kecilkan volume tvnya! Gak baik kak buat pendengaran!" Omel Hyeri
Entah Hyeri atau bibi, mereka selalu saja memarahiku saat aku menyalakan tv dan alasannya selalu saja sama. Namun, aku tidak peduli. Aku menyukai suasana saat aku mendengarkan tv dengan volume keras, tidak peduli jika nantinya telingaku terluka.
"Kak, kakak kenapa sih?! Cerita dong kalo lagi kesel, jangan gini terus!" ujar Hyeri merebut remot tv dari tanganu lalu mematikan tv.
"Tidak ada" jawabku singkat lalu beranjak menuju kamark
"Ayolah kak, kakak selalu begitu setiap kali kakak kesal, apa tidak bisa adikmu ini berguna?!" Omelnya mengikuti ke kamarku
"Hyeri, tolong keluar. Jika kau ingin berguna, pergi belajar dan bantu ibumu!" balasku ketus mengusirnya dari kamarku
"Kakak, aku selalu menanggap kakak itu kakak kandungku. Kakak bisa cerita padaku setiap kakak kesal atau apapun" ujarnya sambil merangkulku
"Hyeri, berapa kali aku katakan sadarlah pada kenyataan bukan anggapan. Aku bukan kakak kandungmu. Jadi jika kau masih menganggapku kakakmu dan sadar pada kenyataan, tolong tinggalkan aku sendiri" jelasku
"Baik, tapi nanti kalau aku panggil, kakak ke dapur ya. Kita makan sama-sama"
"Iya"
Hyeri keluar dari kamarku dan menutup pintu kamarku. Ia selalu begitu, menganggapku sebagai kakaknya dan bibi yang selalu menganggapku sebagai anak. Terkadang aku terbuai dengan anggapan mereka, aku merasa bahwa keluargaku baik-baik saja karena mereka selalu menganggapku sebagai keluarga.
Lagi-lagi aku harus sadar terhadap fakta bahwa keluargaku sudah lama hancur dan fakta bahwa aku anak yang dibuang. Oleh karena itu, sampah sepertiku yang sudah dibuang ini meskipun sudah dipungut dan dijaga tetap saja diriku ini adalah sampah. Sampah yang keberadaannya tidak diinginkan.
Hanya karena dua orang aneh tadi hariku terasa lebih berat. Tapi, jika ku ingat lagi, sepertinya aku tidak pernah melihat mahasiswa yang bernama Jimin itu. Sekalipun dia bukan satu semester dan satu jurusan denganku, aku tidak pernah melihatnya. Lalu Taehyung, jika ia mengetahui namaku dan wajahku berarti Jimin mempunyai fotoku?. Ah tidak... itu tidak penting. Mau foto atau apapun aku tidak akan peduli.
................
Jam menunjukkan pukul 10 pagi. Lagi-lagi aku bangun terlalu siang, hari ini aku harus mengambil barang ke distributor tepat Hyeri memesan. Kali ini Hyeri memilih untuk menjual pakaian. Dikarenakan Hyeri masih bersekolah, maka aku harus pergi sendiri. Setelah mengambil barang-barang pesanan Hyeri, aku akan pergi bertemu seseorang untuk membahas investasiku.
Beruntung lalu lintas dan cuaca hari ini tengah bersahabat jadi, aku bisa sampai ke tempat distributor lebih cepat. Aku berharap tidak ada yang merusak hari ini. Sesampainya aku di gudang distributor, aku langsung menghampiri coordinator barang dan menyebutkan nama Hyeri dan menunggu barang-barang diangkut didalam bagasi mobilku.
Selagi aku menunggu, sepertinya aku akan jajan sebentar ke warung depan kebetulan juga aku belum sarapan. Tidak lupa aku berpesan pada satpam disana untuk mengawasi mobilku. Sepertinya harapanku agar hari ini berjalan dengan tenang tidak diindahkan oleh Tuhan. Seorang pria yang terlihat mabuk menghadang jalanku. Berkali-kali aku menghindar ia tetap menhadangku.
" Maaf, anda menghalangi jalan saya" Ujarku
" Kau tahu, sepertinya .... Hahahah" ucapnya tak karuan
" Dasar menganggu saja!" gumamku
" Hei! Kau bilang apa tadi?! Mengganggu?!" bentaknya padaku
" Aku yakin telingamu masih berfungsi dengan benar, jadi menyingkirlah!" balasku dengan kasar mendorongnya hingga ia tersungku ke tanah dan meninggalkannya
" Dasar sampah tidak berguna! Kau pikir aku mau hidup seperti ini, hah?!"
Lelaki itu sudah keterlaluan. Aku kembali menghampirinya menarik kerah bajunya, melemparnya kea rah tembok, lalu mencekiknya. Aku tidak peduli jika aku menjadi pembunuh dan ditahan dipenjara seteah ini. Pria ini sudah benar-benar melewati batasnya.
" ckkk.. lepas..."
" Dengarkan aku pemabuk, jangan pernah kau mengataiku sampah dengan mulutmu itu! Kau pikir jika orang waras sepertiku ini sampah, lalu orang sepertimu ini apa, limbah dari sampah?"
Ia masih memberontak mencoba melepaskan cekikan dari tanganku
" Setidaknya jika kau tidak bisa menjalani hidupmu dengan baik jangan mengganggu orang lain atau lebih baik kau mati saja!" bentakku membantingnya ke tanah.
Kurapihkan bajuku yang sebelumnya berantakan sementara pria itu masih terduduk di tanah terbatuk-batuk mencoba untuk bernafas. Ketika aku hendak meninggalkannya, ia menahan kakiku dengan lemas.
" Tunggu" Ucapnya
" Aku sudah selesai berurusan denganmu, lepaskan!" seruku
Ia mencoba berdiri dan mebersihkan bajunya dari tanah, bau alcohol menyeruak ketika ia berhasil berdiri di hadapanku membuatku ingin muntah.
" Aku mengenalmu"
" Aku tidak tertarik bicara dengan pemabuk sepertimu" ujarku membalikkan badanku
" Tidak, sungguh aku mengenalmu. Kalau tidak salah namamu Aira"
" Kau bukan penguntit atau semacamnya,kan?" tanyaku heran. Entah aku yang terlal tidak peduli terhadap lingkungan atau mungkin aku sudah menjadi perbincangan orang-orang karena kepribadianku yang seperi berandal.
" Bukan, aku teman sejurusanmu" jelasnya
" Aku tidak peduli" balasku
" Terimakasih" kata-kata itu berhasil memberhentikan langkahku
Aku tidak pernah mendapat kata-kata itu dari siapapun selain dari Hyeri dan bibi.
" Terimakasih, telah menyadarkanku" Ucapnya lagi. Aku masih terdiam, memikirkan apakah kata-kata itu mempunyai arti hingga bisa membuat diriku terkejut dan mematung
" Aku tidak pernah melihatmu di kelas, apa kau.."
" Bukan urusanmu" Potongku dan melangkah pergi.
..............
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank you
Fanfiction"Terimakasih sudah ada, Terimakasih sudah mendegar, Terimakasih sudah menemani. Dan terimakasih sudah lahir ke dunia ini dengan selamat" Setidaknya itulah perkataan yang membuat Aira bertahan dan membuatnya yakin bahwa hidup ini indah. Hidupnya beru...