[Chapter 5]

1.7K 322 84
                                    

Sunoo sama sekali tak memperdulikan jasnya yang bernilai lebih mahal dari apartemen Jongseong, atau sepatu hitam mengkilapnya yang bernilai lebih mahal dari setengah kilo emas.

Tujuannya hanya satu: menemukan Jongseong.

Ketika ia melihat gedung apartemen itu dari dekat, ia melihat apartemen empat lantai itu tinggal kerangka yang dilalap api. Petugas kesehatan dan aparat keamanan lainnya telah mengevakuasi semua penghuni apartemen dan gedung-gedung di dekatnya. Tak jauh dari sana, terlihat kerumunan manusia yang menatap ketakutan akan tempat tinggal mereka yang telah terbakar atau yang beresiko terkena lidah si jago merah.

Kenyataan bahwa beberapa menit yang lalu, Jongseong juga berada di gedung itu mengocok perutnya, membuatnya kehilangan keseimbangan sebelum bertumpu pada mobil polisi yang ada di sebelahnya.

Dan setelah berusaha mendengar berita paling baru tentang kebakaran itu melalui radio di mobil Jaeyoon, dada Sunoo terasa sesak ketika mengetahui ternyata gedung itu tak memiliki alarm kebakaran, dan mayoritas penghuni selamat karena salah satu penghuni berlari menggedor semua pintu sembari berteriak. Jika saja Jongseong sedang tidur-

Jongseong bisa saja telah mati ketika Sunoo sedang menyantap makan malam di sisi lain Seoul.

Dan pemikiran itu semakin diperburuk ketika matanya menangkap sederet kantong mayat yang berderet di sisi lain titik kumpul.

Air mata merembes sebelum dapat ia cegah, namun ia buru-buru menggeleng dan menghapusnya. Ia tak boleh patah harapan, terlebih ketika belum mulai mencari Jongseong.

Dengan langkah bergetar, ia berjalan menghampiri kerumunan penduduk. Beberapa dari mereka terlihat berkumpul dalam kelompok kecil, saling merangkul, berpelukan dan menenangkan satu sama lain. Namun Sunoo tak dapat menemukan Jongseong.

Ia pun beralih ke sederet ambulance dan sekumpulan korban terluka, namun hasilnya nihil.

Harapannya mulai pupus. Satu-satunya tempat yang belum ia periksa adalah deretan korban jiwa yang telah terbungkus rapi.

Ia menggeleng, lalu berusaha kembali menelfon Jongseong. Setelah ketiga kalinya mencoba dengan ponsel Jongseong yang masih tidak dapat dihubungi, tangannya kembali bergetar, pandangannya melayang ke segala arah.

Hingga akhirnya mendarat di sebuah sosok familiar: Jongseong yang duduk menyendiri di ambulans paling ujung, paling jauh dari kerumunan orang.

"Oh, hyung."

Tubuhnya terasa seperti sedang diguyur air hangat. Lega. Rusuknya terasa kembali terbuka untuk memberikan ruang bagi paru-parunya. Langkahnya semakin ringan menghampiri lelaki itu, hingga akhirnya berjalan cepat dan berlari.

Jongseong tak melihatnya, duduk bersandar pada ambang pintu ambulans sembari menggenggam erat selimut yang menyelimuti nya. Ketika ia semakin dekat, langkah Sunoo terhenti.

Jongseong sedang menangis.

Sunoo tau itu hal yang wajar. Siapa yang tidak akan sedih bahkan menangis melihat tempat ia tinggal habis tak bersisa?

Namun, ia sedikit terguncang. Pertama kali ia bertemu dengan Jongseong, ia tak mengira bahwa eksterior tangguh lelaki itu menyimpan interior yang rapuh di dalamnya. Bahwa ke jantanannya adalah buah dari bertahun-tahun harus terlihat kuat di depan sang adik dan ayahnya, harus terlihat bahwa ia mampu untuk memenuhi semua kebutuhan mereka.

Hingga Jongseong terpaksa menangis sendirian.

Apa benar kamu seorang pembunuh, hyung?

Mengetahui sang hyung baik-baik saja, Sunoo mendekatinya dengan perlahan, ingin memberikannya waktu lebih lama untuk menangis namun tak ingin membuatnya sendirian lebih lama.

SWITCH BABY [Jaynoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang