1. Hidup

1.8K 177 27
                                    

Kehidupan yang monotan, siklus yang terus berulang. Hinata tidak tau sudah berapa lama dia terjebak dalam lingkaran penuh kejenuhan ini yang jelas hari-hari penuh rasa bosan itu masih membelenggu kehidupan Hinata.

Di saat teman-temannya sibuk mengurus anak dan mengejar mimpi Hinata justru sibuk meratapi nasipnya yang kerap kali tertipu investasi bodong. Sial, nasip dirinya yang tak begitu cerdas membuatnya begitu mudah di tipu. Entah sebab polos atau bodoh Hinata selalu saja menjadi sasaran empuk untuk mereka-mereka yang suka mencari uang dengan cara haram.

“Katanya dalam sebulan orang itu mau ngehubungi lagi, udah tiga bulan kok gak ada kabarnya ya?” monolog Hinata, gadis cantik itu sedang mengutak-atik ponselnya sambil mengingat kembali nomor orang yang kemarin menawarinya investasi.

“Lah kok gak aktif?!! Jangan jangan gue di tipu lagi?!”

Ya begitulah Hinata, si cantik yang begitu polos hingga mudah di bodohi para penipu tak tau  diri.

***

Naruto sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk putrinya, lelaki berkarisma itu terlihat sangat menawan dengan balutan apron berwarna hitam yang membungkus tubuhnya.

Sweetheart, wake up…” Naruto memekik memanggil putri tunggalnya yang sedari tadi masih terlelap di sofa. Kenapa di sofa? Karena Naruto sudah membangunkannya tadi dan balita mungil itu hanya berpindah tempat kemudian melanjutkan tidurnya.

“Himaaaa…”

“Ummm….”

Wake up baby,”

“Hima masi ngantuk Papa.. nggak mau bangun..” jawab balita itu dengan suara malasnya.
Baby come on, Papa ada meeting pagi ini..”

“Papa Hima want es krim..”

No es krim baby, masih pagi..” tolak Naruto, pria tampan itu meletakan sarapan yang sudah selesai di buatnya di atas meja lalu menyusul putrinya. Nasip mengurus anak sendiri, pagi-pagi buta dimana kebanyakan lelaki seumuran Naruto menghabiskan waktu tidur pulas Naruto justru harus menjadi budak untuk anaknya.

“No es krim Hima ngga mau bangun..” kembali balita itu menutup mata, dengan gaya merajuknya dia memunggungi Naruto.

“Hima, come on baby.. jangan ngambek gini nanti Papa kesiangan sayang..” bujuk Naruto, entah kenapa belakangan ini anaknya jadi sangat menyebalkan dan kadang Naruto ingin sekali menenggelamkan si kecil nan aktif ini ke rawa tapi tidak berani.

Noo.. Hima want es krim Papa..”

“Sekarang ga boleh tapi kalau nanti siang boleh,”

Balita berusia empat tahun itu berdiri dengan semangat, “Promise?” ujarnya sambil mengacungkan jemari mungilnya.

Promise .” Naruto mengamit jemari mungil itu kemudian mengecupnya. “Come on, nanti Papa telat Hima belum sarapan juga..”

Yeay, Papa I love you..” balita itu melompat ke pangkuan Naruto lalu memeluk lehernya erat.

“Hm, love you to baby..” 

Himawari Namikaze, satu satunya yang Naruto punya. Di antara banyaknya harta yang pria itu punya Himawari adalah satu-satunya yang paling berharga. Balita lima tahun darah dagingnya yang tidak pergi ketika dia terpuruk dan hancur seorang diri. Senyum cerahnya adalah candu, tawa gembiranya adalah pelipur lara paling sempurna. 

***

Hinata berlari kecil menyusuri trotoar, sial gara-gara dia meratapi uangnya yang kembali raib Hinata sampai lupa dia bekerja shif pagi hari ini. Gadis cantik berhelaian indigo itu berlari mengejar sebuah bus namun nahas bus itu telah melaju meninggalkan Hinata di halte.

“Aaaa… Mama…. Gimana ini??!”

Tak ada pilihan lain, Hinata menaikkan roknya tinggi-tinggi lalu mengambil ancang-ancang untuk berlari.

“Cuma lima kilo Nat, ayo semangat hitung-hitung diet.” Monolog Hinata menyemangati dirinya sendiri. “Hiyahhhh….” Dengan jeritan panjang Hinata berlari ke arah dimana kantornya berada.

Entah sudah keberapa kali Hinata mengalami pagi seperti ini, baginya ini seperti dejavu yang terus berulang dan ya ini menyebalkan.

Setelah melalui perjalanan penuh keringat dan juga umpatan Hinata sampai disebuah gedung dimana dia bekerja. NamiCorp, tempat yang sudah menempungnya selama beberapa bulan terakhir. Tempat yang memberikannya pekerjaan sederhana namun bayaran yang lumayan tinggi.

Kalau kalian kira Hinata bekerja sebagai karyawan yang memakai baju rapih maka kalian salah!

Hinata baru berusia dua puluh empat tahun yang bahkan belum mendapat gelar sarjananya. Mahasiswa abadi yang skripsinya selalu di revisi, entah sampai kapan penderitaan Hinata akan berakhir yang jelas gadis itu masih berusaha menjalani hidupnya dengan baik.

Menjadi officegirl sepertinya bukan pekerjaan yang buruk, Hinata bisa menutup biaya kuliahnya yang cukup mahal bahkan dia bisa membayar uang sewa kontrakannya dengan gaji itu pula. Untuk makan dan segala keperluan lainnya Hinata masih menapat kiriman dari Kakaknya yang bekerja sebagai seorang arsitek.

Kakaknya arsitek maka jangan tanyakan seberapa jeniusnya dia tapi kenapa Hinata tidak terlahir dengan IQ yang menyamai Kakaknya? Kadang Hinata mengutuk hal itu.

“Hinata Hyuga, terlambat lima belas menit!” seorang kepala staf menatap Hinata tajam sedangkan gadis itu tanpa rasa bersalahnya hanya tersenyum lebar.

“Maaf Kak tadi aku kalah balapan sama bus di halte,” jawabnya.

Pria dengan tato di dahinya itu menghela nafas pelan, “Lain kali sarapan dulu kalau balapan biar ada tenaganya!” sergahnya sambil mendengus kesal.

“Hehe aku lupa sarapan Kak,”
Pria itu mendengus pelan, “Di atas meja saya ada sandwich, makan terus kerja!”

“Siap Kak, laksanakan!” Hinata buru-buru berlari ke arah ruangan kepala stafnya itu lalu mengambil sandwich sesuai perintah Sabaku Gaara selaku atasannya yang sangat-sangat baik hati dan pengertian.

Hinata bergegas mengambil pakaian gantinya lalu dia pergi ke ruang ganti. “Huft untung atasan gue sebaik Kak Gaara, coba kalau Kak Konan udah habis gue di bantai tiap hari.”

***

Sweetheart, nanti Papa jemput siang ya?” Naruto menurunkan putrinya di depan sebuah gedung taman kanak-kanak sekaligus tempat penitipan.

“Hum, bawain Hima es krim ya Pa??”
Naruto mengangguk lalu mengecup dahi putrinya lembut, “Pasti princess.. udah sana masuk Papa liatin dari sini..”

“Dah Papa..” Himawari melambaikan tangannya kea rah Naruto lalu berlari memasuki gedung tinggi itu.

Naruto menatap putrinya dari kejauhan, ada senyuman bangga yang terlukis di wajah adonisnya. Bangga, pada ahirnya dia bisa membesarkan anaknya seorang diri tanpa bantuan siapapun. Kilas balik tentang betapa perihnya kehidupan Naruto dulu terus terulang memberikannya motivasi untuk terus berjuangan demi kebahagiaan putrinya sendiri.

Dia akan selalu mengingat orang-orang yang mengulurkan tangan padanya saat dia kesulitan dan juga orang-orang yang tertawa bahagia melihat kehancurannya.

“Papa bakalan selalu bahagiain kamu, Hima..”

Next____

MAMA | Hyuuga Hinata✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang