13. Penolong

965 125 11
                                    

Naruto menatap lurus ke arah jendela kantornya, fikirannya kosong dan berantakan. Seandainya dia tidak ceroboh dan gelap mata, seandainya dia bisa bersabar dan menungu kabar yang sebenarnya mungkin semua tidak akan sekacau ini.

Sekarang, setelah putrinya kembali Naruto masih belum merasa tenang sama sekali.

“Nar, klien udah nunggu.”

Pemuda itu menatap malas ke arah Shikamaru yang membawakan jasnya. “Gue bisa skip aja gak?” tanya Naruto. Shikamaru menggeleng kukuh.

“Gak, lo udah keseringan pake wakil sekaran waktunya lo turun tangan sendiri.” Tegas Shikamaru.

“Gue mau nyari dia, gue gak bisa tenang.” Tolak Naruto frustrasi, dia menjatuhkan kepalanya di meja lalu menutup mata.

“Lo gak usah mikirin dia, anak lo udah ketemu sekarang fikir aja saham kita yang harganya turun. Biar cewek itu gue yang cari.”

“Gak bisa gitu Shika, gue mau nyari dia sendiri.”

“Nar,”

“Kenapa lo selalu ngelarang-ngelarang gue? Emangnya salah kalau gue mau tanggung jawab?” Naruto mengangkat kepalanya ke atas lalu menatap Shikamaru tajam.  “Kenapa gue gak boleh nebus kesalahan gue?”

Shikamaru menghela nafas pelan, “Lo fikir pake logika aja deh Nar, emangnya ada manusia yang bisa hidup setelah lo siksa kaya gitu? Lo gak kasih dia makan bahkan setetes air pun gak lo kasih?!”

Naruto menunduk kemudian mejambak rambutnya frustrasi, dadanya sesak. Dia memang pria tak berperasaan, dingin dan juga temperamental tapi ketika dia menyadari kesalahannya Naruto tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Wajah memelas itu, wajah yang memohon untuk di ampuni. Wajah it uterus terngiang di kepala Naruto hingga membuat tidurnya tidak pernah nyenyak, jangankan tertidur memejamkan mata saja Naruto merasa wajah Hinata ada di pelupuk matanya.

“Sebenernya gue gak mau ngomong ini cuma kayanya lo perlu tau,” Shikamaru menjeda kalimatnya kemudian menatap Naruto dengan mata tajamnya. “Hinata udah mati, jasadnya gue yang ngubur. Gue gak bisa ngebiarin ada jenazah di biarin busuk gitu aja di dalam kamar mandi. Meski sikap gue gak jauh beda sama binatang, tapi gue masih punya cukup empati buat ngehargai kematian seseorang.”

Naruto seperti di pukul telak di ulu hati, dalam diamnya dia menangis. Shikamaru pergi meninggalkan Naruto di ruangan itu, dia tau Naruto butuh waktu sendiri.

Naruto meremas dadanya yang sesak, air matanya merembes dari pelupuk mata. Entah kenapa mendengar kenyataan gadis itu meninggal membuat separuh jiwa Naruto kehilangan kendali, entah karena rasa bersalah atau menyesal Naruto merasakan sakit luar biasa ketika mengetahui kenyataan gadis itu sudah pergi untuk selamanya.

“Tuhan, kembalikan dia.” Jerit Naruto dalam hati.

***

Hinata duduk di sebuah sofa sederhana di ruangan tak kalah minimnya, gadis cantik dengan balutan perban yang hampir menutup seluruh tubuhnya itu menonton sebuah acara di televisi dengan antusias. Padahal hanya spoonsbob tapi wajah gadis itu seperti tengah menunggu seseorang yang akan memberinya hadiah.

“Lo laper gak?” sebuah suara serak dan berat menginterupsi kegiatan Hinata menonton. Hinata tak menoleh pandangannya masih tertuju ke arah televisi. “Gue nannya tu di jawab!!”

Hinata berdecak saat mendengar suara lelaki itu kian meninggi, “Iya gue laper!!!” balas Hinata kesal.

“Ya kalau laper gue harus apa?” sahut lelaki itu kesal.

“Ya masakin gue lah kan gue tamu.”

“Udah numpang, nyusahin pula!”

“Ya sapa suruh bawa gue ke sini?”

“Udah di selametin gak tau terimakasih ya lo!!”

“Iya iya makasih!”

Lelaki itu mendengus lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk gadis itu, hampir satu minggu dia menampung Hinata, keadaan gadis itu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, ternyata menjadi lulusan farmasi di salah satu universitas ternama di Tokyo membuatnya mampu meracik obat dan membuat penyembuhan Hinata jadi lebih cepat.

“Yahiko, kayanya gue pengen omlet!” jerit Hinata dari depan televisi. Lelaki yang di panggil Yahiko itu berdecak.
“Lo kira gue babu?!”

“Kan emang  babu gue!”

Yahiko Uzumaki, dia adalah lelaki yang menyelamatkan Hinata beberapa hari lalu. Yahiko adalah tangan kanan Shikamaru, dia bekerja di bawah pimpinan Shikamaru meski dia juga merupakan anak buah Naruto. Tapi Yahiko bekerja untuk Shikamaru, bukan Naruto. Hinata tidak tau bagaimana caranya lelaki itu menyelamatkannya yang jelas Hinata hanya merasa sangat bersyukur karena bisa lepas dari siksaan Naruto meski harus menanggung bekas luka yang tak terhitung banyaknya.

“Keadaan lo sekarang? Udah mendingan?” Yahiko membawa semangkuk bubur ayam untuk Hinata juga sepiring omlet untuknya.

“Udah mendingan kayanya bisa lepas perban gue,” jawab gadis itu. Dia sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya.

“Jadi kapan lo mau gue anter ke China?”

Hinata menghentikan kegiatannya mengaduk bubur ayam itu lalu menatap Yahiko nanar,  “Gue masih takut keluar dar sini.” Jawab gadis itu pelan.

Yahiko mengangguk, dia mengusap kepala Hinata pelan. “Kalau lo takut lo boleh tingal di sini, Cuma mulai sekarang gue bakal sering ninggalin lo sendiri, gue gak bisa ngilang terlalu lama atau Naruto curiga.”

“Nggak papa yang penting gue di sini aman,”

“Gue jamin di sini aman, lo cukup istirahat sampe beneran sembuh.”

Hinata mengangguk patuh dia menyendok bubur ayam itu perlahan, sebanyak apapun makanan yang di minta Hinata, Yahiko hanya akan memberinya bubur ayam entah apa alasannya Hinata tidak tau.

“Makan yang banyak obatnya jangan lupa di minum, di kulkas ada banyak makanan kalau lo pengen ngemil.” Yahiko beranjak dari tempatnya lalu meraih jaket kulitnya. “Gue berangkat.” Pamit lelaki itu lalu keluar dari apartemennya.

Hinata menatap punggung tegap yang menjauh itu nanar, apakah lelaki itu benar-benar baik? Apakah di sini benar-benar aman?

Hinata bisa menutupi kecemasannya dengan sangat rapih tapi ketika dia sendirian seperti ini rasa takut itu kembali menyeruak. Hinata takut, meski nyatanya Yahiko tidak pernah menyakitinya.



Next___


Ya mon maap kl lama aing lupa alurnya karena kebanyakan hiatus🤣

MAMA | Hyuuga Hinata✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang