Hinata menatap wajah teduh Himawari yang sedang tertidur lelap, entah kenapa dia tertarik untuk mengamati balita itu lebih lama. Bentuk wajahnya yang bulat, mata indahnya yang memiliki bulu mata tebal dan lentik. Tanpa sadar bibir Hinata membentuk kurva melengkung nan manis.
“Mama kamu pasti cantik banget,” gumam Hinata, dia menyisihkan rambut Himawari yang menutup mata lalu menatapnya lamat. “Papa kamu juga pasti orang hebat, jangan takut cantik Tante pasti anterin kamu pulang.” Gumam Hinata, gadis cantik itu menaikkan selimut Himawari hingga batas leher lalu mengecup dahinya lembut. “Selamat malam cantik.” Pelan Hinata.
Setelah memastikan Himawari tertidur Hinata memilih untuk melanjutkan skripsinya yang terus tertunda. “Saatnya menyusun masa depan, semangat Hinata ini demi masa depan yang gemilang!”
***
Selama tiga hari Himawari menghilang selama itu pua Naruto kehilangan semangatnya, jangankan pergi ke kantor makan dan minum saja dia tidak berselera. Pria dewasa itu memilih diam dan mengurung diri di dalam kamar.
“Nar, ini gue Shika.”
Sebuah ketukan pintu menginterupsi kegiataan Naruto memandangi foto putri tunggalnya. “Masuk aja gak gue kunci,” sahut Naruto pelan.
Shikamaru masuk sambil membawa stelan jas kerja yang sudah rapi untuk Naruto. “Nar,” panggilnya.
“Hn,”
Shikamaru menghela nafas pelan, Naruto masih belum menerima ini semua. “Ada apat penting hari ini, satu jam lagi di mulai.” Ujar Shikamaru pelan, jujur dia tidak tega melihat sahabatya seterpuruk ini tapi apa boleh buat, dia tidak meunkin membiarkan sahabatnya jatuh untuk kesekian kalinya.
Kehilangan Himawari memang merupakan mimpi buruk yang mengerikan tapi Shikamaru juga tidak akan membiarkan sahabatnya itu kehilangan apa yang selama ini di bangun susah payah.
“Gak ada yang lebih penting daripada Himawari, gue gak peduli selain Himawari.”
Naruto tersenyum Nanar, jika anaknya tidak bisa di temukan lantas untuk apa semua kekuasaan yang ia punya? Menjaga seorang balita saja dia tidak beecus, lebih baik Naruto melupakan semua angan-angannya.
“Jangan sampai apa yang kita bangun selama ini hancur Nar, inget perjuangan lo dulu!”
“Kalaupun gue sukses dan juga akin jaya tapi gak bisa nemuin anak gue apa gunanya Shika? Gue kerja selama ini buat anak gue!!”
Shikamaru mengusap wajahnya kasar dia menyerah membujuk Naruto. “Terserah lo! Kalau sampe Himawari ketemu dan perusahaan lo berantakan, mau ngehidupin anak lo pakai apa? Anak lo butuh biaya lo sendiri yang bilang!” tekan Shikamaru lantas dia pergi meninggalkan Naruto di dalam ruangan itu sendirian.
Naruto termenung sesaat, pikirannya kacau kalau boleh jujur dia ingin melompat dari balkon apartmennya sekarang karena dia terlalu frustrasi memikirkan putrinya, tapi bagaimana jika dia mati dan putrinya di temukan? Naruto tidak mau putrinya di besarkan dan hidup berasma oran yang salah.
“Sayang, kamu kapan pulang sih? Papa cemas..” ringis Naruto sambil meresapi rasa rindu yang kian menyayat hati.
***
Shikamaru baru saja hendak membuka rapat namun kedatangan seorang yang tidak di sangka-sangka membuat raut wajahnya yang semula suram cerah seketika.
Dia tersenyum dan memberi jalan untuk Naruto memasuki ruang rapat, dia tau Naruto tidak akan melepaskan tanggung jawabnya begitu saja.
“Gue ambil alih perusahaan, tanggung jawab lo cari anak gue sampe ketemu!”
Tekan Naruto, Shikamaru mengangguk lalutersenyum bangga.
“Gue udah kerahin semua yang kita punya, di lakuin di setiap penjuru Jepang.
Naruto mengangguk, dia membenarkan jam tangannya lalu memasuki ruangan rapat dengan wajah dingin khas dirinya. Tidak ada aura ramah, hanya ada aura dominan dan otoriternya yang tak terkalahkan.
***
Hinata sibuk menyuapi Himawari, ternyata balita berusia lima tahun itu belum terbiasa makan sendiri bahkan mandi dang anti baju pun dia belum di ajarkan. Sepertinya dia bukan berasal dari keluarga biasa.
“Hima yakin mau ikut Mama kerja hari ini?” tanya Hinata ragu pasalnya Himawari bersikeras untuk ikut dirinya ke kantor. Hinata sudah mengambil cuti dua hari tidak mungkin dia mengambil cuti lagi hanya karena menunggu orang tua Himawari yang entah dimana. Hinata tidak mau kehilangan pekerjaannya tapi dia juga tidak tega membiarkan balita sekecil Himawari di rumah sendiri, ataupun menitipkan di penitipan anak.
Jadi menurut Hinata opsi yang paling baik adalah membawa balita itu ke tempat kerja.
“Iya Mama, Hima mau sama Mama aja..”
Hinata mengangguk, dia menyodorkan segelas susu yang sudah ia buat tadi. “Tapi Hima gak boleh nakal, kalau Mama kerja Hima duduk sama Om Saso oke?”
Himawari mengangguk, dia menyandang ransel kecilnya lalu mengandeng Hinata. Mereka keluar dari apartemen beriringan.
“Hima, certain dong sama Mama gimana Papa kalau di rumah?” Hinata memang sebegitu penasarannya dengan sosok Ayah dari Himawari.
“Papa baik, Papa sayang sama Hima, Papa nggak pernah marah sama Hima..” jawab balita itu antusias. Hinata tersenyum masam, benar juga. Bagaimana ceritanya balita semungil ini mendeskripsikan sosok Ayahnya secara rinci pastilah masih sulit untuknya.
“Nanti kalau Hima ketemu Papa, berarti Hima gak sama Mama lagi dong? Kan udah ada Mama Hima juga..”
Himawari mengerutkan keningnya bingung, “Mama Hima??” tanya balita itu.
Hinata mengangguk dia menggendong Himawari lalu berjalan menyusuri trotoar, “Iya, Mama sama Papa Hima pasti nyariin Hima sekarang..”
Balita itu menggeleng, “Papa pasti kangen Hima, tapi Mama Hima kan ada di sini jadi nggak kangen Hima.. Mama Hinata kan Mama Hima..”
Hinata tersenyum kecut, dia yakin Himawari belum mengerti apa maksud perkataannya, Hinata berasumsi kalau Ayah Himawari adalah orang tua tunggal yang membesarkan anaknya sendiri.
“Yaudah besok kalau ketemu Papa, Hima jangan lupain Mama Hinata ya?”
Himawari tersenyum lebar lalu memeluk Hinata erat, “Hum, Hima sayang Mama…”***
“Lah Nat, gak dateng dua hari tau-tau udah beranak aja lo..” Fuu datang sambil membawa pel, gadis berambut hijau itu merupakan rekan sesame officegirl di sini.
“Pala lo pitak, anak orang ini.” Sinis Hinata.
“Yang bilang anak kambing siapa? Ga ada kan..” balas Fuu tak kalah sinis.
“Yeee masih pagi malah berantem,” Gaara baru saja datang dia menatap keduanya bergantian lalu terkahir dia mengerutkan kening saat melihat Hinata menggendong balita.
“Lah, anak siapa Nat??” tanya Gaara kaget.
“Gatau anjir Kak, aku nemu.”
“Nemu, si be*o di kira anak kucing!!” Sasori yang mendengar ucapan Hinata itu menghadiahi gadis itu sebuah pukulan telak di kepala. “Sembarangan kalau ngomong.”
“Hehehe ya gimana ya Kak,”
“Bilang anak pungut gitu..” Hinata mendelik saat mendengar ucapan Sasori baru saja dia handak mengumpat tangisan Himawari membuat mereka semua sontak terdiam dan menoleh.
“Hima anak Mama bukan anak pungut….” Tangis Himawari yang membuat Hinata pucat seketika.‘Mampus gue.’
Next__
Halo?
Lame ke?😂
Hayo main tebak-tebakan, kali ini temanya berat apa ringan?
KAMU SEDANG MEMBACA
MAMA | Hyuuga Hinata✔️
Fanfiction18+ Mama, Bunda, Mommy. Pada usia sekitar dua puluh tiga kebanyakan teman Hinata sudah menyandang gelar itu sebagian besar dari mereka sudah sukses merajut keluarga yang bahagia namun sepertinya takdir baik belum datang pada Hinata, gadis yang sebe...