Himawari duduk manis di kursi belajarnya sambil membaca buku cerita yang baru saja di belikan Ayahnya, balita itu terlihat sangat bahagia ahirnya dia bisa kembali bersama Papa yang selama ini di carinya.
Naruto tersenyum teduh, satu-satunya yang dia punya kini sudah kembali. Tidak ada alasan untuknya menyerah sekarang, waktunya mempertajam taring. Dia yakin gadis itu adalah suruhan salah satu saingan bisnisnya, dan Naruto akan buktikan bahwa dia bukanlah orang yang bisa di sepelekan.
“Baby, kamu gak mau tidur?” Naruto mengecup pucuk kepala putri tunggalnya itu.
“Hm, engga mau Papa Hima masih mau liat gambar kancil..” balita itu menunjuk gambar rusa yang di sebutnya kancil itu. Naruto terkekeh gemas lalu membalikkan lembaran buku itu.
“Yang tadi itu rusa sweety, yang ini baru kancil.” Tunjuknya, aura Naruto ketika berdekatan dengan putrinya terlihat begitu damai dan juga tenang. Sangat berbeda dari dirinya ketika bersama orang lain.
“Tapi keliatannya sama Papa, Hima nggak bisa bedain..” balita itu mengkrucutkan bibirnya lucu.
“Hm, udah malem baby ayo tidur.. besok Papa ajak Hima jalan deh ke kebun binatang liat rusa sama kancil biar Hima seneng..”
“Really??” mata balita itu berbinar senang, tapi entah kenapa Naruto merasa hatinya sakit. Pasti saat bersama gadis tak tau diri itu Himawari tersiksa dan terluka. Naruto akan memberikan gadis itu pelajaran paling menyakitkan.
“Hima tidur ya sekarang, biar besok nggak kesiangan??”
Himawari mengangguk dengan semangat, dia melepaskan buku di tangannya lalu melompat ke pelukan Naruto.
“Hima mau di peluk Papa!!!”
“Iya sayang, ayo tidur ya..”
Naruto membawa balita mungil itu ke kamarnya, memeluk dan menidurkan anaknya itu seperti biasa.
Beberapa saat dia menatap wajah polos anaknya itu dengan senyum teduh, ekspresi wajahnya berubah sepersekian detik menjadi dingin dan juga menakutkan.
“Gue bakal buat dia nyesel,”
***
Hinata berusaha keras membuka gembok dengan jarinya, gadis itu di sekap di sebuah ruangan seperti penjara yang lembab dan kotor. Bukan, bukan itu yang membuat Hinata tidak sanggup. Dia benci gelap, Hinata tidak pernah suka gelap karena di dalam kegelapan hal buruk apapun bisa terjadi.
“Tolong lepasin gue!!” entah keberapa kali dia merintih Hinata tidak pernah menyerah, tangannya luka-luka karena dia memaksa untuk membuka gembok itu sedari tadi.
Bunyi gesekan pintu besi dengan dinding membuat Hinata menoleh dan berhenti merintih, dia berlari lalu menatap Naruto dengan mata penuh luka. “Tolong lepasin gue, gue gak salah..” dengan suaranya yang serak, Hinata masih mencoba memohon.
Tubuhnya penuh luka dan juga memar, bahkan sejak seharian penuh perutnya belum di isi apapun.
“Lo belum sehari di sini udah minta lepasin? Apa kabar anak gue yang lo sekap selama hampir sebulan?!” Naruto menendang besi penjara itu hingga bunyi nyaring antar sepatu pantofel dan besi itu membuat kepala Hinata berdenging.
“Lepasin gue, lo salah orang..”
“Cih, masih ngelak lo?!” sins Naruto.
“Demi Tuhan, gue gak tau apa-“
“Janggan bawa-bawa Tuhan! Lo tau cewek kaya lo gak pantes ngomong gitu! Gak cocok sama kelakuan lo!!!”
Hinata ingin menjerit dan menangis tapi lidahnya kelu, hatinya sakit sekali. Di siksa dan di hukum atas hal yang bukan kesalahanmu apakah ada manusia yang cukup kuat melalui itu?
Naruto mengambil ember berisi air dan es batu lalu menyiramkannya ke arah Hinata begitu saja hingga tubuhnya basah kuyup.
“Please.. lepasin gue dan gue janji gak akan nuntut lo apa-apa…” Hinata menggigil, lukanya terasa sangat ngilu. Tubuhnya lemah tapi Hinata tidak boleh menyerah.
Naruto menatap Hinata tajam, dia membuka kuncian penjara itu lalu masuk. Hinata tersenyum lemah dia kira Naruto akan membantunya keluar namun dia salah.
Naruto mengeluarkan sebilah pisau lipat dari sakunya lalu mendekat ke arah Hinata.
“Lancang banget ya lo merintah gue! Lo, siapa yang nyuruh lo nyulik anak gue!!” bentak Naruto.
Hinata menggeleng lemah, karena memang dia tidak tau apa yang lelaki itu maksud.
“Gue gak ngerti,”
“Jawab atau gue buat batik di tubuh lo?!” Naruto mendekatkan pisau lipat itu ke lengan Hinata yang terborgol.
“Gue gak tau apa-apa, demi Tuhan gue gak- ARGH!!!”
Hinata menjerti pilu saat pisau itu menyayat lengannya dengan lancar, “Masih mau bohong? Lo kira gue main-main ha?!”
Hinata menangis, kepalanya pening saat melihat aliran darahnya yang begitu deras dari bawah cahaya remang-remang ruangan ini.
“Gue gak tau apa-apa,” Hinata terisak pilu, demi Tuhan dia benar-benar tidak tau, menolong Himawari murni insting naluriahnya Hinata sama sekali tidak tau bahwa balta lucu itu punya orang tua seperti monster. “Jangan siksa gue..” Naruto berdecih, dia mengambil sebuah botol yang ada di balik saku jas nya, entah itu air apa yang jelas Hinata yakin itu bukan sesuatu yang baik. “Jangan.” Mohon Hinata.
“Tenang, gak bakal gue pake sekarang kok.” Ujar Naruto enteng. “Jawab siapa yang nyuruh lo dan lo bisa bebas sekarang.”
Ingin rasanya Hinata menangis dan menjerit tapi dia tak mampu untuk melakukan apapun. Dia tidak tau apa kemauan lelaki aneh ini.
“Masih betah diem lo?” Naruto menggoreskan pisau itu di punggung Hinata hingga gadis itu menggeliat, tak ada lagi belas kasihan yang terpancar di mata lelaki itu. Dia benar-benar telah di butakan oleh kebencian.
Hinata menangis, dia tidak lagi merintih atau memohon. Sekarang yang dia lakukan hanyalah iklas dan terus berdoa. Semoga dia kan mati dengan keadaan yang seharusnya, semoga jasadnya di terima oleh bumi dan jiwanya di terima oleh langit.
“Kenapa gak mau jawab hm?” Naruto menggoreskan pisau di perut Hinata, gadis itu menutup mata. Sudah tak terbayang lagi seperti apa sakitnya. Dia jatuh tersungkur di lantai yang basah dan juga dingin.
Naruto tertawa jahat, dia membuka tutup botol yang di genggamnya lalu jongkok di depan Hinata.
“Lo beneran cari mati ya?” sinisnya. Dan ketika air di dalam botol itu di tuangkan, detik itu juga Hinata merasakan nafasnya putus bahkan jantungnya mendadak ingin dia hentikan detakannya.
Naruto menyiramkan air garam di sekujur tubuh Hinata yang penuh luka terbuka. Nafas gadis itu tersengal dengan mata yang membola kesakitan, rintihannya memilukan. Bahkan binatang paling biadab sekalipun tidak akan tega melihat betapa kesakitannya Hinata.
“Silahkan nikmati pilihan lo!”
Lalu Naruto pergi begitu saja meninggalkan Hinata dengan keadaannya yang setengah sekarat.
Pandangan mata Hinata buram, dia masih bisa merasakan sakitnya namun dia tidak juga mati atau pingsan. Luka ini, benar-benar rasa sakit yang tidak akan tergantikan baginya.
“Tuhan..”
Next____
Halo?😁
KAMU SEDANG MEMBACA
MAMA | Hyuuga Hinata✔️
Fanfiction18+ Mama, Bunda, Mommy. Pada usia sekitar dua puluh tiga kebanyakan teman Hinata sudah menyandang gelar itu sebagian besar dari mereka sudah sukses merajut keluarga yang bahagia namun sepertinya takdir baik belum datang pada Hinata, gadis yang sebe...