12. Titik balik

953 142 19
                                    

Hinata mendengar suara gesekan pintu yang berderit, dia membuka matanya yang sangat berat itu lemah.

Matanya menatap nanar pada seseorang yang terlihat begitu panik di hadapannya.

Hey, are you okey?” lelaki dewasa itu langsung menggendong Hinata keluar dari bak mandi, tubuhnya yang basah kuyup dan penuh luka membiru itu tidak sanggup bereaksi apapun. “Please bertahan sebentar aja,”

Entah apa maksud lelaki itu, yang jelas Hinata sudah tidak lagi bisa mendengar apa yang ia katakana sejak mereka keluar dari kamar mandi. Hinata hanya merasakan tubuhnya begitu ringan dan dingin, semilir angin menusuk permukaan kulitnya begitu tajam dan menyakitkan. Apakah seperti ini yang di sebut kematian? Apakah lelaki itu malaikat penolong, atau justru malaikat kematian? Entahlah Hinata hanya bersyukur dia tidak lagi merasakan rasa sakit itu.

***

Naruto tengah bermain bersama putrinya, sudah dua hari sejak kejadian dimana putrinya meraung seperti orang gila dan hari ini semua baik-baik saja.

Naruto merasa putrinya sudah mulai terbiasa dan mulai melupakan pikiran buruknya kemarin.

“Hima, ayo makan sayang..” Naruto mengulurkan tangannya kea rah balita mungil itu namun balita itu menolak.

“Hima mau nunggu Mama selesai bikin skripsi dulu baru makan,” sahut anak itu. Sekarang pukul tujuh malam, biasanya Himawari selalu makan tepat waktu.

“Mama siapa sayang? Ini udah waktunya kamu makan malem.” Naruto tidak mengerti kenapa ahir-ahir ini Himawari selalu bersikap aneh, dia bertingkah seolah-olah punya sosok Mama yang mengajarinya banyak hal. Bahkan anak itu bisa tidur sendiri tanpa harus di dongengi, anak itu bisa menyeduh susunya sendiri atau bahkan mengaduk bubur ayamnya sendiri. Padahal, Naruto selalu memanjakan Himawari sejak dulu. Jangankan menyeduh susu, mengupas bungkus makanan sekalipun Naruto masih melakukannya untuk balita itu.

“Mama bilang skripsi Mama harus selesai cepat-cepat biar Mama bisa kerja di tempat bagus terus Hima bisa makan enak.” Jawab Himawari semangat. Pikiran Naruto mulai bercabang, siapa sebenarnya sosok Mama yang di maksud oleh Himawari?

“Memangnya Mama Hima kerja dimana?” Naruto penasaran, dia mendekat lalu menatap putrinya serius.

“Di kantor kaya Papa tapi Mama kerjanya cuma sebentar, terus Mama pergi ke kampus.”

“Hima di ajak ke kampus?” tanya Naruto.

Balita itu mengangguk semangat, “Iya, di kampus Mama ada taman besar Pa Hima boleh main sama siapa aja di sana banyak orang..”

Entah kenapa semakin mendengar penjelasan Himawari Naruto merasa semakin janggal, apakah putrinya benar-benar di culik? Kenapa Naruto meragukan argument itu sekarang.

“Hima di sana minum susu?”entah ide dari mana Naruto justru menanyakan pertanyaan bodoh itu.

“Iya, Mama sering ajak Hima jajan takoyaki sama es krim. Mama sering masakin Himawari omlet.”

Tenggorokan Naruto tercekat, penculik macam apa yang memperlakukan anaknya sebaik itu? Naruto kira selama ini Himawari di kurung dan di siksa.

“Kalau malem Mama sering ngga makan, katanya kenyang tapi Hima tau Mama suka makan nasi sisa Hima jadinya Hima selalu sisain nasi buat Mama makan..” balita itu menunduk, entah kenapa perkataan itu menampar hati Naruto secara nyata.

Dengan tangan bergetar Naruto mengeluarkan ponselnya, berharap apa yang ada di kepalanya salah.

“Hima, ini bukan Mama yang Hima maksud kan?”

Balita itu tersenyum cerah saat melihat foto Hinata yang tengah duduk di kursi dengan kedua tangan dan kaki terikat, itu adalah foto yang di kirimkan oleh anak buah Naruto beberapa hari lalu. 

“Mama!!!!”

Lemas, hanya itu yang Naruto rasakan saat melihat betapa bahagianya wajah anaknya menyebut wanita yang telah ia siksa habis-habisan dengan sebutan Mama.

Ponsel Naruto bordering menampilkan nama seseorang yang mungkin saja membawa kabar lebih baik baginya. Naruto mengangkat pangilan itu dengan hati gamang.

“Lo salah sasaran, dia Hyuuga Hinata. Gadis baik yang nyelametin anak lo dari penculik, jangan khawatir gue udah ngurus musuh lo.”

Naruto menjatuhkan ponselnya ke lantai, tubuhnya seketika kehilangan tenaga dan lunglai.

Demi Tuhan betapa berdosanya dia, nafas Naruto sesak. Wajah memohon dan kesakitan dari Hinata terngiang-ngiang di kepalanya hingga membuatnya pusing. “Ya Tuhan…”

***

Naruto berlari tergesa-gesa memasuki ruangan gelap dan pengap yang menjadi tempat penyiksaan tersembunyinya saat ini. Langkahnya berdentum dan juga penuh dengan kecemasan. Dalam hati Naruto terus-terusan memohon semoga Hinata mampu di selamatkan meski mustahil. Memangnya ada manusia yang mampu bertahan setelah terluka separah itu? Naruto berharap semoga Hinata sudi menerima permohonan maafnya.

“Brengs*k lo Naruto!!” mata pria itu berair, antara sesak dan menyesal bercampur menjadi satu membuat emosinya berkecambuk. “Demi Tuhan, dia orang baik Nar lo beg* banget!!”

Naruto membuka gembok ruangan penjara itu lalu bergegas menuju ruangan dimana dia menyekap Hinata kemarin.

Tiga hari tanpa makan dan di penuhi luka parah, Naruto ragu apakah gadis itu masih hidup atau tidak.

Naruto membuka pintu kamar mandi itu dengan hati bergejolak, namun seketika itu juga dia kehilangan tumpuan tenaganya ketika melihat kamar mandi itu kosong dengan aroma anyir yang masih terasa.

“Ya Tuhan…”

***

Hinata membuka matanya yang berat, silau cahaya remang-remang dalam ruangan gelap yang juga sempit. Apakah dia berada di dalam kuburan? Jika iya Hinata sangat bersyukur, dia akan mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya pada malaikat yang sudah membawanya ke akhirat.

“Udah bangun?” gadis itu tersenyum tipis, apakah seperti ini suara malaikat di alam kubur. Sedikit mainly dan berbeda dari imajinasinya.

“Ahirnya gue mati juga,” gumam Hinata.
Lelaki bertubuh bonsor itu berdecak lalu mendekati Hinata, “Lo masih banyak dosa, anak aja main minta mati!”

Hinata terlonjat kaget, saking kagetnya dia langsung memegangi kepalanya yang berputar karena dia terlalu bersemangat.

“Ck, bisa pelan gak sih!”

Hinata memegangi kepalanya yang berputar, “Lo siapa?” tanyanya sambil berdesis pelan.

“Nanyanya nanti aja, sekarang lo tidur gue lagi masakin lo bubur.”

Lalu pria aneh itu pergi begitu saja meninggalkan Hinata yang masih belum mengerti siapa sebenarnya sosok lelaki itu.

“Jadi gue udah mati apa belum?”



Next___


Ini kan yang kalian tunggu?

MAMA | Hyuuga Hinata✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang