3. Penyelamat

1K 155 22
                                    

Setelah berlari cukup jauh dan masuk ke berbagai gang sempit ahirnya Hinata mampu menghilang dari jangkauan dua preman mengerikan itu. Gadis itu menghela nafas lega lalu menyandarkan tubuhnya di dinding sambil duduk.

“Mama… Hima takut..”

Hinata mendelik saat melihat balita itu menangis sambil memeluknya erat, “Iya gapapa cantik, kita udah aman..” Hinata menepuk-nepuk bahu mungil itu sambil tersenyum. Hatinya begitu hangat ketika merasakan dekapan anak itu. Ada setitik rasa bangga ketika Hinata berhasil menyelamatkan seseorang.

“Nama kamu siapa cantik?” tanya Hinata sambil menyingkirkan helaian rambut yang menutupi mata balita itu.

“Himawari, Namikaze Himawari..” jawab balita itu sambil tersenyum, tidak ada lagi aura ketakutan yang membelenggu tubuh mungilnya.

“ASTAGA KULIAH GUE!!!!”

Hinata memekik syok, dan langsung menggendong Himawari. “Mama??” balita itu panik karena mendadak Hinata berlari tak karuan. Hinata menoleh ke kanan kiri berharap ada taksi yang lewat dan  menyelamatkan hidupnya.

“Mama,”

“Oh itu taksi!” buru-buru Hinata menyetop taksi yang kebetulan lewat itu. Sambil menggendong Himawari dia terlihat seperti Ibu yang panic ketika anaknya terlambat pergi ke sekolah.

“Pak ke Universitas Tokyo ya.”

“Siap Kak.”

Hinata menghela nafas pelan, ahirnya dia bisa istirahat. Gadis itu sepertinya lupa dengan keberadaan balita mungil yang masih setia memeluk lehernya dengan erat.

“Mama,”

Hinata terlonjat kaget, dia baru saja ingat pada sosok balita yang masih dia peluk dari tadi. “Astaga, kamu ke bawa cantik! Gimana ini!!!” pekiknya heboh.

“Kita mau kemana Mama?” balita itu bertanya polos sambil menatap Hinata, wajahnya yang berantakan dan kotor membuatnya terlihat begitu mengenaskan.

Hinata tersenyum masam lalu mengeluarkan beberapa tisu basah dari tasnya. “Maafin Tante ya kamu jadi ikut ke kampus, nantik sore tante janji deh tante anter pulang..” Hinata membersihkan wajah balita itu dengan telaten, dia juga mengikat dan menyisir rambut indah Himawari yang berantakan.

“Nggak mau pulang, Hima mau sama Mama aja..”

“Mama? Emangnya dimana Mama kamu cantik?” Hinata yang masih belum mengerti itu menatap Himawari bingung.

“Ini,” Himawari menunjuk Hinata sambil tersenyum, “Papa bilang Mama Hima itu cantik kaya Hima rambutnya panjang. Jadi ini pasti Mama kan?” jawab balita itu semangat.

“Bukan, Tante bukan Mama kamu…” Hinata menggeleng panik saat balita itu menatapnya dengan penuh harap. Yang benar saja, dia bahkan belum kehilangan segel hidupnya bagaimana ceritanya dia punya seorang anak tanpa pernikahan? Teori konyol macam apa ini?

“Boong, ini pasti Mama kan? Hima yakin!”

“Nggak cantik, Tante bukan Mama kamu.”

“Ngga mau pokoknya ini Mama…” Himawari mulai menangis karena apa yang dia bayangkan selama ini ternyata salah. “Mama… Mama kenapa gak mau sama Hima? Hima ngga nakal kok…” tangisan balita itu kian pecah. Hinata yang panik lantas memeluknya erat.

“Oke-oke jangan nangis ya? Iya ini Mama.. Hima cantik ngga boleh nangis ya?”

“Mama gak akan tinggalin Hima lagi kan?”

“Nggak sayang, Mama bakalan jagain Hima..”

Omong kosong macam apa ini Hinata? Gadis cantik itu mengelus punggung sempit balita itu sambil berfikir keras, kemana agaknya dia harus mengantar anak ini.

“Hima, um.. kamu inget alamat rumah kamu enggak?”tanya Hinata pada balita itu. Himawari menggeleng polos dan jawaban itu membuat Hinata frustrasi.

“Terus kenapa Hima bisa di kejar sama oom-oom tadi? Hima dari mana cantik?”Hinata masih berusaha mengorek informasi sebanyak mungkin, dia belum pernah melihat balita itu berkeliaran di sini. Hinata berasumsi Himawari bukan berasal dari daerah sini.

“Tadi Hima sekolah, terus tiba-tiba ada yang jemput katanya mau di anter ketemu Papa.. tapi ngga tau naik mobilnya jauh banget Hima jadi takut makanya waktu berenti Hima lari..” jawab balita itu dengan wajah murungnya.

“Hima gimana cara larinya? Om itu orang jahat kah?”

“Iya, Hima lupa kalau dulu Papa gak bolehin Hima pulang kalau nggak di jemput Papa, jadi tadi Hima lari waktu Om itu lagi berenti.”

Hinata melongo melihat wajah anak itu yang terlihat sangat tenang padahal dia baru saja lolos dari bahaya, bagaimana jika Hinata tidak melihatnya tadi pasti balita lemah ini akan segera tertangkap.

“Hima, Mama anterin pulang ya?”

Balita itu menggeleng lalu menyandaran kepalanya di dada Hinata, “Nggak mau, Hima mau sama Mama aja Hima kangen sama Mama..”

***

Naruto baru saja kembali dari Tokyo, setelah menempur perjalanan lumayan jauh ke Osaka ahirnya pria itu sampai. Dia langsung bergegas menuju penitipan untuk menjempur Himawari. Meski badannya letih, kewajibannya untuk menjaga Himawari tidak akan pernah dia lupakan.

Kaki jenjangnya melangkah lebar menyusuri lorong yang mulai sepi, Naruto terlambat satu jam. Tak apa, putrid kecilnya itu sudah sangat terbiasa meski sering kali Naruto merasa bersalah pada balita itu.

“Permisi, saya mau jemput Himawari.” Naruto menghampiri seorang guru yang sedang membereskan beberapa mainan anak di sana.

Wanita paruh baya itu mengerutkan keningnya, “Loh, bukannya tadi Bapak nyuruh anak buah Bapak buat jemput Hima? Hima udah pulang dari tadi jam sepuluh malah.”

Jantung Naruto mencelos seketika. Naruto tidak pernah memerintahkan bawahaannya menjemput Himawari, tidak pernah. Selama ini dialah yang selalu mengurus putrinya seorang diri.

“Buk jangan bercanda, saya gak nyuruh bawahan saya loh buat jemput Hima..” suara Naruto bergetar, keringat dingin mulai mengalir membasahi pelipisnya.

“B-bapak serius? Sumpah, tadi yang jemput juga nelpon Bapak di depan saya buat bukti kalau emang Bapak nyuruh dia jemput.” Wajah guru itu pucat pasi, putri tunggal Namikaze yang identitasnya di sembunyikan itu mendadak Hilang. Hidup dan mati guru itu sedang di pertaruhkan sekarang.

“JANGAN BERCANDA SOAL PUTRI SAYA! SAYA BISA TUNTUT SEKOLAH INI KARENA LALAI!!!”

Naruto emosi, dia menendang sebuah meja yang ada di dekatnya hingga isinya berantakan. “BRENGSEK!!!”

Naruto bergegas keluar dengan raut kemarahan dan khawatir yang campur aduk, pria dewasa itu merogoh kantongnya lalu menghubungi seseorang.

“Halo-“

“Selidiki semua saingan bisnis, mereka udah berani nyentuh anak gue!”

Tanpa menunggu jawaban orang yan di hubunginya Naruto mematikan sambungan teleponnya, dia menghubungi orang lain sambil mengemudikan mobilnya kencang.

“Himawari hilang, cari penculiknya dan basmi habis. Temuin Himawari gimanapun caranya!”

Naruto membanting ponselnya kasar saat panggilan itu terputus, air matanya mengalir tertahan. Dia mengeratkan rahangnya menahan emosi yang berkecambuk dalam hatinya.

“Hima, kamu dimana sayang..”

Next____

Halo?

MAMA | Hyuuga Hinata✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang