8. Miss

982 123 3
                                    

Hinata mengajak Himawari jalan-jalan hari ini, gadis itu sedang free dari jadwal kerja ataupun kuliah jadilah dia memilih untuk mengajak balita itu sekedar refreshing, dia tau pasti Himawari sangat merindukan Ayahnya dan yang bisa Hinata lakukan hanyalah menghiburnya sejenak seperti ini.

“Hima, kita ke taman aja gak papa kan sayang?” Hinata berjalan pelan menuju halte sambil menggandeng Himawari, gadis itu terlihat sangat manis ketika berdekatan dengan anak kecil. Auranya yang begitu lembut membuat siapapun mengira Hinata gadis lemah lembut bukan gadis bar-bar seperti kenyataannya.

“Iya gapapa yang penting Hima sama Mama,” balita polos itu tersenyum lebar sambil mengangguk. Hinata baru sadar, menjaga anak kecil bisa membuat emosinya lebih baik. Seja mengenal Himawari, Hinata menjadi sosok yang lebih penyayang dan juga penyabar. Entah kemana perginya sifat bar-bar gadis itu yang jelas Hinata menjadi lebih keibuan sekarang.

“Mama, kita bakalan ketemu Papa enggak?”

Pertanyaan dari Himawari itu berhasil membuat Hinata tersenyum iba, lagi gadis itu menanyakan Ayahnya. Hinata merasa berdosa dan gagal menjadi Ibu meski hanya sebentar dan tak ada hubungan darah apapun dengan Himawari. Dia merasa bersalah tiap kali melihat eksrpesi terluka balita itu, apakah ini yang di rasakan Ibu-ibu tunggal ketika anaknya bertanya soal sosok Ayah? Jika iya, betapa menyakitkannya itu.

Hinata sendiri tidak yakin dia akan sanggup melalui itu.

“Mama..”

“Eh, iya cantik kenapa??”

“Mama kok bengong, Hima lagi cerita loh..” balita itu menggembungkan bibirnya lucu, Hinata tersenyum manis lalu mengusap kepalanya lembut.

“Maafin Mama cantik, tadi Mama lagi mikir enaknya kita nantik makan apa ya?”

“Hmm,” balita itu meletakan ujung jarinya di dagu seperti sedang berfikir keras, wajah imutnya terlihat sangat lucu hingga tidak bisa membuat Hinata berhenti menatapnya.  “Hima want es krim, boleh??”

Hinata mengangguk sambil tersenyum, dia menggendong balita itu turun dari bus lalu berjalan menuju stan es krim yang kebetulan tak jauh dari sana. “Hima mau rasa apa?”

“Hima suka coklat, coklat itu manis kaya Mama Hinata..” jawab balita itu semangat.

“Loh, kok kaya Mama? Kan Hima juga manis kaya es krim..”

“Nggak, Mama lebih mirip es krim..”

“Hm, siapa yang bilang coba??”

Balita itu menatap Hinata lamat lalu tersenyum, “Kata Papa Mamanya Hima itu kaya es krim yang manis, pokoknya Papa bilang Mama Hima kaya semua jenis permen dan makanan yang paling Hima suka.”

Hati Hinata menghangat, entah seperti apa sosok Ayah yang sudah membesarkan balita luar biasa seperti Himawari sendiri. Betapa hebatnya dia mampu membuat balita sekecil ini mempunyai budi pekerti yang indah.

“Hima sayang Papa?”

Dengan semangat Himawari mengangguk, “Hum, Hima sayang Papa juga Mama..” jawabnya yakin.

Hinata terkekeh pelan kamudian menurunkan Himawari dari gendongannya, dia sibuk memesan es krim seperti kemauan Himawari sementara dia menunggu balita itu duduk di kursi taman menunggu Hinata.

“Anaknya ya mbak?” tanya sang penjual es krim saat Hinata menerima pesanannya, pandangan mata mereka tertuju pada sosok Himawari yang sedang menatap ke arah danau buatan yang ada di depan mereka.

Lidah Hinata kelu, dia ingin membantah tapi hatinya menolak. “Iya, anak saya om.” Ahirnya kata itulah yang keluar dari mulut Hinata, entahlah Hinata hanya ingin mengatakan itu saja.

“Hm, pantesan mirip banget sama Mbaknya. Suaminya pasti cinta banget sama Mbak makanya anaknya bisa semirip itu.”

Tanpa sadar Hinata tersenyum, dia mengangguk mengiyakan apa yang di katakan oleh orang tersebut.

Mungkin Ayah Himawari begitu mencintai istrinya hingga Himawari mirip dengannya.

***

Naruto mengemudikan mobilnya seperti orang kesetanan, dia tidak bisa berfikir jernih saat mendengar kabar soal putrinya meksi hanya kabar burung. Waktu yang berlalu tanpa sosok Himawari di sisinya benar-benar membuatnya gila.

Sekitar jam empat sore Naruto sampai di Tokyo, seperti apa yang di beritakan anak buahnya dia langsung mendatangi setiap kantor polisi dan menanyakan soal putrinya satu persatu. Tapi nihil, belum ada satupun kantor polisi yang menerima laporan menemukan anak kecil seperti apa yang Naruto sebutkan.

Frustrasi, kalau saja bisa Naruto ingin membakar semua gedung kantor kepolisian di Tokyo karena tidak becus mengurus kasus kehilangan. Padahal di luar sana ada seorang anak kecil yang pergi sendiri tanpa pengawasan.

“Kantor macam apa ini?! Kenapa tidak bisa menemukan anak saya yang hilang di sini?” hardik Naruto saat dia benar-benar di landa emosi.

“Maaf pak sebelumnya, Bapak tidak pernah membuat laporan kehilangan sebelumnya lalu sekarang Bapak marah karena kami tidak menemukan anak Bapak?”

“Gue gak peduli ya, pokoknya gue mau anak gue balik!!”

Shikamaru menggeleng pelan, harusnya anak buah mereka tidak langsung mengabari Naruto soal kabar burung itu, sekarang lihat akibatnya. Karakter Naruto yang temperamental telah kembali.

“Nar, ini kantor polisi!” Shikamaru menarik baju Naruto hingga ia mundur beberapa langkah.

“Lepasin gue bego!!”

“Ck, dengerin gue anjing!”

“Diem, lo gak guna! Gak ada yang bisa nemuin anak gue, bajingan lo semua!”

Shikamaru menghela nafas pelan, Naruto memang benar-benar merepotkan. Dia menendang tulang kering Naruto kasar hingga lelaki itu mengaduh kesakitan.

“Brengsek!!”

“Pake otak lo anjing! Lo kira lo siapa hah?! Jangan sok berkuasa di depan polisi kalau nyatanya lo juga butuh mereka!!!”

Satu kata yang memukul telak hingga ke ulu hati Naruto. “Bacot!”

“Lo yang bacot! Lo kira nemuin anak yang hilang entah kemana itu gampang?! Lo kira kita semua gak mau anak lo ketemu?!”

Shikamaru menarik kerah baju Naruto hingga pemuda itu mendongak, sorot mata penuh amarah dari Naruto beradu dengan sorot mata datar nan tajam milik Shikamaru.

Tubuh Naruto melemas, Shikamaru menghempaskan Naruto ke lantai lalu dia menatap polisi yang tadi sempat beradu argument dengan Naruto.

“Maaf atas kelancangan teman saya Pak, saya benar-benar menyesal.” Ujar Shikamaru sambil membungkuk.

Polisi itu tersenyum tipis lalu mengangguk, “Saya mengerti perasaan anda tuan, tenang kami akan segera mengerahkan seluruh pasukan untuk mencari putri anda. Jika memang sudah ada laporan yang masuk maka pencarian akan jauh lebih mudah.”

Naruto menatap polisi itu dengan matanya yang penuh putus asa, “Apa anak saya bisa di temukan?”

Polisi itu mengangguk, “Pasti, kami akan melakukan yang terbaik.”

Pada ahirnya Naruto hanya bisa menunggu, menemukan putrinya masih menjadi angan yang tak kunjung tercapai sejak kemarin.

Next_

MAMA | Hyuuga Hinata✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang