Prolog

219 66 88
                                    

Bagian diriku merasa sakit mengingat dirinya yang sangat dekat, tapi tak tersentuh.

- Anonim

oOo










"Akhirnya sampai juga. Yuk turun."

Aku tersenyum singkat sebelum akhirnya turun dari mobil pribadi miliknya. Kini aku berdiri didepan mobil hitam itu. Menunggunya yang entah sedang mengambil sesuatu dikursi penumpang belakang.

Sekilas aku menatap kearah pelataran masjid Istiqlal yang mulai penuh dengan orang-orang yang mungkin juga akan melaksanakan ibadah sholat dhuhur disana. Tampak ramai, seperti biasanya.

"Kak juan! Ayo!" Teriakku.

Tak lama, perlahan pintu penumpang belakang itu kembali menutup. Menampakan seorang pria tampan nan tinggi yang kini tengah berjalan kearahku. Menenteng sebuah tas hitam yang baru kusadari adalah barang milikku.

"Oh iya! Mukena ku!"

Aku berlari menghampirinya dan langsung menyerobot tas yang ada digenggamannya. Ku lemparkan senyum tanpa dosa kepadanya. Dan dia? Ah pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sudah terlalu maklum dengan kebiasaan pelupaku.

"Kebiasaan kamu tuh."

"Ya maaf."

Dia hanya tersenyum singkat dan tak lama beralih menatap kearah jam tangannya.

"Sudah waktunya. Ayo!"

Aku mengangguk paham dan kamipun berjalan beriringan dengan aku yang terus memeluk erat mukenaku. Melewati beberapa orang yang sedang berlalu lalang dan kemudian berhenti tepat ditempat yang sangat tidak asing untuk kami berdua. Tempat yang selalu bisa menyekat nafasku secara tiba-tiba dan menamparku dengan realita.

"Kamu ibadahnya yang khusyuk ya! Jangan lupa berdoa. Saya juga mau ibadah dulu. Bye"

Kak juan mengacak rambutku sebelum akhirnya benar-benar pergi menuju gereja Katedral yang berdiri kokoh disebelah masjid Istiqlal.

Kutatap mukena yang ada dipelukanku. Entah mengapa, rasa sesak itu selalu saja bisa menghujam dalam jantungku setiap harinya. Ketika aku teringat akan perbedaan yang nyata antara kita berdua.

Seketika aku teringat ucapannya beberapa waktu yang lalu. Saat kami tengah asik menikmati senja sore di salah satu pantai di Jakarta. Satu ucapan itu. Entah mengapa selalu berputar-putar didalam pikiranku.

Kita adalah ketidakmungkinan yang paling mungkin jauh karena iman, dekat perkara amin, terpisah sekat paling tinggi, sembari menunggu semesta berkompromi.

Aku memang tak sepandai dia yang bisa merangkai kata dengan penuh makna tersirat. Namun aku tahu apa arti dari ucapannya itu.

Kita berbeda.

Itu pasti, namun apakah ketidakmungkinan itu benar-benar tidak akan pernah menjadi mungkin? Ketika aku menanyakan hal itu. Ia hanya menjawab dengan penuh keraguan.

Entahlah, yang pasti Saya selalu berharap kamu bukanlah sebuah kemustahilan yang selalu saya harapkan.

Aku hanya bisa tersenyum miris. Tak berani membayangkan ekspektasi terbesarku bersamanya.

Karena pada kenyataannya, manik-manik tasbihku tetap berbeda dengan manik-manik rosariomu.





Kita bukanlah Istiqlal dan Katedral yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan, namun tetap harmonis.

Kita hanyalah dua manusia yang tak sengaja bertemu lalu jatuh cinta dan dipisahkan oleh hal yang disebut perbedaan.

Untukmu Pria berkalung Rosario. Terimakasih karena pernah menjadi alasanku tersenyum.




- Kolase Waktu Juandra -

15-05-21


Nugantara Juandra Immanuel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nugantara Juandra Immanuel.

Kolase Waktu || MarkgiselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang