Terakhir

8 1 0
                                    

Hujan lebat membuat Angel harus menunggu lebih lama di kampus, kalau tidak mau pulang rumah dengan keadaan kuyup seperti kucing masuk got. Tapi dia juga sudah menyadari bahwa hujan kali ini memiliki perasaan yang agak plin-plan, karena sebentar hanya gerimis ringan, lalu hujan deras hingga membuat keributan, kemudian sebentar lagi gerimis, lalu deras kembali. Angel melihat jam di ponselnya yang menunjukan waktu sudah pukul lima sore. Kemudian ia berjalan menuju kantin yang merupakan tempat tunggu yang paling pas, karena berdekatan dengan parkiran sepeda motor. Saat melewati mading dan melihat pantulan dirinya, Angel diam-diam tersenyum kecil. Dia hanya mengingat kejadian tadi pagi. Sudah menjadi rutinitasnya selama berbulan-bulan untuk jogging di alun-alun kota setiap pagi. Berbeda saat awal melakukan diet, dimana dia memaksakan diri dan olahraga lebih dari seharusnya. Dia hanya mengganti rutinitasnya hingga lebih konsisten, terutama karena ada yang mengajaknya untuk olahraga bersama.

Setelah memesan jus jeruk, Angel duduk di tepi jendela agar dapat terus memantau hujan yang kali ini makin deras turun. Dia berpikir untuk tetap menerjang hujan ribut tersebut dengan jas hujan, namun pikirannya terpotong saat melihat segerombolan cowok masuk ke kantin. Angel yang hanya sendirian di kantin yang hampir tutup tersebut tidak terlalu nyaman dengan keributan yang dibuat. Hingga dia melihat ke Evan yang berada paling belakang diantara 5 orang yang masuk. Tanpa aba-aba mereka bertemu pandang, dan Evan tersenyum. Namun bukannya tersipu, Angel merasa tidak nyaman dengan senyuman tersebut. Karena sekarang dia merasa bahwa senyuman itu terasa palsu dan mengejek. Apa itu hanya pikirannya saja? 

Evan
Hai, lama gak lihat

Angel *tersenyum kecut*
Iya

Ricky
Stt.. jangan digodain terus anak orang, nanti baper lagi.

Evan menyodok siku temannya untuk diam, tapi mereka hanya tertawa.
Kayaknya diet mu lumayan berhasil ya?

Junior
Iya, keliatan loh Ngel.

Angel
Hehe iya, makasih.

Evan
Tapi gak tambah cantik ya?

Angel terbengong-bengong atas perkataan itu yang kemudian disambut dengan tawa teman-temannya yang lain. Padahal menurutnya ucapan tersebut tidak lucu. Dia mencurigai bahwa teman-teman Evan itu merupakan penonton bayaran yang dibayar hanya untuk menertawai leluconnya.

Evan
Oh iya, katanya waktu kita ketemu waktu itu, kamu pingsan? Udah baikan?

Junior *menarik lengan Evan*
Udah lah, Van. Yok cabut!

Evan *menghempaskan*

Bentar, orang masih belom selesai ngomong.

Angel
Kamu emang kesini buat ngelucu ya?

Evan
Hah? Enggak, aku cuma mau tanya, yang ngangkat berapa orang?

Saat teman-teman Evan mulai tertawa lagi, Angel mulai panas dan menyiram muka Evan dengan sisa es jeruk nya masih lumayan penuh. Wajahnya mereka memerah, dan Evan maju satu langkah. Bukannya berteriak marah, dia justru bicara dengan tenang.

Evan
Bangsat, kamu paham? Aku ngomong gini buat bantu, biar kamu sadar ga ada cowok yang mau sama cewek kayak kamu! Ayo cabut!

Sepergi gerombolan itu, bukannya menangis Angel justru hampir saja terlihat seperti orang gila yang mau buka baju sambil tertawa-tawa sendiri di jalan. Bukannya tidak menghargai pendapat, tapi yang namanya ejekan itu sama sekali tidak memotivasi orang untuk menjadi lebih baik. Justru ejekan itu bisa menimbulkan luka yang menjadi dendam. Tapi kali ini Angel memilih untuk tidak mempedulikan omongan itu. Dia melihat gelas es jeruknya yang sudah kosong dan tersenyum puas. Pembalasanya cukup sampai disitu.

-M-

🥝 D I E T 🥝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang