Hari ke delapan puluh lima
Air sungai terus mengalir, arusnya sesekali menghancurkan diri mereka sendiri ke batu batu besar dan licin di tepian. Awan cumulus terus menyisir bentangan langit cerah, sesekali kabut mengepul dari balik gunung tanpa batas.
Tak terasa aliran waktu pun terus melaju tak terhentikan.
Sudah delapan puluh lima hari berlalu, sejak malam Wen Kexing mendapatkan Ah Xu dari setan gerbang Suzaku.
Di halaman rumah Cao Weining, di bawah awan dan matahari senja hari, diantara rerumputan yang mencuat dari sela bebatuan, Ah Xu duduk di tepi kolam ikan menemani pak tua tukang kebun bekerja.
Pemuda cantik itu mengawasi tarian ikan ikan dalam kolam dengan mata berbinar-binar.
"Ah Xu, kudengar kau sudah pandai dalam banyak hal," pak tua penjaga kebun mengatasi kebosanan dengan mulai mengajak bicara. Sebenarnya pekerjaan membersihkan halaman dari rumput dan gulma sudah selesai sebelum senja datang, pak tua itu sedang melakukan penyisiran terakhir. Dia menaruh keranjang besar terbuat dari rotan di tanah, lalu duduk di bebatuan dekat kolam ikan.
"Semua orang baik di sini mengajariku," jawab Ah Xu, merdu dan mengayun.
"Termasuk anda pak tua," dia menambahkan, menoleh sekilas pada si tukang kebun.
"Lalu apa yang diajarkan pasanganmu itu? Dia sepertinya hari demi hari tidak ada perkembangan. Aku dengar beberapa pekerja di tanah pertanian mengeluh pada tuan muda Cao," pak tua mengipas-ngipas wajah dan lehernya dengan selembar caping.
Raut wajah Ah Xu berubah antara muram dan kemerahan. Dia tidak senang jika ada orang menggunjingkan Wen Kexing, tetapi harus diakui bahwa pemuda itu sulit sekali mengerjakan segala sesuatu dengan benar.
Tetapi yang membuatnya sedikit terkesiap adalah perkataan tukang kebun yang menyebutkan bahwa Wen Kexing adalah pasangannya.
Jadi, seperti itulah penilaian orang-orang terhadap mereka berdua?
"Dia pekerja keras, hanya sedikit mudah marah," Ah Xu meringis.
"Sebenarnya dia juga cukup baik," ia tidak tahan untuk tidak tersenyum. Setiap kali membicarakan Wen Kexing, kehangatan yang aneh membanjiri hati dan tubuhnya yang dingin.
"Kalian pasti sibuk setiap malam," pak tua itu terkekeh, mendesis berulang-ulang.
"Sibuk?"
"Ya, pasangan muda. Baik itu normal atau pun unik semacam kalian. Pasti melewati malam dengan menyenangkan. Ah, kau tahu apa maksudku," pak tua tertawa menggoda.
Ah Xu termangu.
Mereka bukan pasangan, setidaknya belum jadi pasangan. Tidak banyak yang mengetahui hal ini.
Entah Wen Kexing takut pada dirinya atau mungkin mencintai dirinya, pemuda itu tak pernah melakukan sesuatu yang mengganggu.
Alasan mana yang lebih kuat, Ah Xu tidak tahu, dan Wen Kexing juga mungkin tidak mengerti akan perasaannya sendiri.
Dengan tersenyum, Ah Xu menjawab penuh teka teki.
"Lima belas hari lagi kami baru akan sibuk pada malam hari."
".......??"
Melihat raut bengong pak tua tukang kebun, Ah Xu tertawa ringan.
Dia tahu tak ada yang akan mudah percaya dengan kisah mereka. Tentang bagaimana dan mengapa mereka bisa bersama. Rasanya terlalu tidak masuk akal. Jadi tak ada gunanya menceritakan hal itu pada siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride At Suzaku Gate (Word of Honor)
FanfictionSatu malam bertepatan dengan Festival Hantu, Wen Kexing, seorang pemuda tampan yang ahli berjudi ditantang oleh seorang kakek misterius untuk bertaruh dalam perjudian. Kakek misterius itu, yang ternyata adalah jelmaan setan, berjanji akan memberik...