Hari ke sembilan puluh tigaTidak seperti biasanya, menjelang fajar pagi ini ada perbincangan yang riuh di halaman rumah Cao Weining.
Wen Kexing mengintip dari jendela, ada beberapa pelayan pria tengah berdiskusi, Cao Weining dan Gu Xiang juga berada di sana, ditambah pak tua tukang kebun yang tak pernah ingin ketinggalan berita.
Situasi sepertinya tidak menyenangkan, Wen Kexing menyatukan kedua alisnya erat. Dia mulai curiga sesuatu telah terjadi.
Bibirnya yang tipis dan agak pucat berkerut, dia tidak tahan ingin bergabung dan bertanya banyak hal jadi dia keluar dari pintu paviliun dan menyerbu ke halaman luas rumah Cao Weining.
"Apa yang terjadi?"
Cao Weining menoleh padanya, ekspresinya khawatir.
"Pelayan bilang ada pencuri mencoba menyusup kemari."
"Pencuri?" darah Wen Kexing berdesir.
"Aku melihat dua sosok misterius berpakaian hitam mengendap-endap di depan pagar. Mereka mencurigakan, aku melihatnya melompati pagar dan masuk ke halaman," seorang pelayan menjelaskan.
Wen Kexing termangu, sikapnya seolah tenang, kedua lengannya berada di belakang punggung, tanpa diketahui siapapun, tangannya saling meremas dan berkeringat.
Atmosfir ketakutan menyebar dengan deras diantara mereka.
"Aku khawatir dua orang itu berniat jahat. Salah satunya membawa senjata," si pelayan melanjutkan.
"Lalu bagaimana kau bisa mengusirnya?" selidik Wen Kexing.
"Dengan berteriak memanggil tuan. Sepertinya kedua orang itu sadar sudah ketahuan, jadi mereka berbalik kabur."
Cao Weining menatap Wen Kexing, dia menangkap kegelisahan di matanya.
"Rumah ini tak pernah disatroni pencuri sebelumnya. Aku khawatir, mereka tidak berniat mencuri."
Wen Kexing melirik galak, "Maksudmu, kedua orang itu berniat lain? Membunuhmu begitu?"
Wajah Cao Weining memucat, demikian juga Gu Xiang.
"Hei, kau malah menakuti kami," Gu Xiang balas melirik sama kesalnya.
"Aku dan Weining tidak punya musuh. Tidak ada yang berani mencelakai kami."
Wen Kexing menatap nyonya rumah yang masih sedikit pucat karena terbangun kaget di pagi buta. Sikap lembut yang dulu ditampilkan Gu Xiang awal perkenalan mereka saat ini menghilang. Benar dugaannya, Weining yang malang mendapatkan istri galak dan banyak bicara.
Mampus kau, batinnya dengki.
Sepertinya satu-satunya yang ingin menganiaya Weining adalah istrinya sendiri.
Seulas senyum sangat tipis terbit di wajahnya.
"Heh! Kenapa malah senyum-senyum. Katakan apa kau yang punya musuh dan mereka mengejarmu sampai kemari?" tanya Cao Weining, berusaha terdengar tegas.
Gayanya membuat Wen Kexing tertawa dalam hati.
"Aku tidak punya musuh. Mereka yang iri dan membenciku punya masalahnya sendiri. Aku tidak berminat urusan dengan orang-orang pengecut yang menyelinap tengah malam," jawab Wen Kexing ringan.
Weining menghela nafas berat.
"Yah, mungkin kedua orang itu hanya dua pencuri kelaparan.. aku terlalu banyak berpikir," sang tuan muda menggaruk pelipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride At Suzaku Gate (Word of Honor)
FanficSatu malam bertepatan dengan Festival Hantu, Wen Kexing, seorang pemuda tampan yang ahli berjudi ditantang oleh seorang kakek misterius untuk bertaruh dalam perjudian. Kakek misterius itu, yang ternyata adalah jelmaan setan, berjanji akan memberik...