Helaian rambut Cheng Ling berkeliaran di sekitar wajahnya kala angin malam menyapa. Mendesis seraya mengibaskan tangan mengusir serangga kecil yang berdengung di telinganya, anak itu menunduk merenungi halaman berbatu kerikil kecil, rumput liar bertumbuhan di sela bebatuan.Dalam hening, Cheng Ling masih belum bisa mengusir bayangan si kakek tua misterius yang meracuninya dengan kisah tak masuk akal.
Bulan semakin merangkak naik kala malam kian larut. Cheng Ling merapatkan lapisan baju, menyilangkan lengan di depan dada. Tak mempedulikan tubuh yang perlahan menggigil, Cheng Ling bertahan duduk di bangku kayu di halaman. Mendongak ke langit menatap bulan.
Sang penjudi tampan, Wen Kexing, mengintip dari jendela ke arah di mana Cheng Ling menikmati kesendirian.
Meski keadaan si anak nampak muram dan kedinginan, Wen Kexing tidak merasa kasihan. Dia malah menatap kesal menyaksikan tingkah Cheng Ling yang seakan mengundang penyakit.
"Cheng Ling! Sedang apa kau di luar? Masuk! Tubuhmu bisa sakit kedinginan."
Suaranya lantang memerintah, alis indahnya yang terukir bertaut melahirkan ekspresi garang.
Cheng Ling menoleh lambat-lambat. Mencibir ke arah sang paman.
Melihat tampang Cheng Ling yang seolah tak peduli, Wen Kexing seketika menjadi kesal.
"Hei, kenapa kau tak mendengar?!"
Namun Cheng Ling tak menganggap seruan itu. Menampilkan senyum penuh tanda tanya, dia berkata ragu-ragu.
"Paman Wen, jangan kesal dulu. Bisakah kita bicara tentang sesuatu?"
Suaranya mengalun pelan terbawa hembusan angin.
Wen Kexing mengangkat alis, selintas dia merasa ada yang berbeda dengan anak ini. Maka, dengan langkah terseret malas, dia membuka pintu, menuju halaman dimana Cheng Ling duduk.
"Cuaca dingin malam ini, membuatku tidak bisa berpikir jernih. Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau terlihat bingung?" Wen Kexing duduk di samping Cheng Ling, mendaratkan tepukan lembut di bahu sempit si anak.
"Jika ada suatu kejadian aneh menimpa di satu hari yang tak biasa, rasanya cukup sulit untuk mengabaikannya," Cheng Ling memulai pembicaraan, sempat merasa bingung untuk menyampaikan. Tetapi rasa penasaran terlalu mendesak, untuk kesekian kali, dan sekali lagi, mengharap penjelasan.
"Bicara apa kau ini? Ada kejadian aneh apa?" Wen Kexing bertanya, nadanya penuh curiga.
Cheng Ling tidak langsung menjawab, hanya menyunggingkan senyum tipis penuh teka teki. Dia malah melirik ke pintu rumah kemudian bertanya,
"Di mana paman Xu?"
Wen Kexing ikut melihat ke arah pintu. Nampak uap tipis mengalir lewat sela jendela samping, menciptakan pola samar tak beraturan dalam keremangan.
"Tadi sedang sibuk di depan tungku. Akhir-akhir ini minatnya tertarik pada pengobatan. Mungkin dia tengah merebus obat kuat. Siapa tahu?" Kekehan senada suara keledai mengalir lewat tenggorokannya. Wajah tampannya diselimuti ekspresi tidak jelas.
Astaga...
Cheng Ling nampaknya sudah bisa menduga arah pikiran sang paman yang tak pernah jernih, bagaikan anak sungai dilanda gelombang banjir. Deras, keruh dan berpasir.
Dengan cepat, Cheng Ling segera mengubah arah pembicaraan.
"Sore tadi, aku bertemu seseorang."
"Hmm -- siapa?" Wen Kexing sedikit tertarik.
"Seorang kakek misterius, dia duduk sendiri di kaki gerbang desa Suzaku dan memintaku menemaninya sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride At Suzaku Gate (Word of Honor)
FanfictionSatu malam bertepatan dengan Festival Hantu, Wen Kexing, seorang pemuda tampan yang ahli berjudi ditantang oleh seorang kakek misterius untuk bertaruh dalam perjudian. Kakek misterius itu, yang ternyata adalah jelmaan setan, berjanji akan memberik...