10 - Sang Penyajak Ulung

47 19 3
                                    

KEMBALI di kelas Tekno bersama Mr. Tarence, anak-anak Ruang Z perlu melanjutkan proyek mereka yang tertunda kemarin. Eiries entah trauma atau bagaimana, tapi dia sudah enggan ke perpustakaan. Akhirnya, mereka pergi ke gazebo di pekarangan belakang gedung pengajaran. Ada tiga gazebo keramik yang sejuk, berdiri lapang di antara rumput hijau dan dedaunan merah yang menggugur. Tapi, ternyata, salah satu dari tempat itu telah direservasi oleh seseorang. Dengan rambut merahnya yang serasi dengan latar, dia berdiri di sana untuk membaca puisi seperti potret dalam sejarah.

"Ini jalan yang sangat panjang, tapi setiap jiwa telah saling merindukan, kemudian mereka pergi mati, kemudian hidup kembali." Pria itu mengerling pada Alphia dan teman-temannya. "Oh, rombongan apa ini?"

"Kami ingin membuat proyek, pelajaran Mr. Tarence," kata Ramirez. "Kami akan cari tempat lain kalau Anda masih di sini."

"Aku selalu di sini," katanya. Alphia bisa tahu nama guru itu dari tanda pengenalnya: Mr. Kruz. Seorang guru Kimia dengan mata yang menakjubkan seperti perpaduan senyawa. Itu mata heterokrom biru-hijau laut. "Tapi, aku lebih senang saat kedatangan tamu. Murid-murid yang kucintai. Ayo, naiklah, naik. Ini adalah tempat favoritku karena banyak hal, terutama untuk inspirasi sajak, dan kalian akan suka juga."

"Terima kasih," kata Alphia.

"Berikan ruang yang luas," perintah Lloyd yang sedang mengangkut bahan-bahan untuk senjata buatan mereka. Ethan dan Ramirez membantu di belakang.

"Aku suka ini. Anak-anak pekerja keras," gumam Mr. Kruz. "Apa yang mau dibuat?"

"Kami belum tahu namanya," kata Ramirez. "Ini sebuah senjata pelontar jarak jauh. Mungkin mirip granat. Namun, lebih praktis dan punya fitur tambahan."

"Aku cenderung memilih senjata jarak dekat," tutur Eiries. "Itu lebih kuat."

"Sepertinya dia lupa kalau lawan kita adalah android. Besi-besi," sindir Lloyd. "Menyerang mereka dari jarak dekat adalah kebodohan nyata."

Eiries merengut. Alphia tertawa hambar. "Tidak ... bisa saja kita gunakan senjata jarak dekat. Tapi, kita utamakan yang ini dulu. Dan kumohon, tidak ada yang bodoh di sini."

"Kenapa kalian tidak membuat sejenis senapan?" tanya Mr. Kruz.

"Sistemnya lebih rumit," kata Ramirez. "Ini masih percobaan, dan kita mulai dari yang ringan."

Mr. Kruz manggut-manggut. Ketika anak-anak itu mulai bekerja, dia memerhatikan salah satunya yang justru tertidur di dekat tumpukan buku. "Nah, ada apa dengan teman kalian yang itu?"

"Bosan hidup," celetuk Lloyd santai.

"Hm, ada sesuatu yang terbetik di kepalaku. Sesuatu yang merepresentasikan Ethan." Mr. Kruz berdeham dan mulai menutur,

"Bangunlah, semuanya kacau

Kacau balau dan rusak

Hilang dan berkabut

Gara-gara tutup mata

Sampai datang malaikat maut."

Alphia sedang memasang suku cadang ketika dia segera merinding. Puisi-puisi yang dilantunkan Mr. Kruz sangat aneh. Tidak hanya dari gramatika bahasa, melainkan juga isinya. Seoah-olah, Mr. Kruz datang dari dunia lain yang tidak pernah ada.

"Bukan bermaksud tidak sopan. Apa Anda tidak mengajar?" tanya Alphia heran.

"Dia kurang kerjaan," celetuk Lloyd, membuat Mr. Kruz tertawa.

"Iya, saya jika agak luang memang pergi ke sini. Selain berpuisi, saya suka memikirkan dunia dari perspektif fisika." Mr. Kruz tersenyum. "Apa kalian tidak berpikir bagaimana ketika hidrogen pada matahari habis? Atau ketika teori yang menyatakan keberadaan ekstraterestrial terbukti?"

I'm HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang