18 - Gehenna Lainnya di Scramton

31 14 3
                                    

RAMIREZ telah menentukan pukul sembilan agar mereka berkumpul di dugaan tempat penyekapan. Di gazebo, tempat Mr. Kruz mengkhayalkan sajaknya setiap hari. Mereka tidak benar-benar tahu apakah Mr. Kruz berada di balik semua ini, tapi pria itu jelas adalah bahaya yang nyata. Terlepas dari statusnya sebagai guru di Haydens, Mr. Kruz perlu mengambil jarak.

Kebetulan sekali, seharian itu Alphia merasa sangat lelah. Dia tertidur setelah waktu makan malam dan melupakan pertemuan. Alphia tenggelam dalam mimpinya yang semakin tidak rasional, penuh petualangan dan ancaman. Ada kalanya ketika dia sedang berlari di lorong-lorong gedung utama, melintasi berbagai ruangan yang beku, terbakar hangus, atau ditumbuhi tanaman rambat berduri. Melihat bayang-bayang Mr. Kruz saat membaca sajak, Mr. Sander saat memberikannya nilai nol untuk satu semester, hingga Dr. Kira yang mendiagnosisnya terserang penyakit kronis.

Setelah itu, adegan berganti ke bulevar di Festherchapel yang telah terkoyak di mana-mana. Alphia berdiri di sana, di bawah hujan es, ketika pesawat tempur Endsburg terbang memenuhi langit dengan suara keras. Kemudian, rudal ditembakkan ke rumah-rumah penduduk sampai gedung perkantoran. Alphia jatuh menyungkum tanah dengan derai air mata yang tak ada habisnya, sebelum datang seseorang mendekapnya.

"Jangan khawatir," bisik Marshall. "RA 14 derajat 39 meter 37 inci."

Alphia menatap wajah ayahnya yang perlahan berubah penuh luka lebam, luka tembakan, berlumuran darah. Gadis itu pingsan setelah memekik tertahan. Tahu-tahu, dia terbangun di ruangan yang familiar. Ruang Z. Tidak ada siapa pun di sana selain teman-temannya yang duduk di tempat sendiri. Eiries menengadah, ia menangis namun air matanya berwarna hitam. Ethan mencampur cairan-cairan kimia hingga membentuk senyawa hitam, meminumnya. Lloyd merobek buku yang membuka pintu rahasia perpustakaan, sampai lantai di bawahnya penuh oleh kertas.

Kemudian, Alphia mendengar suara Ramirez. Anak laki-laki itu sedang melepas pergelangan tangannya, lalu melepas wajahnya, memperlihatkan untaian kabel, kawat dan potongan besi yang mengalirkan listrik. Dia datang kepada Alphia untuk menepuk kedua pipinya. "Alphia, bangunlah. Alphia."

Gadis itu tergegau dengan napas tersenggal, jantungnya berdebar-debar. Itu sungguh mimpi yang mengerikan. Tapi, suara Ramirez tak hanya sekadar mimpi. Suara khasnya itu muncul dalam kepala Alphia, sampai dia sadar bahwa sambungan Zapt sedang aktif.

"Alphia! Eiries! Di mana kalian? Ini sudah lewat pukul sembilan. Kita harus bergegas."

"Maaf," Alphia mengucek matanya, "kami akan segera ke sana. Tunggu sebentar-" dia melirik ke lemari di seberangnya, sebelum saat itu juga terbelalak.

Tenggorokannya tercekat. Seluruh tubuhnya tak mampu bergerak. Seakan-akan, waktu di dalam kamar yang kecil itu berhenti tanpa perintah. Alphia tidak tahu apakah dia masih bermimpi, atau dia sudah kembali ke dunia yang asli. Tapi, sosok di hadapannya benar-benar sebuah ketidakniscayaan.

[]

Malam menyelimuti Haydens dengan dingin yang sangat tidak manusiawi, ketika salju-salju berguguran dari langit gelap. Lampu-lampu menyala remang, lorong-lorong sunyi senyap. Namun, ada tiga anak laki-laki yang melangkah dengan kokoh menuju pekarangan belakang gedung asrama, ke tempat bangunan kecil yang dirancang khusus. Sepatu bot mereka berjejak di atas jalan setapak berlapis salju.

"Menurutku kita harus bergerak sekarang. Mereka bisa menyusul," kata Lloyd. "Aku dan Ethan sudah mengamankan gedung. Bisa dipastikan orang-orang sedang terlelap sekarang. Guru-guru juga tidak mengadakan rapat malam lagi seperti hari-hari kemarin."

"Bagaimana dengan asrama perempuan?" Ramirez menengadah. "Itu tugas Alphia dan Eiries, sementara mereka belum memberi kabar pasti."

"Aku yakin mereka tidak akan berani ke mana-mana setelah kasus siswi hilang," Lloyd terkekeh sinis, mengancing mantelnya yang masih terbuka. "Hilang dan mati."

I'm HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang