Seusai makan malam, sebagian besar tamu berkumpul di ruang duduk. Om Hosea asyik mengobrol dengan sepasang suami-istri sebayanya di samping jendela. Tamu-tamu yang lebih muda memilih duduk-duduk di atas lantai berkarpet. Louis, Marie, serta kakak beradik Aryo dan Arini tidak hadir di sana.
Axel kini sudah sedikit banyak mengenal para remaja dan pemuda-pemudi yang ada. Agaknya berkumpul bersama di tempat yang sulit koneksi internet telah membuat mereka cepat menjadi akrab. Ia segera terlibat dalam permainan monopoli yang sengit melawan para anggota Trio Rantau. Lucia, yang entah bagaimana berhasil "ditarik" oleh Trio Rantau ke dalam lingkup pergaulan mereka, berperan sebagai bank.
Sesekali, Axel melirik ke arah Sylvie. Gadis itu duduk di sofa, matanya fokus menatap siaran berita kriminal di televisi. Sahabatnya, Irene, duduk di sebelahnya sambil sesekali mencuri pandang ke arah papan monopoli. Kelihatannya, Sylvie satu-satunya remaja yang tidak tertarik maupun terganggu dengan permainan mereka. Sungguh orang yang menarik untuk diperhatikan.
"Hei, Axel! Giliranmu jalan!" Seruan Wayan menyadarkan Axel.
"Eh iya, sori!" Axel buru-buru melempar dadu. Sial baginya, pionnya mendarat di New York, petak yang sudah dipenuhi rumah dan hotel oleh Yunita. Dengan menggerutu ia terpaksa menyerahkan semua uangnya dan mengaku kalah.
"Makanya, yang fokus kalau main!" seru Yunita penuh kemenangan. "Nah, Wayan, Martin, selanjutnya giliran kalian!"
Axel memutuskan untuk tidak ikut main pada ronde berikutnya. Lucia menggantikan posisinya dengan senang hati, sementara posisi bank diambil alih Irene. Iseng-iseng, dilihatnya berita yang sedang tayang. Berita-berita politik dan kriminal sudah lewat, dan saatnya berita
cuaca."Anomali cuaca diprediksi terjadi di pulau Jawa pekan ini dan pekan depan," demikian pembawa berita membaca. "Siklon tropis dari Filipina bergerak melintasi wilayah Indonesia,
dengan Jawa Timur sebagai wilayah paling terdampak. Warga diminta mengantisipasi kenaikan curah hujan dan angin kencang, yang meningkatkan risiko terjadinya banjir, tanah longsor, dan puting beliung.""Wah, pantas mendungnya tebal banget!" timpal Martin tiba-tiba. Refleks, mereka menoleh ke jendela. Benar saja, langit yang tadinya cerah sekarang sudah dipenuhi awan. Bulan purnama bersinar samar-samar dari sela-sela awan. Sesekali terlihat kilatan petir, disusul bunyi guntur dari kejauhan.
"Kayaknya malam ini bakal hujan deras, nih," tambah Wayan. "Duh, semoga besok cerah, biar kita bisa jalan-jalan. Bakalan gabut banget kalau stuck di homestay seharian."
"Huahh, bosan juga kalau sudah malam gini, ya? Tahu gini aku bawa koleksi board game-ku yang lain." Yunita menguap keras-keras. "Masih ada yang mau main, atau aku simpan aja papannya?"
"Ganti aja, gimana? Kalau mau, aku bawa kartu remi di koper." Wayan beranjak dari tempat duduknya.
"Yah, bolehlah, daripada nganggur." Yunita mengarahkan pandang ke tangga. Mendadak, ia terpaku. Sorot mukanya menegang ketika ia melihat orang yang sedang menuruni tangga. Terdorong penasaran, teman-temannya pun ikut menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Veritas [Terbit]
Mystery / Thriller[Terbit di HWC Publisher] Axel Putra Mahendra tak pernah menyangka liburannya ke homestay milik pamannya akan berubah menjadi petaka. Dimulai dari teror seorang maniak supernatural, tanah longsor yang mengisolasi homestay dari dunia luar, sampai ter...