Ketiga remaja itu melangkah kembali ke homestay sambil melihat-lihat. Jelas bahwa badai semalam sudah membuat kerusakan yang cukup nyata pada perkebunan itu. Di kejauhan, terlihat para pekerja bahu-membahu memperbaiki atap greenhouse yang rusak. Dahan-dahan dan ranting-ranting pohon terhampar di sekitar kaki mereka.
“Wah, pasti Pak Hosea rugi banyak.” Irene memandangi dahan jeruk berukuran cukup besar yang tergeletak di tepi jalan setapak. “Atap rusak, pohon-pohon patah, apalagi ada kasus kayak begini. Padahal homestay baru dibuka. Pasti bakal jelek akibatnya kalau kasus ini sampai masuk berita.”
“Memang. Mungkin ada baiknya fokus orang-orang sekarang tertuju ke bencana longsor di bawah.” Axel menghela napas panjang.
“Menurutmu Kak Wayan pergi ke mana?” tanya Sylvie sambil mengamati lingkungan sekelilingnya. Walau mereka makin mendekati homestay, belum ada dari mereka yang melihat Wayan.
“Wah, mana kutahu.” Axel mengangkat bahu. Dilayangkannya pandangan menyisir keadaan sekitar. Mendadak, diguncangkannya lengan Sylvie.
“Vie, ada orang di sana! Kita tanya, yuk!” Mengabaikan tatapan terkejut Sylvie, Axel menunjuk ke arah jajaran pohon-pohon jeruk. Agak jauh dari mereka, di bawah sebuah pohon, seorang lelaki bertubuh agak gemuk bersandar menikmati sebatang rokok. Tanpa membuang waktu, ketiganya segera berlari menghampiri orang itu.
“Oalah, Mas Jo ternyata! Hai Mas Jo!” Axel melambai pada laki-laki itu. Lelaki itu membalas lambaian Axel dengan ramah.
“Ini Mas Jo, sopir keluargaku.” Axel memperkenalkan lelaki itu pada kedua perempuan yang bersamanya. “Mas Jo, kemarin lihat sesuatu yang menarik, nggak?”
“Tergantung. Menarik kayak apa, Xel?” Mas Jo berujar santai. “Mau dengar soal cerita penampakan yang kami lihat tadi malam?”
“Eh? Wah, bukan yang semacam itu, sih.” Axel menggaruk-garuk kepala. Ugh, memangnya ada berapa kejadian supernatural yang terjadi kemarin? gerutunya dalam hati. Sungguh, kalau ada seseorang yang datang dan bilang padanya kalau mereka sekarang sedang berada di tengah sebuah film horor buruk, Axel yakin dirinya akan percaya. Namun, ini Mas Jo yang bicara, dan Axel tahu orang itu sering melebih-lebihkan cerita.
“Terusin, Mas Jo.” Tepat ketika Axel berpikir untuk membawa kedua partner penyelidikannya pergi mencari orang yang ceritanya lebih bisa dipercaya, Sylvie tiba-tiba
menyahut. “Penampakan macam apa?”“Lihat rumah di pojok situ!” Mas Jo mengarahkan perhatian mereka pada sebuah rumah satu lantai bercat putih, kira-kira seratus meter dari tempat mereka berdiri. “Kamu tahu, kan, kalau karyawan-karyawan Pak Hosea semua tidur di sana? Jadi, kemarin malam, setelah semua kerjaan selesai, kita semua nonton TV di ruang tamu. Ada konser ulang tahun ke-15 Buana TV, kira-kira dari jam tujuh sampai jam dua belas, lah. Nah, setelah acara selesai, salah satu
dari kami iseng melihat ke jendela. Kalau soal siapa yang ngintip pertama, saya sudah lupa. Yang jelas, tahu-tahu ada yang teriak. Otomatis, kita semua jadi pada nengok ke jendela. Kalian tahu? Ada sinar melayang-layang di kebun! Jalan-jalan ke mana-mana! Wah, pokoknya kita
semua heboh waktu itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Veritas [Terbit]
Mystery / Thriller[Terbit di HWC Publisher] Axel Putra Mahendra tak pernah menyangka liburannya ke homestay milik pamannya akan berubah menjadi petaka. Dimulai dari teror seorang maniak supernatural, tanah longsor yang mengisolasi homestay dari dunia luar, sampai ter...