2. Firasat Buruk (R)

42 13 0
                                    

Axel menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dengan puas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Axel menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dengan puas. Beberapa jam yang lalu, baru saja ia bertemu dengan tiga mahasiswa Unair yang sedang berwisata. Berhubung tidak
ada anak muda lain, ia menggabungkan diri. Untung baginya, teman-teman baru itu sungguh
ramah dan heboh! Selama lima jam berikutnya, mereka menghabiskan waktu dengan mencari sebuah bukit kecil di hutan dekat perkebunan, yang konon memiliki reruntuhan candi di
atasnya. Memang, meski sempat tersasar, tempat itu ternyata tidak terlalu jauh dari tepi hutan. Axel sebenarnya bukan orang yang terlalu menyukai peninggalan bersejarah, tetapi antusiasme teman-teman barunya membuatnya turut senang melihat tumpukan batu dan sisa-sisa arca dari peradaban yang lampau.

"Hei Xel!" Sebentuk kepala melongok dari balik pintu kamar Axel yang setengah terbuka. Seorang pemuda berkulit sawo matang dan berperawakan sedang mengintip.
Wajahnya ramah, bak berhadapan dengan seorang kawan lama.

"Eh, Kak Wayan ternyata. Kenapa, Kak?" Axel melompat berdiri.

"Besok kita mau ke desa! Katanya ada gua bekas tempat persembunyian tentara Jepang waktu perang kemerdekaan dulu. Kamu mau ikut?" ajak pemuda itu. I Wayan Pratama bisa dibilang pimpinan dari geng mahasiswa itu. Trio Rantau, begitu mereka menyebutnya. Kebetulan, mereka bertiga sama-sama berasal dari luar Jawa. Martin Yambise, anggota kedua yang bertubuh gempal, asli dari Manokwari. Yunita Simatupang, satu-satunya perempuan dalam grup pencinta travelling itu, orang Medan tulen. Wayan sendiri asli Denpasar. Yang bikin mereka lebih dekat lagi, ketiganya sama-sama mengambil jurusan yang berhubungan dengan kesehatan: Martin jurusan kedokteran gigi, Yunita jurusan farmasi, dan Wayan jurusan kedokteran.

"Mau, Kak!" Axel mengacungkan jempolnya.

"Oke. Besok kumpul di teras jam setengah tujuh!" Wayan balas mengacungkan jempol. "Dah, aku mandi dulu!"

***

Seorang wanita muda melangkah anggun menyusuri ruang tamu Rosalind Homestay. Rambut ikalnya pendek sebahu, berkilau kecokelatan ditimpa cahaya matahari. Kulitnya putih bersih, kontras dengan lipstik merah mawar yang menghias bibirnya. Mata cokelatnya tampak
hangat di bawah naungan bulu mata lentiknya. Marie Anastasia Rochelle memanglah seorang wanita yang mampu membuat terpana tiap laki-laki yang ditemuinya.

Tidak, cara berpakaian dan bahasa tubuhnya tidaklah vulgar. Sebaliknya, ada semacam keanggunan tersembunyi dari pembawaannya, sesuatu yang membuatnya tampak bagai permata yang indah tetapi hampir mustahil dimiliki. Sulit dibayangkan, beberapa tahun
sebelumnya, dia hanyalah seorang mahasiswi seni biasa yang berjuang untuk hidup pas-pasan di tengah besarnya kota Paris.

Dipandanginya bayangan warna-warni yang berpola indah di lantai, buah karya sinar mentari sore yang menimpa kaca-kaca patri di jendela. Diangkatnya kamera SLR yang terkalung pada lehernya, dan diambilnya beberapa foto. Ah, sekarang tidak usah lagi dia pontang-panting mengerjakan berbagai pekerjaan paruh waktu. Kini dia memiliki segalanya!

Ya, lelaki yang dinikahinya empat bulan lalu bukanlah lelaki sembarangan. Dia pewaris sah
kerajaan bisnis PT Anugerah Prasatya Megah, seorang pria yang terlahir dengan masa depan yang cerah. Bidang usahanya merentang mulai dari makanan ringan, mi instan, es krim, minuman dalam kemasan, air mineral, hingga makanan bayi. Jenis produk dan luas daerah distribusinya selalu bertambah setiap tahun! Agaknya tidak ada yang meragukan kalau PT Anugerah Prasatya Megah merupakan salah satu perusahaan yang berkembang paling pesat di
Indonesia saat ini.

Veritas [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang