Sepuluh

729 80 4
                                    

"Stop tryna keep us alive. You're pointing at stars in the sky that already died." — Conan Gray, Astronomy


MATAHARI sudah lama menghilang dan malam pun menjelma. Langit berwarna gelap di atas sana terlihat indah dengan taburan bintang yang berkedip warna-warni. Ditambah sinar bulan sepotong yang menambah keindahan langit malam yang terang. Langit benar-benar cerah, nggak ada sedikit pun awan yang tergantung di sana. Sepertinya hujan nggak akan turun malam ini. Tapi entahlah, alam pandai sekali memberikan kejutan yang nyata.

Malam ini permainan night treasure yang sudah dijadwalkan akan dimainkan terpaksa di-cancel karena beberapa faktor yang nggak bisa dijelaskan secara rinci. Yang jelas, permainan itu berbahaya jika dilakukan di hutan yang cukup luas seperti ini. Risiko tersesat dan orang hilang bisa saja terjadi kalau permainan ini tetap dilaksanakan. Lagipula, siapa yang bisa menjamin hujan nggak akan turun malam ini?

Jadi kegiatan malam ini cuma diisi dengan melingkari api unggun sambil menyanyikan lagu-lagu pop terbaru, diiringi petikan gitar yang dimainkan oleh beberapa anak yang tergabung dalam band sekolah. Suasananya benar-benar menyenangkan. Semua peserta kemah nyanyi bersama-sama. Lagu-lagu yang dinyanyikan juga lagu-lagu yang enerjik, seperti lagu-lagu dari band Killing Me Inside, Tipe-X, Superman Is Dead, NOAH, Paramore, dan masih banyak lagi deh pokoknya. Benar-benar pengalaman kemah yang menyenangkan. Aku nggak akan pernah bisa melupakan malam ini.

Ada satu pengalaman lagi yang nggak akan pernah bisa kulupakan seumur hidupku. Satu momen yang terjadi setelah pesta api unggun selesai, aku duduk menyendiri di depan tenda, di atas rumput hijau liar yang lembut. Hanya sendiri, tanpa Egy, tanpa Lendra, juga tanpa Bimo. Mereka bertiga lagi asik dengan urusan mereka masing-masing. Egy dan Bimo, seperti biasa, asik ngecengin cewek-cewek di tenda sebelah sana. Sementara Lendra, adik kelasku itu lagi asik ngumpul bersama teman sekelasnya di dekat api unggun. Jadi aku cuma ditemani secangkir teh yang sudah mulai kosong.

"Sendirian aja, Din?" Tapi tiba-tiba, seseorang menghampiriku. Farhan.

Aku mengerjapkan mata, melegakan tenggorokan sejenak, meregangkan otot untuk menetralisir kegugupan yang mulai menyerangku. "Iya nih, lagi menyendiri," jawabku, tersenyum. Seperti biasa, jantungku mulai berdebar keras.

"Boleh gue temenin?" tanyanya. Ada senyum indah terukir di bibirnya.

Aku balas tersenyum. "Kayak apa aja deh. Ya udah, sini!" Aku menggeser tubuh, memberinya ruang untuk duduk di sebelahku. "Nggak gabung sama anak OSIS yang lain?" tanyaku, setelah dia duduk.

Dia menggeleng. Malam ini dia memakai topi kupluk warna merah tua yang tampaknya terbuat dari benang wol. Kadar kegantengannya naik level 200% berkat topi kupluk itu. "Tadi lagi jalan-jalan di sekitar lapangan sini, terus ngelihat lo lagi sendirian, jadi gue mampir ke sini deh."

Aku tertawa pelan. Jantungku sudah berdetak normal. Sepertinya aku mulai santai menikmati obrolan dengannya. Samar-samar tercium wangi parfum yang selalu kusukai darinya. Kuhirup aroma manis dan maskulin itu sampai hidungku merasa puas.

"Lo sendiri kenapa nggak gabung sama teman-teman lo yang lain?" Dia balik bertanya.

"Karena gue sengaja di sini biar ditemenin sama lo," jawabku ngasal, lalu tertawa. Dia ikut tertawa bersamaku.

Kami tertawa ringan, lepas, seolah-olah sudah mengenal satu sama lain cukup lama. Tapi, gugup masih menyelimutiku.

"Langitnya bagus, ya," komentarnya, menatap lurus ke langit.

Mataku ikut menatap ke atas sana. "Kayaknya nggak ada tanda-tanda bakal turun hujan."

"Ya. Semoga nggak hujan dadakan lagi kayak kemarin malam," katanya, tertawa.

Kamu & Aku #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang