Dua

1.3K 124 5
                                    

"Let's dance when we're not supposed to be." — Role Model (feat. Beenee), Notice Me


KUSEMPROTKAN parfum ke kausku dan memandangi cermin sekali lagi sebelum Bimo datang menjemput. Seperti yang sudah direncanakan, malam ini kami akan pergi ke SB—South Bank.

Aku sengaja minta jemput Bimo karena aku lagi malas minjam dan nyetir mobilnya Papa. Sejujurnya, aku lagi mager untuk melakukan apapun. Bahkan aku malas pergi malam ini. Tapi karena sudah terlanjur janji dengan Bimo, jadi kupaksa diriku untuk pergi. Semoga di sana aku bisa melupakan kejadian menyebalkan tadi siang.

Siang tadi setelah jam belajar selesai aku langsung pulang ke rumah—hal yang sangat jarang sekali kulakukan—dan uring-uringan di kasur sambil menyesali tindakanku sendiri yang membuat kesalahan dengan meladeni si Retno hingga menyebabkan masalah yang rumit dengan Farhan. Aku nggak mau punya masalah sama Farhan, aku nggak mau ini terjadi!

Aku baru akan menjerit ketika suara bel pintu terdengar. Bimo!

Buru-buru kuraih jaket dari gantungan baju di belakang pintu. Menuruni tangga, aku bergegas ke pintu depan. Kubuka pintu, dan tubuh Bimo yang subur berdiri di baliknya. "Ganteng banget," komentarku sambil mengamatinya dari atas sampai bawah. Kaus oblong warna putih dibalut kemeja flanel hitam yang semua kancingnya sengaja nggak dikaitkan, celana jeans ketat tampak pas di kakinya yang gemuk, sepatu Vans harga termahal juga menambah keren penampilannya. Aku selalu berpikir, mungkin Bimo bakal terlihat jauh lebih manis dan menarik kalau saja pipi dan badannya nggak segemuk itu.

"Iya dong, gue siap memikat perempuan-perempuan montok malam ini," katanya percaya diri, sambil menyisir rambutnya dengan jari.

"Sok memikat! Paling juga nanti lo sendiri yang bakal teler duluan!" Aku ngakak mengingat kejadian beberapa bulan lalu ketika Bimo punya niat menjebak cewek berusia lebih tua dari kami untuk ditiduri dengan cara memberinya lebih banyak minuman beralkohol sampai mabuk dan nggak sadarkan diri. Sialnya, bukan cewek itu yang kena jebak tapi malah si Bimo yang teler duluan karena nggak terbiasa minum minuman keras dosis tinggi. Alhasil aku, Egy, dan Lendra yang harus menyelamatkannya.

"Nggak usah ungkit masa lalu juga kali," katanya, sewot. "Udah yuk berangkat! Gue laper."

Aku masih ngakak ketika mengunci pintu dan mengikutinya ke mobil. Bahkan aku masih tertawa di sepanjang jalan. Aku tertawa bukan karena ingat insiden 'menjebak cewek' yang gagal itu saja, tapi juga karena selama perjalanan Bimo nggak henti-hentinya menceritakan lelucon dan hal-hal konyol yang, ajaibnya, bisa membuatku tertawa walaupun leluconnya itu nggak terlalu lucu untuk ditertawakan. Ini alasan lain kenapa aku mau berangkat bareng dia, karena Bimo selalu bisa menghiburku ketika aku lagi banyak pikiran—seperti sekarang ini.

Bisa dibilang, umur persahabatanku dengan Bimo sudah sangat tua dibanding dengan Egy dan Lendra. Aku dan Bimo bersahabat sejak kelas tujuh, yang ajaibnya, dari kelas tujuh sampai kelas sebelas sekarang aku selalu sekelas dengannya. Itu semua murni karena kebetulan—tapi kami percaya pasti ada campur tangan Tuhan juga di sana.

Sesampainya di SB kami langsung berbaur ke kerumunan orang-orang yang penuh sesak. Kebanyakan yang datang ke tempat ini adalah pasangan cewek-cowok, cowok-cowok atau cewek-cewek, remaja-remaja tanggung seumuran kami, dan beberapa orang dewasa dengan kumis dan perut buncit mereka. Bimo kenal beberapa orang di sini—kebanyakan perempuan—tapi aku nggak terlalu mengenal banyak orang karena aku bukan tipe orang yang suka mengajak orang lain berkenalan. Dan sebenarnya banyak perempuan di sini yang mengajakku kenalan, tapi kuabaikan mereka karena aku nggak suka perempuan.

Bimo langsung menuju ke bar dan memesan dua bir serta steik ukuran besar. Musik DJ membahana di seantero ruangan. Lampu disko warna-warni berputar di atas lantai dansa yang penuh sesak dibanjiri orang-orang yang berjoged—ada yang geleng-geleng, ada yang angguk-angguk, bahkan ada yang lompat-lompat. Aku ingin ke situ. Aku ingin turun ke situ. Ingin joged mengikuti alunan musik DJ yang memekakkan telinga, sehingga dengan begitu aku bisa melupakan kejadian tadi siang.

Kamu & Aku #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang