Part 3

18 3 0
                                    


Matahari pun terbit. Aku mengucapkan selamat pagi kepada ayah. Ayah lebih dulu bangun dari pada aku. Aku merasa lapar.

"Ayah ada makanan ngak, aku lapar ayah" ucapku dengan tampang kelaparan.

Ternyata ayah membawa daging ayam yang masih mentah. Ayah pun mengajakku keluar untuk membakar daging ayam tersebut.

"Ayo kita mencari kayu bakar dan batu unuk membakar daging ayam tersebut" ujar ayah.

Aku pun mengikuti ayah mencari kayu bakar. Setelah lama mencari kayu bakar, aku dan ayah pun kembali ke rumah. Setelah perlengkapan yang dibutuhkan telah terpenuhi, ayah pun menyusun kayu bakar. Kayu bakarnya pun tersusun dengan rapi. Ayah mengambil batu untuk membuat api. Batu yang diambil ayah lalu digesekkan pada batu yang satu. Kata ayah itu merupakan cara orang zaman dahulu untuk menemukan api.

"Ayah kok lama sih aku kan udah lapar" ucapku

"Kamu yang sabar, karna kalau beginikan lama. Harua butuh kesabaran. Apa yang kita lakukan hendak dikerjakan dengan baik. Tidak dengan cata gegabah. Jika kita melakukannya dengan gegabah atau emosi, maka apa yang kita lakukan biasanya hasilnya tidak baik bisa dibilang kurang memuaskan. Jadi kita melakukan sesuatu harus dilakukan dengan hati yang tenang atau di landaskan dengan kesabaran" ucap ayah dengan mengajariku.

"Iya ayah. Maafkan aku yah soalnya lagi kelaperan" ucapku

"Yah apinya udah muncul sedikit demi sedikit. Ayo ambil daging ayamnya sama tusuk seperti tusuk sate yang ada di tas ayah" ucap ayah

"Okayyy ayah" jawabku dengan senang

Setelan aku mengambilnya daging ayamnya pun di bakar. Setelah semuanya sudah siap, aku dan ayah pun menyantap makanan tersebut. Setelah makan, ayah masuk kerumah dan mengambilkanku minum. Kami pun selesai makan. Aku dan ayah pun membereskan kotoran lalu kits masuk ke dalam rumah

"Ayah emang ayah ngak ada niat untuk pulang kembali ke rumah?" Ucapku kepada ayah.

"Lebih jangan dulu kita nikmati di pulau ini anggaplah kita juga sedang berlibur" jawab ayah

"Emang benar sih kata ayah. Tapi, aku bosan disini ayah ngak ada teman bermain" jawabku dengan lesuh

Malam pun telah tiba. Ayah mengambilkan makanan ringan dan air putih sebagai makanan malam. Aku pun memakannya. Setelah itu aku dan ayah pun segera tidur.

Pada tengah malam, aku mendengar suara dari luar. Aku melihat ke arah ayah. Tapi, ayah tidur dengan nyenyak. Aku ngak tega bangunin ayah. Jadi aku biarkanlah suara itu.

Keesokan harinya, aku bangun lebih awal dari ayah. Aku keluar dari rumah. Setelah meng hirup udara segar pada pagi hari sambil melihat matahari terbit, aku juga berjalan-jalan sebentar. Setelah itu aku kembali ingin masuk. Ketika aku ingin masuk ke rumah , tiba-tiba ada tedengar suara aneh dari belakangku. Ketika aku berbalik badan, aku melihat hewan laut. Karna tidak terbiasa dengan hewan laut, aku langsung teriak memanggil ayah. "Ayahhhh....." ucapku dengan ketakutan sambil masuk ke  dalam rumah. Ayah langsung terbangun dari tidurnya.

"Kamu kenapa?" tanya ayah kepadaku

"Aku melihat ayah ada seekor hewan laut di luar" jawabku dengan ketakutan

Ayah pun mengeceknya keluar bersamaku. Aku pun menunjukkannya kepada ayah.

"Ini ayah hewannya lumayan besarkan ayah" jawabku

Hewan itu pun melambaikan tangannya kepada ayah dan aku

"Hewan itu namanya adalah anjing laut. Emang hewan ini kakau diliat agak nampak berbeda dengan anjing laut pada umumnya. Hewan ini penurut kok" jawab ayah

"Kalau hewan ini penurut berarti ayah aku bisa jadiin teman mainku ayah. Jadi aku ngak kesepian lagi ayah" jawabku dengan senang

Ketika aku mendekati hewan itu eh hewan itu malah kembali ke laut. Aku pun kembali sedih.

"Udah jangan sedih dong anak ayah. Masa anak ayah cepat sedih. Liat dong ayah ngak pernah sedihkan" ujar ayah

"Ayah bohong. Setiao orang pasti pernah ngerasain sedih ayah" jawabku

"Iya emang setiap orang pasti pernah ngerasain sedih. Tapi, bagaimana cara mereka untuk tidak kelihatan sedih di mata orang lain itu yang menjadi utama" ujar ayah kepadaku

"Ayah emang ayah yang paling mengerti aku. Aku sayang banget sama ayah" ucapku sambil memeluk ayah.

"Iya dong ayah kamu itu kan orang hebat. Yang selalu mengerti apa yang kamu rasain" ucap ayah dengan sangat kagum pada dirinya sendiri

"Ayah baru aja di puji udah besar kepala" ucapku dengan tersenyum

"Yah itu kan lebih bagus tersenyum kan lebih cantik anak ayah. Ayo kita senam pagi yuk mumpung udara masih segar" kata ayah

Aku dan ayah pun senam bersama. Kata ayah aku harus ngikutin apa yang ayah lakukan. Aku pun ngikutin ayah. Setelah senam aku dan ayah jogging memutar bolak balik. Setelah itu aku merasa lelah.

"Ayo semangat dong. Masa kamu cepat lelah. Ayo anak ayah pasti bisa. Ayo semangat. Inikan juga olahraga. Olahraga dapat menyehatkan badan ayo semangat" jawab ayah dengan berusaha menyemangatiku

Semangatku pun kembali berkat ayah. Kalau aku bilang ayah itu penyemangat hidupku. Tanpa ayah hidupku mungkin akan terasa hampa. Ayah mengajariku menjadi anak yang selalu memiliki semangar hidup. Aku sangat bangga memiliki seorang ayah seperti ayahku.

"Okay... Sip ayah" jawabku dengan semangat. Semangatku pun kembali normal berkat ayah.

Setelah senam dan jogging, aku dan ayah pun kembali ke rumah dan minum segelas air. Karena aku merasa bau aku mengganti baju yang telah aku bawa.

Efeny IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang