Antara Khayalan dan Kenyataan

221 22 0
                                    

Cerita ini merupakan 50 fiksi dan 50% based on true story. Jadi, bijaklah dalam menanggapi cerita ini🤗

ANTARA KHAYALAN DAN KENYATAANNYA.

Semesta pengen punya ayah kayak Appa Langit. Sosok ayah yang mengorbankan seluruh hidupnya demi sang anak.

"Motor kamu saya tilang," lanjutnya.

"Appa tega! Appa udah nggak sayang lagi sama, Esta?" 

"Oke, fine! Nih, bawa motor Ann, Appa."

Di rumah sakit.

"Gimana keadaan Esta?" tanya Langit kepada anaknya.

"SEMUA SALAH APPA! KALAU SAJA APPA BIARIN AKU BELI OBAT TEPAT WAKTU, ESTA NGGAK MUNGKIN PERGI SEKARANG!"

"Maaf."

"MAAF NGGAK AKAN BALIKIN ESTA, APPA!"

"Maafkan Appa, Nak," gumamnya.

"Apakah kamu yakin?"

"Ya. Saya yakin. Demi anak saya," ujarnya sebelum melepaskan semua atribut polisi miliknya.

Tapi, itu cuma khayalan. Karena nyatanya ayahnya adalah Bumi Athair.

"Aggrh ... sakit Papah! Papah jangan pukul Athair. Atha janji bakalan jadi yang Papah inginkan. Tapi jangan pukul Atha lagi. Itu sakit." 

Semesta juga pengen punya Abang kayak Samudra. Lelaki dengan hati seluas samudra seperti namanya.

"Lo makan belepotan kayak anak kecil." Samudra memberikan selembar tisu kepada Athair.

"Nggak sekalian dielapin ke bibir gue, Bang?" tanya Athair dengan nada menggoda.

"Hm."

"Ih, kalau dingin kayak gitu, Esta makin sayang sama Abang!"

"Bacot!"

"Lo nggak suka brokoli kenapa pesen yang ada brokolinya?" Samudra mengambil brokoli yang berada di piring Athair dengan telaten. Membawa brokoli itu ke piringnya.

"Kalau Abang cewek, Esta pasti udah cinta mati sama Abang," ucap Athair. Membuat Samudra mendelik tajam kepada Athair yang menampilkan cengiran khasnya.

Tapi, kembali lagi itu hanya khayalan Athair. Karena, kakaknya bukan Samudra, tetapi Laut Athair.

"Kak Esta lagi sakit. Entar aja, ya, kerjanya," lirih Athair. Memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan.

"Nggak! Jadi cowok itu jangan lemah. Sakit itu digerakin bukan tidur aja, bego! Apa ini cuma akal-akalan lo doang, hah?!" Laut menarik tubuh Athair dengan kasar.

"Esta beneran sakit. Kemarin kena pukul Papah," lirih Athair dengan suara memohon.

Laut mencengkram erat kerah baju Athair. Lelaki itu menatap adiknya tajam.

"Itu karena lo buat salah! Papah ngelakuin itu semua buat kebaikan lo. Kalau Papah nyiksa, lo harus terima karena lo masih tinggal dan makan di sini. Tahu dirilah sedikit!"

Dan terakhir, Athair pengen punya teman kayak Annsky.

Athair mengusap keringatnya. Tubuhnya bergetar hebat. Ketakutan mulai lelaki itu rasakan.

Dirinya berada di dalam keramaian orang, sendirian. Athair takut dengan orang-orang di sekitarnya. Tanpa sadar Athair menutup wajahnya dengan kedua tangan. Terisak pelan.

"Ann," lirih Athair.

Seseorang menarik tubuhnya membuat Athair tersentak kaget.

"Ann, kenapa ninggalin Esta di sini sendirian. Ann tahu, kan kalau Esta takut keramaian," lirih Athair.

Ann merasa bersalah mendengarnya.

"Maaf. Nggak akan terulang kembali, gue janji," jawab Ann. Cewek itu mengusap air mata Athair dengan lembut.

"Esta nggak suka suara bising. Esta takut, Ann." Ann memeluk tubuh Athair yang gemetar ketakutan.

"Nggak akan lagi. Maafin gue, ya."

"Kalau Esta nggak suka kebisingan, Esta boleh pakai ini." Ann mengulurkan ipod berserta earphone miliknya.

"Nunduk coba." Athair menuruti perintah Ann.

Ann langsung memasangkan earphone itu ke telinga Athair. Lalu, menyalakan lagu.

"Ini lagu kesukaan gue. Gue harap lo suka sama lagunya."

"Gue belajar banyak dari lagu ini. Gue mengerti perjalanan hidup yang lo alami, Esta. Gue berharap meski berat lo nggak merasa sendiri. Lo telah berjuang menaklukkan hari-hari lo yang tak mudah. Biar gue menemani lo untuk membasuh lelah lo," ujar Ann menirukan lirik lagu "Budi Doremi—Melukis Senja."

"Terima kasih, Ann. Lo sahabat terbaik yang pernah Esta temui."

Lagi-lagi Athair tertampar kenyataan. Bukan Ann yang menjadi sahabatnya, tetapi Angkasa Bagaskara.

"Asa, gue capek gini terus. Kapan Papah mau Nerima gue apa adanya?" tanya Athair menatap ke arah sahabatnya yang tengah bermain game.

"Apaan, sih! Gitu aja udah capek. Dikit-dikit galau, dikit-dikit baperan," jawab Angkasa tanpa menoleh sedikit pun ke arah Athair.

"Tapi, Papah—"

"Bokap pukul lo? Terus lo stress mikirin kakak lo yang bikin lo kena semprotan bokap lo tiap hari, gitu?" potong Angkasa cepat.

"Gue udah bosen dengerin curhatan lo tiap hari!"

SEMESTA ATHAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang