Jika napas ini habis • 21

3.2K 264 3
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading...
Jika ada kesalahan dalam menulis mohon kasih tau ya...

[...]

     Jujur, perkataan Axel pekan lalu masih begitu membekas di hati Kintan. Dimana lelaki itu mengeluarkan kata-kata tak bermoral tentang Ibunya—sosok yang begitu Kintan cintai dan sayangi.

     Bagaimana bisa Axel dengan begitu mudahnya mengucapkan hal itu tanpa tahu bagaimana perasaan orang lain. Jika di katakan dengan jujur, awal Ayah Axel dan Ibunya bertemu yaitu atas dasar ketidak sengajaan—disebuah bar kecil tempat Ibunya dulu bekerja. Ya, Ibunya adalah seorang kupu-kupu malam.

     Meski begitu, tak sekalipun membuat Kintan membenci sosok yang sudah melahirkan dan merawatnya dengan susah payah.

     Sepeninggal Ayah kandungnya-lah kebutuhan ekonomi semakin tak terkendali, segala pekerjaan sudah Ibunya kerahkan dan berakhir mau tak mau melakukan pekerjaan kotor. Hingga hal itu membuat Ayah Axel dan Ibunya bertemu, saling mengenal satu sama lain, jatuh cinta dan berakhir menjalin rumah tangga.

     Dan dari situlah hal-hal kecil sering terjadi, meski terkadang Axel memiliki sifat yang berubah-ubah—terkadang baik, terkadang juga seperti waktu lalu.

"Kamu kenapa? Berantem lagi sama Axel?" Kintan mendongak dan sedikit menolehkan kepalanya kebelakang saat mendengar suara kecil wanita cantik dengan balita daster merah—berjalan dan duduk di sisi kanannya. Ikut menatap langit malam di teras kecil yang tersambung dengan kamar Kintan.

     Kintan tak langsung menjawab pertanyaan Ibunya, ia masih menimang-nimang kata apa yang harus ia lontarkan. Karena tidak mungkin ia bercerita tentang kejadian di sekolah. Ia tak mau melihat Ibunya sedih dan berujung sakit hati saat mendengar perkataan Axel.

"Biasalah, Ma, namanya juga anak muda. Apalagi status kita sodara, berantem itu udah jadi makanan sehari-hari," ungkapnya yang diiringi kekehan kecil di akhir kalimat. Ia mencoba mencari suasana nyaman itu perbincangan dengan Mamanya malam ini.

Senyum wanita itu nampak begitu manis. Jika dilihat dengan sesama, senyumannya begitu mirip dengan Kintan. "Jangan berantem terus. Ngak capek apa?"

    Kintan menghela napas panjang. Capek? Jelas. Bertengkar dengan Axel yang tak ada ujungnya malah membuat tenaga terbuang dengan sia-sia.

"Dia berulah lagi, Ma. Bahkan dia mukulin temen Kintan tanpa sebab," jelasnya yang entah mengapa tiba-tiba saja ia ingin menceritakan si kembar kepada sang Ibu.

Alis Ibunya terangkat sebelah. "Kok, gitu? Emangnya dia ada salah sama Axel sampai di pukulin gitu?" tanyanya yang mulai penasaran dengan cerita sang anak.

Jika Napas Ini Habis (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang