8

21 2 0
                                    

Juli, 2014.

Libur musim panas telah tiba. Saat yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan orang. Begitupun aku. Dihari yang cerah ini, aku berencana mengajak Jihyo pergi untuk berlibur.

Aku tahu dia pasti bosan terus menerus di rumah sakit. Oleh karena itu aku meminta izin kepada orang tuanya untuk membawa Jihyo pergi. Dan baiknya mereka mau mengizinkanku.

Jujur, aku sangat gugup saat ini. Aku sedikit khawatir membawa Jihyo keluar. Mengingat kondisinya yang semakin hari semakin memburuk.

Enam bulan berlalu, banyak hal yang sudah Jihyo lalui. Hampir setiap hari dia menjalani terapi agak kondisinya membaik. Dia tetap semangat meminum obatnya. Dia tetap semangat menjalankan aktivitasnya. Dia anak yang kuat, aku salut kepadanya. Kurasa, jika aku yang berada diposisi dia, sejak awal aku sudah menyerah.

Aku siap pergi, mengenakan kemeja putih, serta certa celana jeans biru muda.
Aku pergi menggunakan mobil pribadi milik orang tuaku. Tenang saja, aku sudah memiliki SIM.

----

Aku sudah tiba di kediaman Jihyo. Dia sudah menungguku di balkon rumahnya, tentu saja ditemani kedua orang tuanya. Kakiku sangat antusias melangkah menghamipirnya. Dasar.

Deg..

Ya Tuhan

Jantungku seperti berhenti berdetak. Aku diam mematung seketika begitu melihat Jihyo yang terlihat sangat cantik meskipun masih menggunakan kursi roda. Mengenakan rok panjang berwarna hitam, serta turtleneck rajut berwana merah garis-garis warna-warni. Demi apapun dia sangat cantik.

"Nak Daniel?" Suara Ny. Park membuyarkan lamunanku.

"Kenapa melamun?" Tanyanya menepuk pundakku.

"Ahh, tidak. Saya hanya pangling melihat putri tante yang cantik ini." Kataku, sedikit menggoda Jihyo.

Jihyo tersenyum, kurasa dia malu. Pipinya memerah. Lucu, menggemaskan.

Ehem..ehem..

Deheman dari Tn.Park mengagetkanku. Dia tampak seram, namun kutahu dia orang yang baik. Meskipun sering marah kepadaku, lantaran aku sering menggoda Jihyo. Kurasa dia sangat menjaga anaknya dari pria-pria yang mendekati Jihyo.

"Ahh. Om, tante, kalau begitu saya dan Jihyo izin berangkat." Aku segera pamit untuk mengajak Jihyo pergi. Mereka berdua mengiyakan dan tak lupa meminta aku menjaga Jihyo dengan baik dan tidak pulang terlalu malam karena Jihyo tidak boleh terlalu capek.

----

Agenda pertama kita adalah makan siang. Aku mengajak Jihyo ke salah satu restoran favorit keluargaku.

Aku mendorong Jihyo menuju meja kosong. Aku memilih meja yang terletak di luar ruangan, agar bisa menikmati udara segar.

Sambil menunggu makanan datang, aku meminta izin untuk pergi ke toilet sebenetar kepada Jihyo.

"Jihyo, aku mau ke toilet sebentar. Kau sendiri dulu tak apa kan?"

"Tak a-pa. A-ku ba-ik ba-ik sa-ja." Ucapnya terbata-bata.

Ohh iya, saat ini Jihyo memang sudah kesulitan untuk berbicara. Semakin lama semakin sulit untuknya untuk berbicara secara normal. Namun, dia tetap berusaha sebisa mungkin untuk menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan.

"Baiklah. Tunggu sebentar, aku tak akan lama." Dia mengangguk. Aku memberikan senyuman kepada Jihyo sebelum pergi.

Setelah selesai, aku segera menghampiri Jihyo. Namun, dari kejauhan aku melihat tiga orang wanita muda, kelihatannya sebaya denganku. Mereka duduk di meja sebelah Jihyo, kelihatannya mereka sedang mengolok-olok Jihyo. Jihyo kelihatan sangat tidak nyaman, namun dia mencoba terlihat tenang dan cuek.

"Lihat, apa itu kekasihnya? Gila! Tampan sekali. Kurasa dia tak pantas dengan gadis itu."

Aku mendengar omongan itu begitu aku hendak menarik kursi. Aku mencoba tak menghiraukannya, kemudian duduk di hadapan Jihyo. "Maaf terlalu lama."

"Tak a-pa." Katanya, tersenyum.

Makanan sudah datang. Namun tak ada sendok dan garpu. Jihyo tidak bisa memakai sumpit, oleh karena itu aku meminta pelayan membawakannya.

"Kalian dengar, sepertinya dia tak lancar berbicara."

"Benar, apa dia gagu?"

"Lihat, dia tak bisa menggunakan sumpit. Kurasa dia cacat."

"Bagaimana bisa dia mengencani wanita cacat seperti itu. Kurasa aku jauh lebih cantik untuk lelaki itu."

"Benar. Kau lebih cantik dan tidak cacat. HAHAHA."

Sayup-sayup aku mendengar omongon dari meja sebelah. Mereka masih mengolok-olok Jihyo.

Aku tahu Jihyo juga mendengarnya. Namun dia masih tersenyum seperti tak mendengar apa-apa.

Aku tahu Jihyo. Aku tahu apa yang kau rasakan. Kau pasti sangat sakit, sangat terpukul oleh perkataan mereka.

Brengsek.

Aku berdiri dari kursiku hendak menghampiri mereka.

Jihyo sempat menahanku, namun aku tak menghiraukannya. Aku sudah tak tahan.

Mereka terkejut, namun bertingkah seolah tak pernah berbuat apa-apa bahkan masih sempat menggodaku.

"Kalian tahu apa yang membuatku lebih memilih dia daripada kalian?" Aku menatap mereka sinis dengan tangan bertolak pinggang.

"Dia tidak sempurna tapi akal dan pikirannya jauh lebih sempurna daripada kalian. Dia-" Ucapanku terpotong karena menahan emosi yang sudah meluap.

"DIA BAHKAN MASIH BISA TERSENYUM SAAT DIA TAHU KALIAN MENGHINANNYA. DIA MASIH BISA MENYEMANGATIKU DISAAT AKU TERPURUK. TAK PERNAH SEKALIPUN DIA BERPIKIR UNTUK MENYERAH AKAN KONDISINYA. DAN DIA--"

Tes. .

Aku tak sanggup. Air mata jatuh begitu saja tanpa permisi. Aku benci diriku yang terlalu lemah ini. Jihyo pasti sedih melihatku menangis.

"Dia tetap menyayangi dirinya dan segala kekurangannya." Aku berusaha tenang dan mengelap air mata yang membasahi pipi ku.

Mereka terdiam sejenak mencerna apa yang aku katakan. Seluruh mata menuju kepadaku karena teriakanku yang cukup keras, bisa didengar seluruh pengunjung restoran.

"Maaf. Kita mohon maaf." Mereka berdiri dan membungkuk. Kemudia berlari meninggalkan restoran.

"Maaf." Aku menunduk malu tak berani menatap Jihyo.

"Te-ri-ma ka-sih." Jihyo tersedu. Suaranya sedikit berat.

Aku mengangkat kepalaku.

Dia menangis. Ya Tuhan apa yang telah ku lakukan. Aku membuatnya menangis, lagi. Aku memang payah.

"Hei, kenapa menangis? Apa aku membuatmu takut?" Aku bangun dari dudukku dan menghampirinya. Aku memeluknya dan mengelus kepalanya. Ku biarkan dia menangis di dalam pelukanku.

"Maaf. Maaf aku tak bisa menahan emosiku." Lagi-lagi mataku mulai berkaca-kaca. Ahh sial, kencanku dengan Jihyo menjadi kacau.

Snowflake -/- Daniel Jihyo SHORT STORY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang