3

28 2 0
                                    

Mei, 2013.

Hobi menyakiti diri sendiri. Kalimat itu rasanya sangat cocok untukku.

Tidak. Aku tidak melakukan self-injury pada umumnya. Aku hanya melakukan sesuatu hal yang secara harfiah tidak ingin aku lakukan.

Saat ini aku sedang duduk sendiri di taman sekolah, tepat di bawah pohon. Menyaksikan Jihyo sedang bermain basket berdua dengan kekasihnya, Yoongi.

Menyakitkan, tapi aku tetap melakukannya. Gila bukan?

Aku melihat Jihyo tertawa lepas seraya saat merebut bola basket dari Yoongi. Aku senang melihatnya bahagia. Terkasang aku berfikir, jika dia bersamaku, apa dia bisa tertawa selepas itu? Aku sedikit ragu.

Gubrakkk...

Jihyo terjatuh.

"JIHYO." Aku reflek bangun dari dudukku bersamaan dengan jatuhnya Jihyo.

Aku hendak menghamipirinya. Namun siapa aku? Punya hak apa aku? Toh disana ada kekasihnya.

Aku mengurungkan niatku, aku kembali duduk.

Tapi tidak bisa, aku sangat khawatir.

Tak apa, aku yakin dia baik-baik saja. Dia gadis yang kuat. Apalagi ada Yoongi di sampingnya. Ya, benar. Jihyo butuh Yoongi, bukan aku. Lagipula banyak yang membantu Yoongi.

----

Aku tidak langsung pulang kerumah begitu bel pulang sekolah berbunyi. Aku lebih dulu mengunjungi kakakku di rumah sakit. Aku tau, kakakku pasti sibuk. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak sika di rumah, rumahku terasa sepi. Semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

"Jihyo?" Aku melihat Jihyo di ruang tunggu lantai 2.

Dia sendiri. Dimana Yoongi? Aku bingung, apakah aku harus menghampirinya? Tapi, jika dia sedang bersama Yoongi bagaimana?

Aku tidak peduli. Aku akan menghampirinya untuk memastikan keadaannya.

"Kau baik-baik saja?" Tanpa menyapa aku langsung duduk di sebelahnya.

"Astaga. Kau mengejutkanku tahu." Katanya.

"Maaf." Kataku. "Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Yah, aku baik saja. Hanya luka kecil." Jelasnya tersenyum.

"Kau ini benar-benar seperti anak kecil yang baru belajar berjalan yah." Ucapku, dengan intonasi meledek.

"Kau melihatnya?"

"Tentu saja. Kau bermain di tempat umum."

"Ahh, benar juga." Dia menganggukan kepalanya, kurasa dia paham apa maksudku.

"Lukanya di dagu lagi? Aneh." Aku menaruh ibu jari dan jari telunjukku di dagu. Aku mencoba mencerna kejadian ini.

"Aneh? Apanya?" Jihyo memiringkan badannya, ia menatapku penasaran.

"Kenapa kau tidak menahan tubuhmu dengan kedua tanganmu? Dengan begitu, kurasa dagumu tidak akan terluka." Jelasku.

"Aku tak tahu. Aku tidak bisa menggerakan tubuhku saat aku terjatuh." Dia kembali keposisi duduk semula.

"Kenapa?"

"Mana aku tahu. Ahh, iyaa. Omong-omong kau sering ke rumah sakit ini yah? Untuk apa kau kesini? Apa kau juga sakit?"

"Ti--"

"Jihyo." Belom sempat menjawab seorang wanita paruh baya memotong ucapanku.

"Ibu. Sudah selesai?" Jihyo berdiri kemudian memeluk lengan wanita itu. Kurasa itu ibunya.

"Sudah." Wanita itu tersenyum. "Ini?" Dia melihat kearahku dan Jihyo bergantian.

"Ahh, ibu ini Daniel teman sekelasku. Daniel ini ibuku." Jihyo memperkenalkan aku kepada ibunya.

Jujur, jantungku berdetak tidak beraturan saat ini. Aku sangat gugup.

"Senang berjumpa dengan anda." Aku tersenyum dan membungkuk untuk memberikan hormat.

"Saya juga, salam kenal yaa nak Daniel." Dia tersenyum hangat kepadaku.

"Nak Daniel, Jihyonya saya bawa pulang yah."

"Ahh, iya tante." Aku mempersilahkannya.

"Aku duluan yah. Dah." Jihyo pergi melambaikan tangan kepadaku.

Meskipun percakapan singkat, aku sangat senang hari ini. Senang karena Jihyo baik-baik saja dan juga karena aku bisa berbicara dengannya.

Snowflake -/- Daniel Jihyo SHORT STORY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang