"Sama seperti pertemuan, tidak ada perpisahan yang abadi."
•••
HAPPY READING
•••
1 Tahun kemudian…
Bandara Soekarta-Hatta.
Seorang gadis berjalan keluar dari dalam Bandara.
Seorang pria tampan dengan pakain casual itu melampirkan sebuah tulisan. “To Clara from Barcelona.”
Gadis itu tersenyum senang, lalu ia memeluk pria tersebut, kemudian masuk ke dalam mobil sedan.
Gadis itu menatap keluar dari dalam kaca mobil, lalu berkata dalam hatinya.
“Setelah sekian lama, akhirnya gue kembali.”
Gadis itu tersenyum, lalu ia mengambil ponselnya dari dalam tas miliknya.
•••
Kini Clara telah sampai di rumahnya. Clara turun dari mobil, lalu ia menghampiri dua orang yang sedang menunggu mereka di pintu utama.
“Sayang! akhirnya anak Ayah datang juga,” ujar Arga Sang Ayah dari Clara.
“Aku kangen dengan kalian.” balas Clara lalu memeluk mereka.
Pria yang menjemput Clara adalah sepupunya yang bernama Bara Setya Lorenzo, Pria yang selalu menemani dirinya ketika berada di Barcelona. Bara hanya tersenyum senang ketika melihat tiga orang tersebut berpelukan. Namun, senyumannya kini memudar ketika mengingat kejadian kecelakaan satu tahun yang lalu.
“Ayo sayang, kita masuk. Pasti kamu sangat lelah,” ucap Clavani yang meminta putrinya untuk masuk.
Tak lupa dengan Bara. Arga dan Clavani mengajaknya juga untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun sayang Bara menolaknya karena ada urusan mendesak.
“Hati-hati ya, Bar!” ujar Clara dengan tangannya yang melambaikan perpisahaan.
Lalu, Arga dan Clavani mengajak putrinya untuk masuk ke dalam rumah.
Mereka duduk di ruang tamu, namun Clara seperti sedang mencari seseorang tetapi ia tak menemukan objek yang ia cari.
“Di mana Clarissa, Bun, Yah?” tanya Clara menatap kedua orang tuanya.
Arga dan Clavani saling tatap, ia tidak mungkin harus memberitahu yang sejujurnya tentang kematian saudara kembarnya sejak satu tahun yang lalu.
“Jawab aku, dimana Clarissa?” tanya Clara sekali lagi.
“Clarissa,” Arga menghentikan pembicaraannya. “Dia sudah meninggal setahun yang lalu.” jelas Arga menahan tangisnya.
Bagaikan sebuah petir yang menyambar dirinya di siang bolong. Clara yang baru saja mendengar kabar itu pun terkejut. ia langsung mengeluarkan air matanya, hatinya sangat teriris saat mendengar kabar bahwa saudara kembarnya telah tiada.
“Kenapa? kenapa kalian gak kasih tahu aku soal ini?” tanya Clara dengan isak tangisnya.
“Ayah dan Bunda tidak ingin kamu bersedih atas kepergian adik kamu,” ujar Clavani yang sedari tadi menangis.
Clara menyeka air matanya. Ia paham apa yang di katakan oleh Bundanya dan menatap kedua orang tuanya. “Oke! Kalo itu alasan kalian, aku ikhlas dan aku mendoakan saudara kembarku.” ucap Clara berusaha menguatkan dirinya.
Ayah dan Bundanya pun mengangguk paham.
“Ya udah, kalo gitu Ara ke kamar dulu.” ujar Clara. Kemudian ia langsung melangkahkan kakinya menuju kamar.
***
Ditempat Lain.
Bagas menatap kosong ke arah batu nisan yang bertulisan “Clarissa De Lorenzo Binti Argantara Lorenzo.” Bagas memejamkan matanya menahan sakit di hatinya.
“Kita akan satu sekolah lagi.”
“Aku milik-Mu dan kamu milik-Ku.”
“Sampai maut memisahkan kita.”
“Bagas awas!”
Kenangan-kenangan kecil yang pernah dia ciptakan bersama Clarissa berputar kembali layaknya sebuah DVD di dalam otaknya Bagas. Bagas tidak menyangka bahwa Clarissa yang akan meninggalkan dirinya lebih dulu. Takdir kematian memang tidak ada yang tahu.
“Aku masih belum percaya kalau kamu pergi ninggalin aku secepat ini.” Bagas menaburkan bunga ke tanah makam Clarissa.
“Kamu yang tenang di sana,” Bagas mencium batu nisan yang bertulisan nama Clarissa.
Dunianya kini menjadi gelap, cahaya pelita itu benar-benar telah mati untuk selama-lamanya.
Bagas tidak pergi, Clarissa tidak hilang, mereka hanya mulai membiasakan diri dengan yang namanya ketidakhadiran.
•••
Bagas pulang dengan perasaan hancur setelah dari pemakaman. Malam ini Bagas mengurung diri di kamar yang sudah hancur berantakan. Setelah mengeluarkan kekesalan, kepedihan dan kehancurannya saat ini. Bagas terlentang lemas di lantai kamar menatap langit yang mendung dan hujan mulai turun.
“Sampai maut memisahkan kita.”
Bagas tertawa dalam kepedihan. Menutup kedua matanya menggunakan punggung tangan kemudian menangis untuk kesian kalinya.
“Aku harus apa, Cla?” tanya Bagas bergetar di sela isak tangis.
“Aku gak bisa hidup tanpa kamu.”
Pintu kamar Bagas di dobrak keras hingga akhirnya jatuh ke lantai. Aditya muncul bersama Dira yang menutup mulut melihat kondisi anaknya, Dira terduduk sambil menangis. Aditya berjalan di antara semua barang yang sudah hancur berantakan. Aditya berjongkok, menarik tangan Bagas hingga terduduk kemudian memeluknya.
“Menangislah. Papa disini, Papa disini,” Aditya memeluk erat Bagas.
“Maafin Papa.” gumam Aditya dalam hati.
Bagas menangis, untuk pertama kalinya begitu keras seperti anak kecil. Bagas memeras baju belakang Aditya erat sampai tangannya bergetar hebat. Tolong katakan padanya bahwa selama satu tahun ini hanyalah mimpi.
Pada intinya tidak Happy Ending dalam kehidupan ini. Untuk Bagas, Clarissa bukan gadis biasa yang datang dalam hidupnya. Bersama senyuman manis dan bandana berwarna merah muda selalu terpasang di kepala gadis itu. Langkah kakinya dan gaya feminimnya membuat Bagas sulit berkata-kata tentang gadis itu.
_BAGASCLARA_
23 MEI 2021
Jangan lupa vote + komentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAGASCLARA
Teen Fiction⚠️WARNING : Cerita ini banyak mengandung kata-kata kasar! Ini kisah seorang pria yang bernama Bagaskara Dera Aditya. Seorang kapten basket yang memiliki sikap sangat dingin terhadap seorang wanita, setelah kecelakaan satu tahun yang lalu itu terjadi...