NOT ME

338 50 5
                                    

"Jarak itu sebenarnya enggak ada. Pertemuan dan perpisahan di lahirkan oleh perasaan."

•••

HAPPY READING

•••

Sepulang sekolah Clara tak pulang ke rumahnya melainkan ia pergi ke apartemen miliknya yang ada di daerah Jakarta yang sudah lama tak ia tempati. Clara mengeluarkan Cardlock miliknya dari dalam tas, lalu menempelkannya dan pintu pun terbuka secara otomatis. Clara masuk dan menelesik seluruh penjuru apartemennya lalu ia menghembuskan nafas berat.

“Berdebu banget,” ujarnya.

Karena ia malas membersihkan sendiri, Clara menghubungi cleaning servis untuk membersikannya. Selagi menunggu apartemennya dibersihkan Clara memutuskan untuk keluar sebentar untuk membeli beberapa cemilan di mini market.

Dilain tempat.

Bagas dan kedua sahabatnya sedang mengendarai motornya menuju apartemeb milik Bagas. Mereka mengendarai motornya dengan kecepatan diatas rata-rata di jalanan yang cukup sepi. Sehingga dipertengahan jalan mereka tidak menyadari dari arah berlawanan ada sebuah motor sport. Bagas yang melihat yang objek tersebut langsung berhenti mendadak membuat kedua sahabatnya pun ikut berhenti mendadak.

Sang pengendara pun mematikan mesin motornya dan melepaskan helm full-facenya. Devano yang merasa kesal dengan pengendara tersebut langsung turun dari motornya lalu menghampiri sang pengendara tersebut. “Cari mati lo? tiba-tiba nonggol gitu aja,” kata Devano kesal.

Merasa ada yang mengajaknya bicara. Clara membuka helm full-facenya membuat tiga pria itu menganga tak percaya lagi dan lagi mereka harus berurusan dengan gadis ini. Apakah dunia terlalu kecil sehingga mereka terus bermasalah dengan gadis ini.

“Seharusnya gue yang ngomong kaya gitu.”

Bagas hanya diam diatas motornya melihat pertengkaran diantara keduanya. Marahnya gadis itu membuat Bagas tersenyum tipis. “Sorry Ara, kita gak sengaja.” sahut Marcel dari atas motornya.

Clara melirik Bagas sejenak lalu ia kembali memakai helm full-facenya dan menyalakan mesin motornya kemudian meninggalkan ketiga pria tersebut.

Devano mendengus kesal saat melihat Clara pergi begitu saja, “Kalau dia cowok sudah gue ajak baku hantam,” ucapnya dengan kaki yang melangkah menuju motornya.

“Sabar Van,” ledek Marcel.

Mereka bertiga pun kembali memakai helm full-facenya dan menyalakan kembali mesin motornya kemudian kembali mengendarai motornya.

•••

Kini Clara telah sampai di mini market. Ia masuk kedalam mini market dan segera memilih makanan. Saat Clara sedang memilih makanan dan minuman, ia tak sengaja menabrak seorang pria bertubuh tinggi dan juga atletis.

“Maaf Kak,” kata Clara secara spontan.

Pria itu berbalik badan melihat siapa pelaku yang menabarkanya. Pria itu terkejut saat melihat orang yang menabrak dirinya. Ini tidak mungkin, hatinya bertanya-tanya bukankah gadis yang ada dihadapannya sudah meninggal dunia? Mengapa tiba-tiba ia muncul kembali.

Clara tersenyum kikuk. “Sorry, Kak, aku gak sengaja.” Clara pun langsung menuju kasir untuk membayar semua belanjaanya. Setelah selesai membayar semua belanjaanya Clara langsung mengendarai motornya menuju apartemen milik Bara.

Pria itu hanya menatap Clara. “Ini gak mungkin,”

Sementara ditempat lain.
Bagas dan kedua sahabatnya telah sampai di apartemen Bagas. Ketiganya sedang membahas soal pertandingan yang akan diselenggarkan dua hari lagi.

“Dua hari lagi kita tanding lawan Rocker,” ujar Marcel dengan memakan buah apel.

“Gue sudah siap! Gue harap kalian juga siap,” kata Bagas yang sedang mengambil beberapa minuman di lemari pendingin.

Bagas menghampiri kedua sahabatnya, lalu melempar pelan minuman kaleng yang ia ambil tadi. Lalu mereka pun membuka minuman tersebut kemudian meminumnya.

Ditempat lain.

David melangkahkan kakinya memasuki rumah bernuansa Eropa tersebut. Hampa, itu kata yang tepat untuk apa yang ia rasakan di rumah ini.

“Baru pulang?”

Pandangan David langsung tertuju pada pria yang saat ini berdiri dan menatapnya dengan datar. David diam, matanya memicing tajam, tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. David kembali melangkahkan kakinya hendak menuju kamar.

“Dav,”

“Jangan ganggu gue!”

“Gue mau bicara sebentar,” kata pria itu sembari mendekat kearah David.

“Gue sibuk!” balas David dingin lalu kembali melangkahkan kakinya.

“Apa seburuk inikah gue dimata lo?!” langkah David terhenti saat mendengar kalimat itu. Perlahan ia membalikan tubuhnya menatap pria yang tak kalah tampan darinya itu dengan tatapan tajam. “Menurut lo? Lo sudah buat persahabatan kita hancur dan lo juga sudah buat kecelakaan itu terjadi.”

“Dengar penjelasan gue dulu,”

“Lo mau jelasin apa lagi? semuanya sudah jelas di hari itu. Tolong pergi dari sini!”

“Tap–,”

“Pergi lo dari sini!”

David berbalik badan dan kembali melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan kembarannya itu yang mulai menitikan air mata. Mungkin sifat David saat ini sudah keterlaluan kepada Kakaknya, tapi itulah yang hanya bisa ia lakukan jika sudah marah. Sejak insiden kecelakan itu terjadi dan perceraian orang tuanya David dan Devan tidak pernah akur. Saat ini ia benar-benar hidup sendirian tanpa kasih sayang.

David terdiam sembari menatap sebuah foto polaroid enam remaja sedang tertawa bahagia. David mengepalkan tangannya lalu duduk di pinggir ranjang. Pikirannya terus tak henti-henti terbayang akan masa lalunya.

Saat teringat kejadian di masa lalu yang merubah dirinya saat ini. Matanya terpejam berusah mengusir ingatannya tentang itu.

_BAGASCLARA_

26 MEI 2021

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN VOTE

BAGASCLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang