Chapter Satu || Adnan

2.8K 284 5
                                    

o0o

1. Adnan Syarif Al-Habsy

***

"Bunda ini bener Adnan di masukin pesantren??"

Halimah—— Ibunda Adnan mendengus kesal. Wanita paruh baya berhijab cream dengan gamis longgar yang senada dengan hijab itu menatap kesal pada putranya.

Bagaimana tidak kesal, Adnan sudah menanyakan itu lebih dari dua puluh kali dari semalam.

"Iya putra Bunda yang paling ganteng," jawabnya sabar.

"Kenapa harus pesantren sih? Kan Ayah bisa ngajarin Adnan ngaji dirumah. Janji deh gak bolong sholat lagi, tapi jangan di masukin pesantren," pintanya. "Ya, Bun..." pintanya melas.

Halimah menggeleng tegas. "Gak ada, pokoknya harus masuk pesantren." tegasnya dan berbalik berjalan kearah dapur.

"Yah Bundaaa...." rengeknya. Adnan mengikuti ibundanya seperti anak itik. "Janji deh gak nakal lagi, gak pulang malam lagi, gak bolong sholat. Tapi jangan ke pesantren ya ya ya...."

Halimah yang sedang mengeluarkan sayuran dari kulkas pun menggeleng sebagai jawaban. Adnan mendengus kesal.

"Lagian ini udah semester dua, Bun. Nanggung banget masa, bentar lagi kenaikan kelas tau. Habis itu Adnan kelas dua belas dan lulus," ujarnya. "Tinggal satu setengah tahun lagi tau, Bun. Nanggung banget loh..."

"Gak ada penolakan," tegasnya. Halimah berbalik dan menatap putra semata wayangnya. "Udah sana mandi, masa pagi-pagi masih belekan udan nyamperin Bunda buat debat ginian. Keputusannya tetep sama kaya semalam, nak."

Adnan mendengus kesal lalu menatap melas ibunya. "Bunda..." rengeknya.

Halimah menggeleng lagi. "Udah sana mandi, bau jigong gini kamu."

Adnan melotot tak lama mendengus dan mencoba mencium nafasnya sendiri. "Apaan orang ganteng gini kok bau jigong, ya enggak lah." kesalnya.

Adnan berbalik dengan kesal, membuat Halimah menahan tawanya.

"Gak usah ketawa ya, Bun!" sengitnya.

***

Adnan melihat penampilannya di depan kaca, ia sudah mandi dan tentunya wangi.

Pemuda itu menyisir rambutnya, tak begitu rapi karena Adnan dengan sengaja mengacaknya sedikit dan itu menambah kadar ketampanannya semakin naik.

Dia tidak menggunakan baju sekolah, Adnan menggunakan baju biasa. Hari ini ia sudah tidak lagi sekolah di sekolah sebelumnya, ia sudah di daftarkan pindah ke pesantren pilihan bundanya.

Adnan mendengus lagi, ia sangat kesal, sangat-sangat kesal pokoknya.

"Cuma gara-gara pulang kemaleman aja di pindahin pesantren, tau gitu pulang pagi aja." kesalnya.

Ya, seminggu lalu Adnan pulang terlalu malam lebih dari jam biasanya. Bukan maksud orang tuanya mengekang, mereka tau anaknya adalah laki-laki dan itu wajar. Tapi, orang tua mana yang tidak ketar-ketir jika anaknya pulang larut, pasti pikirannya macam-macam.

Sama seperti Halimah, ia takut anaknya salah pergaulan yang berakhir merusak moral. Adnan memang lelaki, tapi ia juga masih membutuhkan peran orang tua dalam kehidupannya. Yang harus membimbing dan membenahi kesalahannya.

I'am Not Muhammad SAW (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang