PART 4 : Welcome 'Madinah'

166 100 31
                                    

Pagi hari di serambi masjid Nabawi.

Langit biru mengudara lengkap dengan gumpalan putih awan yang menghias. Udara sejuk menerpa membuat hijab panjang hitam itu melambai-lambai. Gadis itu duduk bersimpuh, mengambil posisi berjongkok untuk memotret objek pandang dengan raut sumringah. Ini kali kedua gadis itu menginjakkan kakinya di Masjid Nabawi. Lembayung raksasa yang menyihir dengan anak-anak riang bermain kesana kemari. Gadis itu mengabadikannya dalam kamera pocket mini miliknya dengan sangat antusias.

"Ya Ukhtti, kaifa idzann sa'khuz suratukum?" begitu ungkap gadis berhijab hitam dengan logat arab nya yang fashih yang artinya 'bisakah kaka memotret kalian?'

Dua anak kecil itu mengangguk. Gadis itu menghitung mundur dan mengambil beberapa pose dengan latar belakang lembayung Nabawi yang merekah. Ia ikut tertawa kala dua anak perempuan manis itu berpose hingga menari berputar riang.

"Kalian lucu sekali, kita foto bersama ya?" Gadis itu berselfie,mengarahkan kamera nya ke atas sambil merangkul dua gadis kecil yang tersenyum manis.

"Klik.."

Foto berhasil diabadikan. Tiga gadis cantik lintas negara tersemat dalam satu frame. Seseorang tersenyum memperhatikan hasil foto di HP nya. Beberapa kali ia mengklik layar dan terlihat memasukkan sandi untuk sebuah folder bernama "N". Hanya ada dua foto disana. Satu foto yang baru saja ia masukkan beberapa menit yang lalu, dan satu foto lagi adalah foto sepasang gelang manik hijau dengan tulisan arab ditengahnya.

Angin berhembus kencang, sorban putihnya melambai. Keluar area dari tempatnya kini berdiri. Tidak lama seseorang menepuk pundaknya pelan tapi cukup mengagetkan. Spontan, ia memasukkan handphone ke dalam saku celana nya.

"Ana cari antum di hotel ternyata udah duluan ke sini Rak. Gak setia kawan banget sih antum" Zaidan mendengus sebal, memonyongkan bibir dan melipat kedua tangannya di dada. Ikut bersandar pada tembok.

Raka hanya diam. Ia berjalan menjauh. Tak ingin keberadaannya diketahui gadis itu.

"Raka.. Raka... tunggu hey" Zaidan berlari mengejar laki-laki itu. Suara Zaidan nyaring terdengar. Gadis berkerudung hitam itu menoleh dan melihat dua sosok lelaki yang ia kenal ketika bertabrakan di Bandara kemarin ada tak jauh dari tempatnya kini.

"Kenapa mereka disini?" batin Nadya bertanya.

***

Pelepah kurma. Tanah kering. Tidak ubin keramik apalagi batu marmer berkilauan. Tidak ada atap menjulang dengan payung raksasa yang indah. Pun tidak jua ornamen mewah dengan kerlipnya yang memanjakan mata.

Hanya sebuah bangunan tanah sederhana yang hebatnya menjadi titik awal keberhasilan umat islam menguasai hingga dua pertiga dunia. Kini, berjuta kali lipat perubahannya. Lebih luas, lebih mewah, lebih mampu menampung tamu-tamu Allah yang akan berkunjung menyaksikan sendiri tempat bersejarah dimana Nabi Muhammad berjuang dengan segala lika-liku perjuangannya.

Masjid nabawi, selalu menjadi tempat yang melekat di hati umat islam dimanapun ia berada. Karena ditempat inilah rasulullah dan para sahabat memulai menjalankan roda pemerintahan. Menjadi tempat dimana dakwah Rasul diterima dan berkembang pesat disaat Mekkah -tanah kelahiran rasul sendiri- menolak dakwah dengan terang-terangan memusuhi pada awalnya.

Masjid Nabawi menjadi sentral pergerakan. Simbol kekuasaan umat islam. Dahulu luas nya hanya 30x30m2, tapi kini masjid ini menjadi masjid terluas di dunia. Masyaallah.

Di serambi masjid nabawi, semilir angin lembut menerpa rombongan Al-Muqiim. Keempat belas santri putra, sepuluh santri putri dan beberapa asatidz duduk melingkar menghadap Ustadz Ramadhan, seorang pemandu umroh yang kini tengah menjelaskan asal-usul Masjid Nabawi.

NAD (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang