Suasana kantin hotel terlihat ramai, ada beberapa rombongan disana. Terlihat dari warna syal dan juga warna seragam yang berbeda. Mereka tengah mengantri rapih mengambil makan yang disediakan secara prasmanan dengan aneka lauk pauk khas Indonesia. Ada rendang, telur balado, bakwan jagung, sop ayam dan beberapa makanan lezat lainnya.Rombongan umroh Al-Muqiim dengan slayer batik biru nya berkumpul di sudut tengah ruang. Duduk berjajar dengan posisi terpisah antara santri putra dan putri. Hari ketiga di Madinah seragam hitam-putih mereka berganti dengan nuansa marun - pink nya. Terlihat agak kontras dengan slayer batik biru yang mereka kenakan. Namun mereka tetap bangga memakainya, batik biru itu perpaduan antara batik khas Yogyakarta tempat dimana pesantren Al-Muqiim berdiri. Sengaja didesain khusus dari pihak agensi travel yang merupakan kerabat Kiayi Sholeh yang merupakan pimpinan pondok pesantren Al-Muqiim.
Di salah satu meja, Ustadz Muniir -guru senior yang diamanahkan menjadi penanggung jawab rombongan- tampak tidak tenang. Sesekali ia menyalakan layar handphone nya dan mengetuk meja berulang. Ia juga sibuk menengok cepat kala terlihat seseorang memasuki kantin hotel. Sepertinya ustadz Muniir tengah menunggu seseorang.
"Kalian beneran gak ada yang liat ?" tanya Ustadz Muniir pada dua santri putra di depannya.
Dua santri putra bernama Abrar dan Tio hanya menggeleng sambil mengunyah penuh makanan di mulutnya. Tampak bersemangat dengan potongan rendang besar di piringnya.
Ustadz Muniir berdiri keluar ruangan dengan langkah tergesa. Ustadzah Mita yang melihat suaminya terburu-buru segera menyusulnya.
"Abi!" Ustadz Muniir menengok.
"Mau kemana? Kok buru-buru banget? Ada masalah?" Ustadzah Mita berlari mendekat.
"Ini mi, Zaidan sama Raka gak ada di kantin. Udah 30 menit lebih mi."
"Mungkin masih di kamar kali bi"
"Tadi Abrar sama Ahmad sempet cek kamar mereka dan gak ada. Pasti mereka keliling-keliling dulu ini ba'da jama'ah subuh tadi"
"Mereka ga izin bi?"
"Kalo izin, abi ga akan sekhawatir ini mi"
Ustadzah Mita pun cengengesan.
"Iya, soalnya Nadya sama Aisyah juga gak ada bi"
"Hah? Maksudnya? Nadya Aisyah juga gak ada? Lagi ?" Ustadz Muniir tampak kaget,
raut muka nya terlihat berkerut. Bingung."Iya, tapi mereka udah izin kok bi, mau jalan-jalan bentar katanya. Bilangnya sih 30 menitan, bentar lagi juga kesini"
Ustadz Muniir menghembuskan nafas lega.
"Umi ini, bikin kaget aja" ucap Ustadz Muniir sambil mencubit pelan pipi Ustadzah Mita.
"Yaampun abi ini, umi malu ih" Ustadz Muniir tertawa pelan sambil terus mencolek pipi chubby ustadzah Mita.
Keduanya memang termaksud guru senior di pesantren Al-Muqiim. Usia keduanya bahkan sudah memasuki kepala empat. Namun, untuk masalah pernikahan banyak santri yang mencita-citakan kelak memiliki hubungan pernikahan seperti keduanya yang tampak fresh dan romantis setiap harinya.
Saat kedua suami istri itu sedang asyik bercanda, dua orang santri putra yang sedari tadi ditunggu datang, sempat menangkap moment romantis yang baru saja tercipta.
"Cieee, Ustadz Muniir sama Ustadzah Mita lagi co cweet-co cweet an" pekik riang Zaidan yang terdengar dari kejauhan.
Ustadz Muniir dan Ustadzah Mita yang mendengar itu bergegas menjauh,berubah jaim, mereka saling mengatupkan bibir rapat. Menyembunyikan senyum dan tawa cekikian yang baru saja terlihat. Raka dan Zaidan mendekat, spontan keduanya menyalami keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAD (On Going)
Romance[ Follow sebelum membaca ya ^^ ] Spiritual - Romance ° -- Hidup itu senantiasa berputar, Hari ini terlahir, besok atau lusa pasti kembali. Tidak akan ada cerita jika hanya tentang itu dunia tercipta. Kisah ini bukan tentang pertemuan menyenangkan ya...