Alessandra - 10

288 20 11
                                    

"Sandra, keruangan saya sekarang."

"Baik, pak." Sandra mematikan sambungan telepon. Ada apa coba dengan bosnya? Pekerjaannya baru juga ia setorkan. Apa ada yang salah? Perasaan Sandra sudah cross-check ulang. Ia juga yakin sama hasil ilustrasinya cocok dengan bayangan Rendra.

Kira-kira apa ya yang salah? Batin Sandra yang bertanya-tanya sepanjang lorong kantor. Setelah sampai diruangan Rendra, ia mengetuk pelan dan membuka pintu saat pria itu memintanya untuk masuk.

"Duduk," Rendra rupanya tengah memperhatikan iPadnya. Sepertinya itu hasil pekerjaan Sandra tadinya.

Sandra duduk, ia hanya memperhatikan Rendra yang sedang fokus. Ia tak berani membuka percakapan, karena siapa itu Rendra tengah berfikir.

"Saya mau tanya," Rendra mengusap-usap dagunya. "Ini kenapa ilustrasi laki-lakinya mirip dengan saya ya?" Pria itu menunjukkan masalah yang ia maksud.

Sandra mengangguk-angguk, mengerti yang Rendra maksud. "Saya pikir, ini adalah sebuah true story. Jadi tokoh ilustrasinya sengaja mirip dengan pak Rendra." Jawabnya dengan lugas.

Sandra pikir, kebanyakan true story akan sedikit mirip dengan aslinya. Lagipula itu bisa sedikit menarik penggemar. Apalagi Rendra termasuk penulis yang sukses. Dengan ilustrasi yang mirip, akan membuat cerita begitu wah.

"Nggak," Rendra menatap tegas Sandra. "Harus ganti. Saya nggak mau gambar seperti ini. Ganti hari ini juga. Besok harus selesai karena saya harus rapat dengan tim produksi."

Sandra melongo, Rendra pikir inspirasi datang seperti kita memanggil ojek online melalui aplikasi?!

"Pak, tunggu. Tapi mengerjakan seperti ini tidak bisa langsung jadi begitu saja."

"Bisa, kalau kamu mengerjakan dengan sungguh-sungguh semua yang kamu bilang nggak mungkin bakal jadi mungkin."

Sandra menolak dengan keras dengan deadline tak masuk akal ini. Bisa-bisa ia tidak bisa tidur nanti malam. Belum lagi pekerjaannya yang lain.

"Tapi pak—"

Rendra menyipit dan langsung memotong ucapan Sandra. "Kamu tidak profesional, mentang-mentang kamu kenal dekat sama saya. Kamu mengajak saya debat." Mata pria itu menatap tegas. "Saya tidak mau tau, pokoknya besok harus jadi. Untuk ilustrasi wanita saya juga tidak setuju, harus revisi."

Sandra langsung menelan ludah gugup dan menunduk. Sial, bukan itu maksudnya. Rendra juga sama seperti dirinya seorang pekerja seni yang mungkin saja pernah ada di fase tak ada inspirasi apapun disaat tertentu.

Rendra begitu arogan dengan segala aturannya. Apa coba, memikirkan semua itu dalam semalam? God!

"Sekarang kamu kembali ke pekerjaan kamu. Saya bakal minta sekretaris saya untuk menghandle pekerjaan kamu yang lain. Saya tunggu secepatnya sesuai dengan apa yang saya minta."

Setelahnya Sandra berpamitan dan langsung keluar dari ruangan Rendra dengan pikiran yang menyumpah serapahi pria itu.

"Kayak gitu? Kayak gitu yang kata Mbak Karina kalau Mas Rendra tertarik sama aku?" Sandra mengomel pelan setelah berjalan di lorong. "Udah jelas, nggak ada apa-apa."

Selepas Sandra pergi dari ruangan, Rendra tertawa kecil melihat siluet wajah Sandra yang terlihat di dinding kaca ruangannya. Wajah Sandra kelihatan masam.

Yaa, Rendra memang tidak ingin dirinya menjadi model dalam pikiran Sandra saat perempuan itu menggambar tokoh cerita. Ia ingin versi yang lain, tak ingin menjadi patokan dari seorang tokoh fiksi miliknya sendiri.

***

"Nyebelin banget nggak sih hari ini, tadi dimarahin pak Rendra. Sekarang Beby nggak masuk kantor gara-gara ada acara dirumahnya." Sandra bergumam sendiri saat berjalan dengan piring nasi Padangnya.

AlessandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang