Hari ini adalah hari ke- 3 Sanda tak melihat kehadiran Zayna yang membuatnya penasaran, apa alasan Zayna tidak hadir berhari-hari. Tubuhnya memang diam seperti sedang bersantai tetapi tidak dengan matanya yang berkeliaran mencari sosok Zayna, Sanda benar-benar di buat penasaran oleh gadis itu, gadis yang memiliki wajah hampir sama dengan Asya, gadis yang membuatnya mengingat ketidakbecusannya dalam memimpin Alevers hingga membuat Asya terbunuh.
Selalu ada alasan bagi manusia yang membenci manusia lain, dan itulah alasan Sanda selalu bertindak kasar kepada Zayna meski dirinya tahu bahwa Asya tetap Asya, dan Zayna tetap Zayna. Kebencian yang muncul tanpa disengaja, melihat wajah Zayna membuat Sanda terus merasa bersalsh atas kematian Asya, kini Sanda hanya bisa duduk di ujung lapangan basket dengan mata yang masih terus mencari keberadaan Zayna.
"Lo nyari Zayna?"
Seorang laki-laki yang entah datang dari mana dengan beraninya bertanya hingga memutuskan pandangan Sanda, ya, laki-laki itu berdiri tepat di depan mata Sanda. Seorang laki-laki yang begitu asing di mata Sanda, membuatnya terkejut dengan pertanyaan laki-laki itu pasalnya dia menggunakan seragam yang berbeda, sangat tidak mungkin jika dia adalah dari sekolah lain.
"Jangan jadi cowo yang sok tau, ngerti lo?" ucap Sanda yang di akhiri dengan mendororng bahu laki-laki itu dengan bahunya lalu berjalan meninggalkan lapangan.
Namun langkahnya terhenti ketika mendengar apa yang laki-laki itu katakana, "Gue juga tau kalo lo suka sama Zayna. Gue tau semua tentang Zayna, dan siapa yang ada rasa sama Zayna."
"Gue ingetin sekali lagi, jangan jadi cowo tau. Atau lo abis di sini!"
"Hahahaha," bukannya takut, laki-laki itu justru tertawa mendengar ancaman dari Sanda, "Gue bakal pergi dari hadapan lo, tapi inget satu hal, Zayna bukan Asya!"
"Setan! Tau apa lo soal Asya!" kini Sanda mulai kehilangan kesabarannya saat nama Asya mulai di sebutkan.
"Si paling ga becus jagain cewe sekarang udah bisa marah ya?"
Bugh..
Satu pukulan mendarat di pipi kiri laki-laki itu, "Jangan pernah lo sebut nama Asya pake mulut sampah lo itu!"
Tak disangka keributan mereka mengundang perhatian para siswa-siswi yang sedang melintas, membuat membuat suasana yang awalnya sepi hanya hembusan angin kini menjadi ricuh seolah datang angina ribut. Sanda terus memukul laki-laki itu namun tak ada perlawanan sedikitpun membuat Sanda semakin gencar, Sanda memanglah sangat emosional terutama mengenai Asya yang harus mati mengenaskan hanya karena masalah Alevers sebelum hadirnya Asya. Entah karena rasa bersalah atau karena takut akan terulang kembali. Tidak ada siswa yang berani melerai pertengkaran ini karena mereka pun tahu bagaimana bahayanya Sanda ketika sedang marah, hingga akhirnya keributan ini terdengar oleh Pak Santoso yang mulai berjalan mendekat untuk melihat apa yang sedang anak muridnya lihat.
"Apa-apaan kalian ini, hah!?"
Sanda yang seakan tuli tak mendengar suara keras dari Santoso selaku guru Matematika dan seorang wali kelas di kelas Sanda, namun tangan Sanda terhenti saat hendak memukul pada bagian perut yang tak di sangka itu adalah Zayna, gadis yang dia cari sembari tadi.
"Kakak! Kak Bara gapapa?" tanya Zayna kepada laki-laki bernama Bara yang kini tersungkur lemas.
"Sanda, Bara, Zayna! Kalian ikut saya ke kantor!"
***
"Lagian lo ngapain, sih, pake segala pukulin abang gue?" tanya Dimas sembari mengobati luka-luka Sanda,
"Mana gue tau kalau itu abang lo! Tapi, kok, bisa abang lo tau tentang Asya? Terus Zayna sempet panggil abang lo pake embel-embel 'kakak'."
Dimas bungkam, tak mampu menjawab apa yang Sanda katakan, namun raut wajahnya kembali terlihat tenang saat mendengar jawaban dari Adam yang sepertinya dapat dia manfaatkan agar tetap diam tanpa berkata apapun tentang Bara.
"Wajar, lah, San. Kan abangnya, ya, pasti Dimas pernah lah sesekali cerita tentang Asya ke Si Barongsai."
"Bara anjir. Barongsai-barongsai. Tapi Zayna?" tanya Sanda kepada Dimas yang membuat laki-laki itu semakin berkeringat.
Beruntung kini Leo menyambar, "Lo beneran suka sama Zayna?"
"Si Sandal gengsian amat!" celetuk Dimas mengkompori karena dia pun ingin tahu apa jawaban Sanda.
Jika Sanda ingin menjawab, akan dia katakan, ya, dia menyukai Zayna. Namun rasanya tak mampu lidahnya mengakui perasaan yang Sanda sendiri masih ragu, antara dia menyukai Zayna atau menyukai semiripannya dengan Asya. Lagi-lagi namanya Asya terlintas dalam pikiran Sanda, bagaimana cara Asya berbicara, tertawa, menangis, bahkan di saat gadis itu merasakan sakit akibat pisau yang menancap pun masih terekam sangat jelas di dalam otak Sanda, namun bersamaan dengan wajah Zayna.
Tak hanya Sanda, Dimas pun mempertanyakan mengapa Zayna begitu mirip dengan Asya, kekasihnya yang telah tiada. Meski sifat dan karakter mereka bertolak belakang, namun tak membuat persamaan diantara keduanya menghilang. Zayna membuat Sanda dan Dimas bingung harus menganggap gadis itu Asya atau tetap dirinya sendiri yaitu Zayna, gadis cantic yang cenderung tak mudah bersosialisasi tetapi di gemari oleh siswa maupun siswi.
"Kalian ngomongin gue?" tanya Zayna yang entah dari kapan sudah berdiri di pintu markas Alevers.
Leo terkejut dengan kehadiran Zayna di markas, membuatnya berdiri lalu mendekat. "Na, kok kamu bisa ada disini?"
"Dia bareng gue!" ucap seseorang di balik pintu yang mendengar pertanyaan Leo walau dengan suara kecilnya.
"Gue tanya, apa yang kalian omongin tentang gue?"
"Masuk. Bahaya kalo ada yang liat lo masuk sini selain Alevers."
Zayna pun memasuki ruangan itu atas perintah Sanda dan dorongan Putra yang memapahnya dari belakang. Keadaan markas saat ini hening, sunyi, dan haru karena kedatangan Zayna yang mengingatkan mereka akan Asya, Zayna pun merasa canggung saat semua anggota Alevers kini menatapnya serius, seakan kedatangan Zayna adalah sebuah bencana. Tanpa sengaja mata Zayna terarah kepada Dimas yang mulai mengeluarkan air mata.
"Kak Dimas? Kak Dimas kenapa nangis?" tanya Zayna sembari menghapus air mata Dimas yang mulai menetes membuat semua terkejut.
Leo yang mengerti atas perlakuan Dimas, berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. "Na, kamu ngapain kesini? Disini ngga aman buat kamu,"
"Aku mau ketemu Kak Sanda,"
"Gue gapapa, mending lo pulang sekarang. Put, anter dia balik!" ucap Sanda yang menolak Zayna untuk melanjutkan perkataannya,
"Gue bukan mau tanya keadaan lo! Tapi kenapa lo pukul Kak Bara? Kak Bara punya salah apa sama lo? Dia aja ngga kenal sama lo!" protes Zayna setelah melihat beberapa luka parah pada Bara.
"Ngga usah bela dia depan gue." Lagi-lagi Sanda menolak perkataan Zayna.
"Kenapa? Kan emang Kak Bara ngga salah!"
"Gue bilang, NGGA USAH BELA COWO LO ITU DEPAN GUE! NGERTI NGGA LO?!"
Zayna tak ingin menangis namun suara itu terlalu keras di telinganya, dan terlalu menakutkan dalam hatinya, rasa takut itu muncul dalam satu waktu, dimana dirinya sangat tak ingin mendengar suara keras dan perlakuan kasar. Leo yang mengerti jika Zayna trauma dengan suara keras, dengan sigap dia memeluk Zayna erat agar gadis itu tak menunjukan keadaannya yang selama ini gadis itu sembunyikan dari banyak orang. Semua terkejut dengan perilaku Leo yang seolah sangat khawatir dengan Zayna, berbeda dengan Putra yang hampir memukul Sanda, pertama kalinya bagi Putra dengan berani melawan Sanda yang notebane sebagai pemimpin Alevers.
@llu_liaa
@zayna_marga
@sandassyallom
@mahen_dc
@putra.glagm
@leosmdr_a
@teukupan_1
@bgasf.bry
@bagus_aldbrn
@abian_aalex
@dfmous_
@flauraa_cnsss
@bal.ery41
@caolina_sea
@_vinneniaiPART INI TELAH DI REVISI.
KAMU SEDANG MEMBACA
AsSyallom
Teen Fiction".. 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙗𝙤𝙡𝙚𝙝 𝙢𝙚𝙣𝙘𝙞𝙣𝙩𝙖𝙞𝙣𝙮𝙖 𝙩𝙖𝙥𝙞 𝙟𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙖𝙢𝙗𝙞𝙡 𝙙𝙞𝙖 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖" 𝕫𝕒𝕪𝕟𝕒𝕞𝕒𝕣𝕘𝕒 "Aku akan tinggalin Tuhanku, dan masuk agamamu buat kamu Zayna," "Ngga, tarik ucapanmu! Atau Tuhan akan hukum a...