INFO

25.1K 1K 78
                                    

Assalamu'alaikum.

Mungkin ada yang bertanya-tanya apa sekiranya postingan baru di lapak lama ini #kepedean. Jadi begini, akhir-akhir ini ada beberapa yang bertanya kenapa tulisan di lapak Bila dihapus. Jadi supaya saya nggak perlu jawab satu per satu, saya infokan kalau cerita Bila memang dihapus dan hanya menyisakan beberapa part awal karena InsyaAllah akan dibukukan. Well, mungkin sebagian sudah sempat tahu karena beberapa waktu lalu di facebook ada vote untuk pemilihan cover. Mengenai tanggal kapan Bila mulai beredar di toko buku dan segala macamnya saya belum tahu karena masih menunggu informasi dari Mbak Editor yang cantik ^^. Jadi sambil nunggu boleh nabung kok #loh.

Yup, itu saja yang saya sampaikan. Mohon doanya semoga semua dilancarkan dan "keluarga Beruang" ini benar-benar bisa berubah wujud menjadi buku yang bisa dikelonin di rumah. Sekali lagi terima kasih saya ucapkan untuk semua teman-teman yang sudah membaca cerita ini dan juga memberikan bintang berserta saran juga kritiknya.

Sebagai bonus setelah kemarin Masha muncul di lapak sebelah sekarang dia juga muncul di sini. Selamat membaca ^_^

Wassalamu'alaikum.

####

"Memeiiiiii!" teriak Masha tiba-tiba. Aku terpaksa meninggalkan dapur dan mendatangi Masha yang ada di ruang tamu karena teriakan tersebut sudah berubah menjadi suara tangisan. Setelah perjalanan merepotkan di sepanjang kereta akhirnya kami tiba di Surabaya untuk merayakan ulang tahun pertama si kembar Syifa dan Syafa.

Aku menghela nafas saat melihat Masha langsung berjalan ke arahku dan menarik tangan menuju tempat di mana dia berasal, di ruang tamu, di sana ada Ave yang sedang menunggu si kembar. Mataku berkeliling mencari keberadaan Kak Daffa dan yang lain tetapi tidak menemukannya.

"Kenapa sih anak Memei, kok nangis?" tanyaku saat kami sudah bersama Ave.

"Om Ape nakal, Mei! Maca mau Dek Sipa sama Sapa ndak boleh!" adunya dengan mata melirik Ave.

"Om Ave!" tegurku yang langsung dibalas dengusan oleh Ave.

"Mereka baru aja tidur, Bil. Tahu sendiri kan Nada sama Mama lagi sibuk di dapur, nanti kalau keganggu kan kalian para emak juga yang ribet," jelas Ave yang membuatku mengerti. Iya, aku mengerti tetapi tidak dengan Masha.

"Dedek lagi bobok, Sayang. Dek Masha mainnya nanti ya kalau Dedeknya udah bangun."

Aku mencoba memberikan penjelasan yang langsung dibalas gelengan oleh Masha. Selanjutnya yang terjadi adalah dia kembali menangis, kali ini sambil menjejakkan kakinya berulang kali ke lantai seperti lari di tempat sambil teriak, " Mau Dedek! Mau Dedek! Mau Dedek!"

Si kembar yang tadinya sedang terlelap terlihat menggerakkan badannya, seperti terganggu oleh teriakan Masha. Beruntung gerakan Ave yang menggoyangkan kereta dorong membuat keduanya kembali tenang. Aku menatap Masha frustasi, kalau sudah begini biasanya Kak Daffa selalu turun tangan untuk menenangkannya, tetapi kali ini tidak bisa diharapkan karena penampakannya tidak terlihat.

"Kak Daffa kemana sih, Ve?" tanyaku sambil menggendong Masha, berharap dia mau segera menghentikan tangisnya.

"Tadi pergi sama Papa, katanya ada yang mau dibeli."

"Dedek, Mei! Maca mau Dedek!" rengek Masha lagi. Ya Tuhan, anak ini kalau minta Adik selalu seperti meminta permen. Naasnya dia selalu memintanya setiap kali melihat bayi di depan mata, jadi jangan tanyakan sudah berapa kali dia meminta Adik. Masalahnya adalah bukan aku dan Kak Daffa yang sengaja menunda, tetapi memang kami belum dipercaya untuk merawat seorang anak lagi.

"Nanti ya Sayang, ya! Dedeknya lagi bobok. Gimana kalau Dek Masha sekarang ikut bobok aja?"

Masha menggelengkan kepalanya yang saat ini sedang dia istirahatkan dibahuku. Aku hanya bisa mengusap punggungnya, berharap dia melupakan keberadaan si kembar segera.

"Dih anak cantik kok nangis. Masha ikut Om aja, yuk. Naik motor."

Ken yang baru saja keluar dari kamarnya berjalan ke arah kami dan mengayunkan kunci di depan Masha. Tidak perlu diragukan apa yang akan dilakukan Masha, dia tentu saja langsung mengangguk semangat dan meronta dari gendonganku untuk meminta gendong kepada Ken. Berpergian naik motor adalah kegiatan favoritnya selama ini. Kebiasaan yang dimiliki karena terbiasa ikut Didi dan juga Rangga kalau kami sedang berkunjung ke rumah Ayah. Bahkan, ketika Masha baru saja bisa berjalan dia akan selalu berlari dengan bokong geal geol ketika mendengar suara motor Didi dan Rangga. Selanjutnya kalau dia tidak menemukan keberadaan Omnya dan yang tersisa hanya asap motor makan dia akan menangis, LAGI. Sejak saat itu sebelum keduanya pergi pasti akan mengajak Masha naik motor berkeliling sebentar sebelum benar-benar pergi. Jika sudah di ajak berkeliling maka mereka baru bisa pergi dengan tenang karena Masha tidak menangis ketika ditinggal.

"Mau kemana, Ken?"

"Mau beli tinta printer di toko depan, Kak. Tintanya habis."

"Oke, hati-hati. Masha jangan nakal ya, nurut sama Om Ken!" pintaku yang langsung dijawab anggukan semangat oleh Masha.

"Inget bawa anak kecil, Ken Arok. Jangan ngebut-ngebut!" tambah Ave.

"Iya bawel, Kakak emang paling cocok jadi emak-emak."

Aku tergelak mendengar kata-kata yang diucapkan Ken, tepat sasaran. Bawelnya Ave itu terkadang bisa mengalahkannku.

"Ya udah, aku jalan. Masha pamit sama Memei dulu, bilang apa?"

Aku tersenyum melihat Masha melambaikan tangan, disusul dengan kiss bye jarak jauh dan salam yang diucapkan dengan kalimat belum sempurna. Kemudian aku mengikuti keduanya berjalan menuju halaman depan. Mereka baru saja akan pergi ketika terdengar teriakan nyaring dari dalam rumah.

"Kak Kennnnnnnn! Caca ikut mau beli ice cream!"

Caca dengan nafas terengah muncul di sampingku, istirahat sebentar untuk menormalkan nafas karena kelelahan berlari dan langsung naik ke jok belakang tanpa menunggu jawaban dari Kakaknya.

Suasana seharusnya sudah aman terkendali karena pembuat onar sudah pergi, tetapi tidak demikian karena suara nyaring Caca saat berteriak sudah membangunkan si kembar. Keduanya kini kompak menangis karena merasa tidurnya terganggu. #PoorAve.

END

BilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang