Kenangan ini, kenangan pertemananku dengan Fadli berputar kembali seperti film. Semua terasa baru kemarin, bukan satu, dua maupun duapuluh tahun silam. Awal perkenalan kami saat Taman Kanak-Kanak, waktu itu Fadli baru saja pindah rumah ke komplek kami, itulah awal mulanya perkenalan kami dan kemudian setelahnya dimana ada aku di sana ada Fadli.
"Nabila!"
Suara tegas dari orang di sampingku membawaku kembali ke masa kini. Masa dimana aku sudah kehilangan sosoknya, sosok yang selama ini hanya kuanggap sebagai teman walaupun nyatanya aku baru sadar kalau rasa ini lebih dari sekedar teman. Terlambat, semua sudah terlambat.
"Gak mau turun?"
Mataku mengerjap pelan, mencoba menghilangkan sisa-sisa air mata yang membuat semuanya terlihat buram. Wajahku melihat sekeliling dan barulah aku sadar kalau ini bukan rumahku. Kak Daffa, dia yang membawaku ke sini, dia yang menemaniku melewati hari ini. Kalau saja dia adalah sepupuku Ave atau adikku Didi, pasti aku sudah mengucapkan berbagai caci maki yang mengganjal hati. Aku ingin menggigit lengan ataupun menjambak rambut mereka hingga rontok. Aku gila! Tetapi faktanya yang ada di hadapanku sekarang adalah orang kaku dan aku segani. Arghhhhh, kenapa harus Kak Daffa yang menemaniku. Huh! Ini semua karena Ave maupun Didi menolak permintaanku kemarin.
"Ayolah, Dek! Sekali-kali bantuin Kakak kenapa?" rengekku kepada Didi yang masih keras kepala menolak permintaanku.
Jadi ceritanya, besok Fadli sahabatku akan menikah. Ah, sebenarnya aku harus menyiapkan mental lebih untuk melihat dia akan menikah dengan wanita lain. Aku bukanlah orang yang terjebak friendzone dengannya hanya saja aku selalu tidak ikhlas jika dengan wanita lain. Mendengarkan cerita tentang wanita idamannya saja sudah membuatku gerah apalagi sekarang aku harus melihat dia menikah. MENIKAH SAUDARA-SAUDARA!
DAMN! Aku pasti akan ikhlas seandainya Fadli menikah setelah aku yang menikah terlebih dahulu. Tetapi sekarang kasusya adalah di luar rencana, Fadli yang berencana untuk PDKT dengan si wanita justru ditantang untuk langsung menikahinya. Hah! Wanita sialan!
Abaikan masalah Fadli dan fokus ke pencarian patrner Bila! gerutuku dalam hati.
"Males-males, udah Kak Bila ajak Rangga aja sana!" tolak Didi.
Dasar bocah sableng! Masa iya aku datang ke pernikahan menggandeng bocah SMA. Apa kata dunia nantinya?
"Lo itu Adek gue bukan sih, Di?" ucapku geram.
"Harusnya gue yang nanya gitu ke Kak Bila. Kakak cuma inget gue waktu butuh terutama untuk jadi supir! Lupa dulu yang sering cuekin gue dan lebih perhatian ke Najwa?" balas Didi tak kalah geram. Perkataannya membuatku ingat kalau aku memang lebih dekat dengan Najwa daripada Didi maupun Rangga, maklum saja mereka laki-laki sementara aku perempuan. Gezzz.
"Ya ampun Adikku Didi Sayanggggg, aku kan deket sama Najwa karena pengen Adik cewek dan kamu tahu itu kan?"
Terdengar suara dengusan dari ujung telpon sana, "Nah kan jadi sok manis kalau ada maunya, kemana tadi kata-kata gue-lo yang tadi?"
Arghhhh! Ini bocah emang minta ditendang.
"Yakin nih gak mau bantu? Ya udah deh Kakak minta tolong sama Ave aja, awas aja kalo besok minta duit lagi sama Kakak. Ntar pokoknya Kakak juga mau bilang ke Ayah sama Bunda buat kurangin jatah bulanan kamu!" ancamku. Dalam hati kecilku masih berharap kalau Didi berubah pikiran.
"Bodooo! Didi juga bisa nyari duit sendiri kali. Udah ah ini mau ujian bentar lagi. Daaa Kakak! Wassalamu'alaikum."
Klik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bila
RomanceDITERBITKAN ### Ketika melihat sahabatmu mengakhiri masa lajang dan hal itu membuatmu susah bernapas. ### Sebelumnya terima kasih kepada teman-teman semua atas dukungannya untuk cerita Bila :). Sebagian naskah ini sudah dihapus karena telah diterbi...