Rumit

505 36 5
                                    

Suara gemericik hujan yang turun terdengar seperti alunan nada yang indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara gemericik hujan yang turun terdengar seperti alunan nada yang indah. Mengusik tidur seorang gadis yang baru saja sejam yang lalu memejamkan kedua matanya. Dengan malas dia beranjak, menatap air hujan yang begitu deras membasahi tubuhnya. Ia tersenyum miris, menertawakan nasib buruknya sepertinya semesta pun sedang bersenang di atas penderitaannya. Sejam yang lalu di tempat yang sama hal yang sangat ia takutkan terjadi, nasib buruk itu datang mendekapnya begitu erat. Butiran bening itu menetes bersama derasnya air hujan yang turun membasahi wajahnya, semua terlihat sama.

"Orion brengsek! Sialan" isaknya.

Ia berteriak ke udara, menumpahkan seluruh rasa sesak di dalam dadanya. Gadis itu terus memukul dadanya kuat, merutuk di dalam hati kebodohan yang telah ia perbuat hingga kehilangan pujaan hatinya, semua terjadi karena sifat egoisnya. Andai saja kali ini ia tetap memaafkan pria itu mungkin sang pujaan hati masih bersamanya, tapi karena dirinya Orion pergi meninggalkannya seorang diri, membiarkan rasa sakit menyelimuti relung hati Capella.

"Aku mencarimu kemana-mana, La. Kau sungguh membuatku seperti orang gila." teriak suara bariton yang sangat familiar di telinganya.

"Kenapa harus kau yang kesini, Gel? Kemana bajingan sialan itu?"

"Abang tidak mungkin meninggalkan Stella, La. Kau seharusnya paham, meskipun kau kekasih Abang, Stella tetap segalanya untuk dia. Stella itu cinta pertamanya."

Capella menyeka airmatanya kasar, harusnya ia tak menangis dan meratapi pria brengsek yang tak pernah memperdulikannya, statusnya memang kekasih Orion tapi tetap saja posisi Capella di hati Orion tak bisa menggantikan Stella. Stella tetap nomor satu di hati Orion, tak akan pernah terganti.

"Harusnya kau sudah tau kalau semua akan berakhir seperti ini, kau tak pernah mendengar perkataanku, La. Hati Abang hanya untuk Stella, dan kau hanya pelarian saja untuknya!"

"Stop, Gel!"

Capella menutup kuat kedua telinganya, tak ingin mendengarkan perkataan Rigel yang begitu menyakitkan hatinya.

"Stella hamil, dan sudah dapat dipastikan jika itu anak Abang."

Telak, Capella tak mampu lagi mengelak.

"Sekarang kau ikut aku! Kau terlihat sangat hancur dan kacau sekali, La. Jangan menjadi gadis lemah hanya karena putus cinta."

"Aku belum putus dari Orion, Rigel!"

Rigel menghela nafas, meredam emosi yang hampir meledak.

"La."

"Gel, please. Aku butuh waktu untuk sendiri, biarkan aku sendiri."

Rigel mendekap tubuh gadis itu, mengelus surai gadis itu lembut.

"Kenapa kau malah memilih jalan berliku, La? Sudah jelas ada jalan lurus yang mungkin bisa sampai lebih cepat tanpa harus kau merasa sakit seperti ini."

UnderAgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang