kalau boleh memilih, Jaemin tidak ingin bertemu Jeno seumur hidupnya. saudaranya yang paling menyebalkan itu selalu saja memiliki cara untuk mengganggunya. termasuk menggaggu malam malam tenangnya.
"Lee Jeno! Biarkan aku tidur dengan tenang satu mal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Harum kopi di pagi hari sukses membuat Jaemin semakin semangat menjalani harinya, dia bangun lebih awal dari biasanya. Dia langsung menyeduh kopi hitam, mencium semerbak wangi biji kopi tersebut. Nampaknya wangi dari kopi itu membuat sang kakak terbangun, Lee Jeno menuruni tangga dengan hati-hati lalu menuju dapur, mendapati Jaemin sedang menyeduh kopi.
“Buatkan untukku satu,” kata Jeno.
“Kau susu saja, aku tidak mau tanggung jawab kalau perutmu kenapa-kenapa,” kata Jaemin.
Jeno pura-pura merajuk, lalu memeluk Jaemin dari belakang, “Nana, Jeno ingin kopiii..” rengeknya.
Jaemin mengambil roti yang baru selesai dia panggang lalu menjejalkan roti itu ke mulut kakaknya, “Jangan macam-macam, makan saja sarapanmu aku sudah membuatnya.”
Bibir Jeno mengerucut, kenapa dia yang jadi seperti sub saat ini. Jaemin duduk dihadapannya meminum kopi sambil memakan roti yang sudah dia olesi selai coklat. Jaemin memakannya dengan berantakan sampai-sampai mengotori tepian bibir Jaemin. Jeno terkekeh melihatnya dengan sigap dia membersihkan bibir Jaemin dengan jari-jarinya.
“Yak! Itu mengerikan, aku tidak akan memanggilmu hyung sampai kapanpun!” bantah Jaemin.
“bagaimana dengan panggilan 'daddy'? Lebih bagus jika kau mengucapkannya sambil mendesah.”
“Lee Jeno! Ini masih pagi!”
Hampir saja sendok yang ada di tangan Jaemin melauang mengenai kepala Jeno jika dia tidak ingat bahwa ayah dan ibu mereka akan pulang besok, Jaemin tidak bisa membuat kekacauan atau menyebabkan kemungkinan sendok itu meleset dan mengenai vas bunga milik ibu.
Jaemin mendesis kesal, lalu melanjutkan makan paginya itu dengan tenang. Jeno juga tampaknya ingin segera menghabiskan makannya lalu pergi ke sekolah segera. Setelah makanan telah sama-sama mereka tandasnya Jaemin langsung mencuci piring-piring kotor.
“Ayah dan Ibu akan pulang besok.” kata Jeno.
“Eung, aku tahu, lalu?”
“Tidak apa, hanya saja aku ingin kita tetap seperti ini.”
Jaemin menatap Jeno dengan sungguh-sungguh, oh ini sangat rumpang. Perasaan Jaemin dan segalanya, semalam dia hanya bisa terdiam sambil tersipu dan menatap saudaranya itu. Apakah Jeno menganggapnya sebagai jawaban 'iya'. Jaemin belum ingin memutus kontak mata dengan Jeno, dia masih ingin menyelami indahnya manik hitam milik Jeno.
“Memang kita seperti apa?” tanya Jaemin.
Jeno mendekat, lalu melingkarkan tangannya di pinggang Jaemin, berbisik tepat di telinga Jaemin. “Kau dan aku, saling mencintai,” lalu Jeno memeluknya, mendekapnya dengan hangat, menghalau dingin pagi yang menusuk di kulit.