Disinilah Jimin berada saat ini. Memperhatikan dengan lembut gundukan dihadapannya saat ini, tak ingin mengganggu sang pengembara mimpi. Perlahan, Jimin mendekat mendudukkan dirinya ditepi, menatap lamat wajah tertidur tersebut sebelum ikut masuk ke dalam selimut, memeluk tubuh itu erat. Sempat mendapati pergerakan dari sosoknya sebelum suara lirih Jimin mengudara.
Dahyun memang kurang tidur akhir-akhir ini dan entah kenapa ia bisa tidur dengan nyenyak. Tapi, semuanya tak berlangsung lama kala tiba-tiba ada pergerakan di sekitarnya. Sebuah tangan memeluk pinggangnya membuatnya membuka mata dan hampir memukul seseorang itu sebelum suara lirih namun sangat ia kenali memasuki rungunya.
"Ini aku, Jimin!"
Dahyun membeku ditempatnya sebelum berbalik dan menatap lamat Jimin yang begitu nyata dihadapannya. Diusapnya rahang itu dengan lembut dan sukses membuat pasokan air itu berlomba-lomba merengsek keluar.
"Kau—"
"Iya, ini aku!"
Suara itu benar-benar suara yang Dahyun rindukan. Ia menangis disana, memandang Jimin dibalik butiran air yang merembes. Jimin segera mendekap tubuh Dahyun, merengkuhnya lembut dan sarat perasaan. Membiarkan Dahyun mengeluarkan semua segala rasa yang ia pendam. Biarkan malam ini Jimin melihat semua kesedihan yang memang berasal darinya. Dan biarkan ia melepas segala rasa rindunya pada dewi yang tengah ia rengkuh ini. Berulang kali dikecupnya puncak kepala Dahyun penuh cinta, membiarkan hatinya merasa lega dengan semuanya.
Mereka melonggarkan jarak. Jimin menatap Dahyun, segera menghapus semua jejak airmata itu kemudian tersenyum. Dahyun masih sesegukan, ikut menatap Jimin.
"Kau tidak marah lagi?" Jujur saja Dahyun masih takut karena baru pertama kali dirinya dibentak seperti itu. Jimin terlihat menggeleng, sedikit banyak merasa bersalah karena kejadian kemarin.
"Kau benar, aku tidak sepatutnya muncul terlalu cepat. Kau jadi...." Dahyun menghentikan ucapannya kala Jimin mengecup bibirnya kilat, membuat matanya membulat terkejut. Jimin kembali tersenyum.
"Bisa,'kah jangan membahas hal itu?" Pintanya. Dahyun masih tak bergeming ditempatnya, masih syok dengan apa yang baru saja terjadi. Perlahan, ia mengangguk. Jimin memang salah, tapi ada rasa lega yang melingkupi. Menatap lamat Dahyun.
"Aku mungkin kelewatan sudah membentakmu kemarin saat dipemakaman. Aku hanya kalut dengan Rose yang pergi terlalu cepat hingga kata itu keluar. Tapi Hyun, percayalah aku beruntung bertemu denganmu. Kemunculanmu membuatku senang dan bahagia!"
Dahyun diam, jemarinya bergerak abstrak memainkan sesuatu. Ia terlihat menghela napas. "Sebenarnya aku selalu menyalahkan diriku yang satu ini, tapi mereka selalu mendukung apa yang aku lakukan, bahkan Sang Langit menyuruhku untuk tak terlalu menyalahkan diri sendiri, tapi aku tak bisa melakukan hal itu. Rasa salah itu selalu muncul."
Jimin mengusap kepala Dahyun lembut. Dewa itu terlihat menggeleng samar. "Kau merasa seperti itu karena posisi Rose yang lebih awal, bukan?" Mau tak mau Dahyun mengangguk. Meskipun Rose tahu dan malah menyuruhnya untuk membuat Jimin bahagia, Dahyun masih ragu awalnya, bahkan saat acara kemarin rasa-rasanya Dahyun ingin berhenti saja.
Tiba-tiba Dahyun menutup matanya, membuat Jimin mengerutkan dahinya sebelum suara Dahyun membuatnya tergelak.
"Tuhan, jika ini mimpi jangan bangunkan aku. Sepertinya aku terlalu banyak menangis hingga berhalusinasi berbicara dengan Jimin!" Tapi Dahyun langsung membuka matanya setelah suara Jimin benar-benar nyata dihadapannya. Ia tidak bermimpi. Ini benar-benar nyata. Jimin tertawa di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphrodite: Future Of Hades
FanficFantasy-Romance Tidak ada yang pernah tahu bagaimana sebuah takdir menyatukan seseorang, selayaknya Sang Aphrodite yang tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan bersanding dengan Sang Hades selepas kepergian mendiang Sang Persephone. Keduanya berte...