Omkara memutar kakinya. Ia berlari menjauh dari tempat Karin. Rencana awalnya, ia ingin menyusul Karin sembari membawakan Karin air mineral.
Tapi malah pandangan Putra yang menyatakan perasaannya pada Karin yang di lihat Omkara. Dan entah mengapa, ada perasaan cemas dan tidak suka ketika ia melihat Putra yang terang-terangan mengaku menyukai Karin.
Omkara berhenti didepan tong sampah besar, lalu menjatuhkan air mineral itu dengan sengaja.
"Eitsss! kenapa dibuang?" Tiba-tiba Shifa datang merebut air mineral Omkara.
Rezi hanya menggeleng tanpa menatap Shifa. "Ya udah, buat Shifa, ya?" Tanya Shifa pada Omkara.
"Terserah." Setelah mengatakan itu Omkara langsung beranjak pergi.
"Eh tunggu!" Omkara berbalik menatap Shifa yang menahan lengannya. Mata Omkara tertuju pada mata Shifa yang juga menatap Omkara dengan intens.
"Ganteng." Dengan polos kata itu terucap dimulut Shifa.
Mendengar itu mood Omkara yang buruk sedikit terobati dengan tingkah polos Shifa. "Terimaksih."
"L..., lo, bisa ngomong?" Shifa kaget, ia menutup mulutnya lebai.
Omkara terkekeh kecil melihat tingkah Shifa, lalu mengangguk kecil. "Astaga, kalo ketawa manis banget." Lagi-lagi Shifa memuji Omkara.
"Shifa!" Sontak sang empu yang dipanggil menoleh. Karin berjalan mendekati Shifa dan juga Omkara.
"Ngapain kalian?!" Tanya Karin tidak santai.
"Tadi—
"Ngobrol. Kenapa?" Omkara memotong ucapan Shifa. Tatapannya menajam menatap Karin.
Dahi Karin berkerut. "Ngobrol? Lo ngobrol sama Shifa?" Karin mencoba memastikan.
Omkara mengangguk mantap sebagai jawaban. Setalah itu ia langsung menghilang dari hadapan Karin dan Shifa.
"Karin dari mana? Masa Shifa ditinggal sendiri sama Alana." Bibir Shifa mengerut lucu.
"Emang Alana kemana?"
Shifa mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu. "Ya udah, ayo ke kelas." Shifa langsung menggandeng lengan Karin.
***
"Cieee! Cieeee!" Alana datang setelah kelas berakhir. Ia berjalan kearah Karin lalu menggandeng bahu sahabtnya itu. "Mana nih pajak jadiannya."
Karin mengerut heran, "siapa yang jadian?"
"Tau! Eamang siapa yang jadian Alana?" Giliran Shifa bertanya.
"Kepo lo bocil." Semprot Alana pada Shifa.
"Ya elo lah, Rin!" Alana mencolek gadu Karin mencoba menggoda sahabatnya itu. "Udah gak usah bohong, gue liat kok!"
Karin mencekal lengan Alana yang menggodanya. "Apaan sih."
"Ciee..., cie..., abis jadian nieee." Lagi-lagi Alana bersorak.
"Gitu dong! baru sahabat gue. Putra jauh diatas si Bisu itu kali. Gue kira lo bakal jadian sama si bksu itu, ternyata—"
"Stop. Gue gak mau ribut." Karin menutup mulut Alana dengan telapak tangan Alana sendiri.
"Rin!" Karin menoleh ke pintu kelasnya, begitupun Alana dan Shifa.
"Kiww! Kiw!" Ejek Alana lagi.
Karin meroling matanya malas, "gue duluan." Setelahnya Karin pergi bersama Putra yang menjemputnya di depan kelas.
***
"Makasih." Setelah mengucapkan terimakasih Karin langsung masuk ke rumahnya mengacuhkan Putra yang menunggunya hingga masuk ke rumah.
"Gue gak suka lo bela dia!" Bagus yang sedari duduk menunggu Karin pulang. Ia berdiri di hadapan sang kakak.
Sementara Karin hanya menghela nafas, lalu kembali menutup pintu rumahnya. Ia berbalik menatap Bagus sekilas lalu berjalan melewati Bagus begitu saja.
"Dengerin gue!" Bagus menarik lengan Karin hingga ia berbalik menghadap Bagus.
"Apa?"
"Gue ingetin ke lo! Jangan pernah dekat sama manusia gal berguna kayak dia." Ucap Bagus menatap bola mata Karin.
"Apa sih?!" Karin mencekal tangan Bagus. "Lo gak tau apa-apa. Gue gak deket sama Rezi." Bantah Karin.
"lagian, gue sama Putra." Lanjut Karin dan langsung pergi ke kamarnya meninggalkan Bagus yang masih tercengang.
BRAKHH!
Pintu kamar Karin tertutup dengan kuat. "Akhh!" Pekik sang tuan kamar.
.
.
.
tbc.ga tau dah, pusing
nyambung ga sih ceritanya
ga enak bgt kayanya
sabodo lah yya
30 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories [vakum sementara]
Teen FictionDia tampan, kaya, dia sempurna. Tapi..., dia tuli. Apa jadi jika si Tuli berharap berteman. Terlebih dengan Karin, si queen bullying yang suka mengganggunya. Karin itu berbeda. Dia memiliki dua kepribadian. Dia jahat, sangat jahat seperti psikopat...