"Omkara!!" Karin berlari menghampiri Omkara. Sang empu yang dipanggil hanya terdiam di tempat memperhatikan Karin.
Karin mencekal lengan Omkara, "ayo ikut gue." Ia tak kunjung bergerak, ia menampakkan wajah bingung.
"Ikut aja, ayo." Paksa Karin.
Karin menarik Omkara ke mobilnya lalu ia duduk dikurai pengemudi dan mulai menjalankan mobilnya keluar dari area sekolah.
"Ma-mau kemana?" Tanya Omkara.
Kari tersenyum kecil, "gak ada. Temenin gue." Jawab sekenanya.
"Temenin kemana? Kasian pak supir pasti udah nunggu—"
"Jangan bandel ya, Kar! Gue lagi gak mau jambak orang." Omkara langsung bungkam mendengar ancaman Karin.
Karin menghentikan mobilnya di depan panti asuhan. "Ayo, turun." Ajaknya. Omkara mengernyit bingung, untuk apa ia di bawa ke panti asuhan seperti ini?
Mereka berdua berjalan beriringan dan disambut oleh anak anak panti di sana. "KAK ARIN!!" Pekik mereka menghampiri Karin dan Omkara.
Karin hanya tersenyum simpul, "Bunda mana?" Tanyanya pada salah seorang anak panti. Anak itu menunjuk taman panti.
Karin menoleh pada Omkara, "ayo ikut."
"Assalamualaikum, Ma." Salam Karin membuat wanita paruh baya yang sedang duduk tenang itu menoleh.
Wanita paruh baya itu tersenyum manis memeluk Karin dengan erat. Ia menepuk nepuk kursi disebelahnya mengisyaratkan Karin ikut duduk bersamanya.
Wanita yang di panggil Mama oleh Karin itu menoleh pada Omkara. "Si- a- pa?" Tanyanya dengan terbata-bata.
"Rezi, ma. Temen Arin. Dia..., sama kaya mama." Ujar Karin.
"Bi-su?" Ucap mama dengan gerakan tangan. Karin menggeleng, "dia gak bisu. Iyakan, Kar?"
Omkara mengangguk pelan, "jawab! Jangan ngangguk!" Sentak Karin.
Mama menyentuh pundak Karin lembut lalu menggeleng seolah mengatakan, "jangan begitu."
"I-iya. Hai, tante. Saya Omkara." Perkenalannya.
Mama tersenyum manis, "kamu ganteng. Cocok jadi calon mantu mama." Mama berkata dengan bahasa isyaratnya. Omkara yang mengerti tersenyum malu, sementara Karin hanya bisa mengerut heran.
"Mama ke dalam dulu ya." Pamit mama dengan bahasa isyaratanya lalu pergi menyisakan Karin bersama Omkara.
"Dia mama gue." Ucap Karin. "Mama tiri lebih tepatnya. Mama nikah sama papa waktu gue umur 5 tahun, gue seneng ahirnya punya Mama. Harapan gue, gue bisa didongeng-in sama mama. Tapi ternyata...,
mama bisu." Karin tersenyum kecut.
"Selain bisu, mama juga tuli. Tapi beliau selalu berusaha buat dongeng-in gue sama Bagus, walaupun gak jelas dan kita gak paham. Awalnya gue benci sama mama, tapi gue sadar, mama udah baik dan sabarrr banget ngurus gue. Apalagi Bagus yang bandelnya minta ampun!" Lanjut Karin.
"Kalo liat orang spesial kaya lo. Gue jadi keinget mama." Karin tersenyum singkat.
"Sory, gue udah jahat sama lo." Ia menunduk.
"Gue..., gue gak suka orang-orang lemah. Gue..., gue benci orang-orang lemah yang gampang di tindas kaya mama dulu. Hiks...," Karin mulai terisak.
"Hiks..., gue sadar cara gue salah. Gue minta maaf, gue jahat banget sama lo. Gue...," Karin terdiam kala Rezi memeluknya tiba-tiba.
"Aku tahu kamu gadis yang baik." Karin membalas pelukan Rezi menumpahkan air matanya.
"Gue salah, Kar. Gue salah. Gue kira, dengan gue jahatin mereka, mereka bakal kapok dan belajar untuk jadi kuat. Tapi ternyata..., dugaan gue salah. Hiks...,"
Putrifdillh__
23.35 WIB
Senin, 7 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories [vakum sementara]
Teen FictionDia tampan, kaya, dia sempurna. Tapi..., dia tuli. Apa jadi jika si Tuli berharap berteman. Terlebih dengan Karin, si queen bullying yang suka mengganggunya. Karin itu berbeda. Dia memiliki dua kepribadian. Dia jahat, sangat jahat seperti psikopat...